artikel pilihan


LARANGAN-LARANGAN DI DALAM MASJID



Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- dia berkata:


نَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ حَتَّى رُئِيَ فِي وَجْهِهِ فَقَامَ فَحَكَّهُ بِيَدِهِ فَقَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَصَقَ فِيهِ ثُمَّ رَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ أَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat ada dahak di dinding kiblat, maka beliau merasa jengkel hingga nampak tersirat pada wajahnya. Kemudian beliau menggosoknya dengan tangannya seraya bersabda, “Jika seseorang dari kalian berdiri shalat maka sesungguhnya dia sedang berhadapan dengan Rabbnya, atau sesungguhnya Rabbnya berada antara dia dan kiblat. Maka janganlah dia meludah ke arah kiblat, tetapi hendaknya dia membuang dahaknya ke arah kirinya atau di bawah kedua kakinya.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memegang tepi kainnya dan meludah di dalamnya, setelah itu beliau mengosokkannya kepada bagian kainnya yang lain, lalu beliau bersabda, “Atau hendaknya dia melakukan seperti ini.” [HR. Al-Bukhari no. 507 dan Muslim no. 550]


Anas bin Malik رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
“Meludah di dalam masjid adalah suatu kesalahan, dan kaffarahnya (penghapus dosanya) adalah menimbunnya.” [HR. Al-Bukhari no. 511 dan Muslim no. 552]


Dari Abu Hurairah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:


إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ فَقُولُوا لَا أَرْبَحَ اللَّهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَنْشُدُ فِيهِ ضَالَّةً فَقُولُوا لَا رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Jika kalian melihat orang membeli atau menjual di dalam masjid, maka katakanlah, “Semoga Allah tidak memberi keuntungan kepada barang daganganmu.” Jika kalian melihat orang yang mencari sesuatu yang hilang di dalamnya maka katakanlah, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” [HR. At-Tirmizi no. 1321 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 573]

  

PENJELASAN RINGKAS:

Tujuan masjid dibangun hanyalah untuk  shalat, zikir, dan beribadah kepada Allah. Dan dia merupakan bagian bumi yang paling Allah cintai. Karenanya ketika seorang berada di dalam masjid maka dia diharuskan untuk beradab dengan adab-adab islami yang telah dituntunkan oleh Rasulullah ﷺ. Dan di antara adab tersebut adalah Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan agar menyucikan masjid dari semua perkara yang tidak berhubungan dengan tujuan dia dibangun, misalnya membuang kotoran dan berjual beli di dalamnya.


Berikut beberapa masalah yang dipetik dari hadits-hadits di atas secara berurut:

1. Tingginya kecemburuan Nabi ﷺ kepada agama Allah, dimana beliau tidak merasa nyaman ketika ada kotoran yang terdapat dalam masjid.


2. Wajib bagi seorang imam masjid untuk mengingkari kemungkaran yang terjadi di dalam masjid yang dia imami, karena itu termasuk dalam lingkup tanggung jawabnya.

3. Dalam hadits ini, Nabi ﷺ telah mengumpulkan ketiga jenis nahi mungkar: Dengan hati beliau tatkala beliau jengkel dan tidak senang dengannya, dengan lisan tatkala beliau menasehati dan melarang para sahabat, dan dengan tangan tatkala beliau membersihkan sendiri dahak yang ada di masjid. Dan beliau juga mengumpulkan dua jenis pengajaran: Dengan teori dan dengan praktek.

4. Hukum meludah ke arah kiblat di dalam shalat adalah haram berdasarkan larangan Nabi ﷺ, “Maka janganlah dia meludah ke arah kiblat.” Karena hukum asal larangan adalah haram kecuali ada dalil yang memalingkan hukumnya.

5. Sudah menjadi kaidah tetap dalam syariat Islam, bahwa tatkala Islam melarang dari suatu amalan -padahal amalan itu dibutuhkan oleh kaum muslimin-, maka dia akan mensyariatkan amalan lain yang mirip dengannya tanpa melanggar syariat yang lainnya. Dalam hal ini, tatkala seorang yang shalat terkadang butuh meludah atau membuang dahak sementara Islam melarang untuk membuangnya ke arah kiblat, maka Islam menuntunkan amalan lain yang syar’i tanpa melarang mereka melakukan hal yang terkadang mereka butuhkan tersebut, yaitu membuang ludah atau dahak ke arah kirinya atau di bawah kedua kakinya atau membuangnya ke pakaiannya lalu menggosoknya.

6. Kiblat termasuk syariat Allah yang terbesar, karenanya dia harus dimuliakan dengan tidak membuang kotoran -apalagi najis- ke arahnya. Karenanya dimakruhkan untuk buang air besar dan kecil menghadap ke kiblat.

7. Membuang ludah dan dahak ke arah kiri atau di bawah pakaiannya hanya berlaku jika seseorang itu shalat di luar masjid dan tidak ada orang yang sedang shalat di sebelah kirinya. Adapun jika dia shalat di dalam masjid maka tidak boleh dia meludah ke arah kiri -berdasarkan hadits Anas yang kedua di atas-  dan tidak boleh juga di bawah kakinya karena dia tidak akan bisa menimbunnya, mengingat hampir seluruh masjid kaum muslimin di zaman ini sudah memakai tegel atau yang semacamnya sehingga tidak mungkin bagi dia untuk menimbunnya. Demikian pula jika dia membuangnya ke arah kirinya sementara ada orang di sebelah kirinya maka itu berarti membuang kotoran ke arah saudaranya, dan ini juga tidak diperbolehkan.

8. Karenanya, larangan membuang dahak dan ludah ke arah kiblat di luar masjid dan tidak sedang shalat adalah mubah dan tidak makruh. Wallahu a’lam.

9. Larangan berjual beli di dalam masjid. Adapun batasan masjid yang seseorang tidak boleh jual beli di situ, maka silahkan baca pembahasannya dibahas pada artikel terpisah.

10. Disyariatkan bagi orang yang melihatnya untuk mendoakannya dengan doa yang ma`tsur di atas.

11. Jual beli yang dimaksud di sini adalah akad jual beli. Karenanya:
  • Jika ada dua orang yang melakukan akad di dalam masjid walaupun barangnya belum ada dan pembayaran juga belum dilakukan, maka ini termasuk dalam larangan karena keduanya telah melakukan jual beli di dalam masjid.
  • Menitipkan atau menerima titipan uang atau barang dagangan di dalam masjid adalah boleh, karena itu bukanlah jual beli.
  • Membayar utang di dalam masjid tidak mengapa karena utang piutang bukanlah jual beli. Misalnya ada dua orang yang melakukan akad di luar masjid, barangnya sudah diambil akan tetapi bayarnya besok dan dilakukan di dalam masjid. Maka ini insya Allah tidak mengapa karena pembayaran ini adalah pelunasan utang dan bukan jual beli. Demikian pula sebaliknya jika pembayarannya dilakukan di luar masjid lalu penyerahan barangnya besok di dalam masjid. Contoh lain adalah seseorang memfoto kopi materi taklim dengan uangnya sendiri lalu dia membagi-bagikannya di dalam masjid lalu menerima pembayaran dari yang mengambil materi tersebut. Maka ini juga adalah transaksi pembayaran hutang dan bukan jual beli, selama orang tersebut tidak mengambil keuntungan dari ongkos foto kopinya. Jika dia mengambil keuntungan maka itu termasuk transaksi jual beli dalam masjid yang terlarang. Wallahu a’lam


12. Larangan mencari barang yang hilang di dalam masjid.

13. Juga dilarang mengumumkan barang yang hilang di dalam masjid walaupun dia tidak mencarinya di dalam masjid.

14. Disyariatkan bagi yang melihat atau mendengar orang yang mencari atau mengumumkan barang hilang di dalam masjid untuk mendoakannya dengan doa yang ma`tsur di atas.

Hanya ini yang bisa kami petik -sebatas keilmuan kami-, dan bagi siapa saja yang bisa memetik faidah lain dari dalil-dalil di atas, maka silahkan dia menuliskan pada kolom komentar di bawah. Wal ilmu indallah.



------------------------------------------------

Ditulis Oleh Oleh Al Ustadz Abu Muawiyah Hammad
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

Link terkait

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course