artikel pilihan


#2 | MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #1)


Para pembaca yang budiman, mengenal bangsa Arab cukup penting bagi kita yang ingin memperdalam sirah nabawiyah, terutama bagaimana keadaan mereka di masa jahiliyah. Dengan mengetahui keburukan yang terjadi di masa jahiliyah, kelak kita akan dapat menganalisa bagaimana peran dakwah beliau dalam mengubah itu.

Menurut bahasa, 'Arab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Keadaan alam jazirah Arab adalah gurun yang kering dan tandus. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal. [1]

 Jazirah Arab dibatasi oleh:
  • Bagian barat: Laut Merah dan gurun Sinai
  • Bagian timur: Teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan
  • Bagian selatan: Laut Arab yang bersambung dengan Samudera Hindia
  • Bagian utara: Negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq,

Adapun di dalamnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Kondisi seperti inilah yang membuat jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok dan menguasai penghuninya.

Oleh karena itu kita bisa melihat penduduk jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua kerajaan super power saat itu, yaitu Romawi dan Persia yang serangannya tak mungkin bisa dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan alami yang kuat seperti itu.

Jazirah Arab yang mencakup area seluas satu juta sampai satu juta tigaratus mil persegi ini memiliki letak yang sangat strategis sejak zaman dahulu. Sebelah barat Laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke benua Eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa ajam (bangsa non-Arab), timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut yang berlayar tentu akan bersandar di pelabuhan-pelabuhan Arab. Oleh karena posisi yang strategis inilah jazirah Arab menjadi pusat pertukaran barang dagangan, pertukaran peradaban, agama dan kebudayaan. [2]


Kaum-kaum Arab

Para ahli sejarah membagi kaum-kaum Arab menjadi tiga bagian, yaitu:
Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab terdahulu yang tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan lengkap, seperti kaum 'Ad, Tsamud, Thasm, Judais, 'Imlaq dan lain-lainnya.
Arab ‘Aaribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya'rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah. Arab ‘Aaribah ini berasal dari negeri Yaman.
Arab Musta'ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan nabi Isma'il ‘alaihissalaam, yang disebut pula Arab 'Adnaniyah. [3]


AGAMA BANGSA ARAB

Sebelum diutusnya Rasulullah, kebanyakan bangsa Arab masih mengikuti dakwah Nabi Ismail 'alaihissalam dan menganut agama yang dibawanya. Beliau meneruskan dakwah ayahnya, Ibrahim 'alaihissalam, yaitu menyembah Allah dan mentauhidkan-Nya. Untuk beberapa lama mereka akhirnya mulai lupa banyak hal tentang apa yang pernah diajarkan kepada mereka. Sekalipun begitu, tauhid dan beberapa syiar agama Ibrahim masih tersisa pada mereka.

Sampai kemudian dari kalangan bangsa Arab ada seseorang yang bernama ‘Amr bin Luhai, pemimpin Bani Khuza'ah. Dia adalah seorang yang suka bersedekah dan juga  bersemangat mengurusi masalah agama. Suatu saat ‘Amr bin Luhai mengadakan perjalanan ke Syam. Di sana dia melihat penduduk Syam yang menyembah berhala dan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang baik serta benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa berhala yang bernama Hubal dan meletakkannya di dalam Ka'bah. Setelah itu, ‘Amr bin Luhai pun mengajak penduduk Makkah untuk menjadikan sekutu bagi Allah. Orang-orang Hijaz pun banyak yang mengikuti penduduk Makkah karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka'bah dan penduduk tanah suci.

Selain Hubal, berhala lain yang mereka sembah adalah Manat, yang ditempatkan di Musyallal di tepi laut Merah dekat Qudaid. Kemudian mereka membuat Lata di Thaif dan Uzza di Wadi Nakhlah. Ketiga berhala tersebut merupakan berhala mereka yang paling agung. Setelah itu kemusyrikan semakin menyebar dan merebak pula berhala-berhala di setiap penjuru jaziarah Arab. [4]


Bagaimana bentuk ibadah mereka kepada para berhala?

Di antara bentuk peribadahan mereka kepada berhala antara lain:
-         Mereka berkumpul di sekitar berhala, kemudian meminta pertolongan tatkala menghadapi kesulitan, beristighotsah dan berdoa agar berhala-berhala itu memenuhi kebutuhan mereka, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa memberikan syafa'at di sisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.

-         Mereka menunaikan haji dan thawaf mengelilingi berhala, merunduk dan sujud di hadapannya.
-         Mereka mendekatkan diri kepada berhala mereka dengan berbagai bentuk ibadah; mereka menyembelih dan berkorban untuk berhala tersebut dan dengan menyebut nama berhala.
-         Mereka juga mengkhususkan sebagian dari makanan dan minuman yang mereka pilih untuk disajikan kepada berhala, dan juga mengkhususkan bagian tertentu dari hasil panen dan binatang ternak mereka.

-         Mereka menetapkan adanya bahirah, as saaibah, al washilah dan al ham. [5]
Said bin Al Musayyab rahimahullah menyebutkan makna keempat ritual ini:
Al bahirah ialah unta betina yang air susunya tidak boleh diperah oleh seorang pun karena dikhususkan hanya untuk berhala mereka saja.

As saibah ialah ternak unta yang dibiarkan bebas demi berhala-berhala mereka, dan tidak boleh ada seorang pun yang mempekerjakan­nya serta memuatinya dengan sesuatu pun.
Al wasilah ialah unta betina yang dilahirkan oleh induknya sebagai anak pertama, kemudian anak keduanya betina pula. Mereka menjadikannya sebagai unta saibah, dibiarkan bebas untuk berhala-berhala mereka, jika antara anak yang pertama dan yang kedua tidak diselingi dengan jenis jantan.

Sedangkan al ham ialah unta pejantan yang berhasil menghamili beberapa ekor unta betina dalam jumlah yang tertentu. Apabila telah mencapai bilangan yang ditargetkan, maka mereka membiarkannya hidup bebas dan membebaskannya dari semua pekerjaan, tidak lagi dibebani sesuatu pun.

Berkenaan dengan hal tersebut, Allah menurunkan ayat,
ما جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سائِبَةٍ، وَلا وَصِيلَةٍ، وَلا حامٍ، وَلكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ، وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ
"Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahirah, sa'ibah, washilah dan hami. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti". (Al Maidah: 103). [6]


Bangsa Arab berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah, menjadikan mereka sebagai perantara antara mereka dan Allah, serta meminta syafa'at kepada mereka, sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur'an,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاّ لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
"Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (Az Zumar:3).
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
"Dan, mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami disisi Allah". (Yunus: 18). [7]



Mengundi Nasib

Selain menyembah berhala, orang-orang Arab juga mengundi nasib dengan sesuatu yang disebut al azlam atau anak panah yang tidak ada bulunya. Azlam merupakan tiga buah anak panah, pada salah satunya bertuliskan kata 'lakukanlah', pada yang kedua bertuliskan 'jangan kamu lakukan', sedangkan pada yang ketiganya tidak terdapat tulisan apa pun.
Jika telah diundi, lalu keluarlah panah yang bertuliskan kata perintah, maka orang yang bersangkutan mengerjakannya; atau jika yang keluar kata larangan, maka ia meninggalkannya. Jika yang keluar adalah anak panah yang kosong, maka ia mengulangi undiannya lagi.[8]


Percaya kepada Peramal dan Dukun

Bangsa Arab juga menyakini kebenaran berita-berita dari para kahin (peramal), arraf (dukun), ahli nujum (ahli ilmu perbintangan).

Kaahin atau peramal adalah orang yang suka memberikan informasi tentang hal-hal yang akan terjadi di masa depan, mengaku-aku dirinya mengetahui rahasia-rahasia. Di antara para peramal ini, ada yang mendakwa dirinya punya bawahan dari kalangan jin yang memberikan informasi kepadanya.
Adapun Arraf (dukun) adalah orang yang bisa mengetahui lokasi barang yang dicuri, atau barang yang hilang. Arraf juga mengklaim bisa mengetahui posisi orang yang tersesat.

Sedangkan ahli nujum (astrolog) adalah orang yang mengamati keadaan bintang dan benda-benda langit lainnya, lalu dia menghitung perjalanan dan waktu peredarannya, agar dengan begitu dia bisa mengetahui berbagai keadaan di dunia dan peristiwa-peristiwa yang bakal terjadi di masa depan.[9]


Ath Thiyarah

Di kalangan mereka juga beredar kepercayaan ath thiyarah yaitu merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang lainnya atau apa saja.

Pada mulanya mereka mendatangi seekor burung atau kijang, lalu mengusirnya. Bila burung atau kijang itu mengambil arah kanan, maka mereka jadi bepergian ke tempat yang hendak dituju dan hal itu dianggap sebagai pertanda baik. Jika burung atau kijang itu mengambil arah kiri, maka mereka tidak berani bepergian dan mereka meramal hal itu sebagai tanda kesialan. Mereka juga menganggaosial jika di tengah jalan bertemu burung atau hewan tertentu.[10]


SISA-SISA AJARAN NABI IBRAHIM ALAIHISSALAAM

Meski mengadopsi berbagai pemahaman dan ritual yang menyimpang, akan tetapi ajaran Nabi Ibrahim masih tersisa pada mereka dan belum ditinggalkan sama sekali, seperti pengagungan terhadap baitullah (ka'bah), thawaf, haji, umrah, wukuf di 'Arafah dan lain-lain.

Akan tetapi mereka menambahkan hal-hal  yang baru dalam ibadah haji seperti membuat aturan bagi orang yang datang dari luar tanah haram bila mereka datang dan berthawaf untuk pertama kalinya maka mereka mengenakan pakaian para penduduk makkah. Apabila mereka tidak mendapatkannya, maka kaum laki-laki harus thawaf dalam keadaan telanjang. Sementara wanita juga harus menanggalkan seluruh pakaiannya kecuali pakaian rumah yang longgar, kemudian baru berthawaf dan melantunkan :
اليوم يبدو بعضه أو كله ... وما بدا منه فلا أحله
"Hari ini tampak sebagian atau seluruhnya
Apa yang nampak itu tiadalah ia perkenankan" [11]
Demikianlah gambaran umum tentang keadaan bangsa Arab Jaahiliyah sebelum diutusnya Rasulullah shallalahu aliahi wasallam.


(Bersambung)

CATATAN KAKI:
[1] Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, hlm. 9
[2] Ibid., hlm. 8-9.
[3] Ibid., hlm. 10.
[4] Ibid., hlm. 27.
[5] Ibid., hlm. 28.
[6] Lihat Tafsir Ibnu Katsir terhadap surat Al Maidah ayat 103.
[7] Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, hlm. 29.
[8] Tafsir Ibnu Katsir terhadap surat Al Maidah ayat 3.
[9] Shafiyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, hlm. 30.
[10] Ibid.
[11] Ibid., hlm. 31.





------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course