artikel pilihan


#7 | KISAH PASUKAN GAJAH #2




Pada artikel sebelumnya, kita telah paparkan tentang latar belakang munculnya pasukan gajah serta mengapa Abrahah ingin menghancurkan Ka’bah. Ketika perjalanan Abrahah sampai di dekat Ath Thaif, maka para penduduk Thaif keluar menyambut pasukan Abrahah dengan keramahan karena takut Abrahah akan menghancurkan rumah berhala mereka yang mereka sebut dengan Al Lata. Mereka pun memuliakan Abrahah, bahkan mengirimkan Abu Rigal sebagai penunjuk jalan bagi pasukan tersebut.

Ketika perjalanan Abrahah sampai di Al Mughmas, suatu tempat yang cukup dekat dengan Makkah, ia pun singgah beristirahat. Di saat itu pasukan Abrahah merampas ternak penduduk Makkah yang digembalakan di sana, baik berupa unta dan yang selainnya. Dan di antara ternak unta yang dirampas terdapat dua ratus ekor unta milik Abdul Muttalib, pimpinan suku Quraiys dan juga kakek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Abrahah lalu mengutus Hunathah Al Himyari ke Makkah dan memerintahkan kepadanya untuk mengundang orang Quraisy yang paling terhormat. Dan Abrahah menyuruhnya menyampaikan kepada suku Quraisy bahwa dia datang bukan untuk memerangi mereka, terkecuali jika mereka menghalang-halanginya dari Baitullah. Maka datanglah Hunathah ke Makkah, lalu diantar ke rumah Abdul Mutthalib ibnu Hasyim, lalu ia menyampaikan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abrahah. Maka Abdul Mutthalib mengatakan kepadanya, "Demi Allah, kami tidak berniat untuk memerangi Abrahah. Apalagi kami juga tidaklah memiliki kekuatan untuk itu. Ini adalah Baitullah Al Haram dan merupakan rumah yang dibangun oleh kekasih-Nya, yaitu Ibrahim. Apabila Allah mempertahankannya, sudah wajar karena ia adalah rumah-Nya yang disucikan. Dan jika Dia membiarkan antara bait-Nya. dan Abrahah, maka tiada kemampuan bagi kami untuk mempertahankannya." Hunathah berkata kepada Abdul Muttalib, "Kalau begitu, marilah engkau pergi bersamaku untuk menemuinya." Maka Abdul Mutthalib berangkat bersama Hunathah .

Ketika Abrahah melihat Abdul Muttalib, maka dia pun memuliakannya. Memang sosok Abdul Mutthalib sangat tampan. Abrahah pun turun dari singgasananya, lalu duduk bersama Abdul Mutthalib di hamparan permadani. Abrahah berkata kepada penerjemahnya untuk menanyakan kepada Abdul Mutthalib tentang apa keperluannya hingga datang menghadap. Abdul Mutthalib berkata kepada penerjemah Abrahah, "Sesungguhnya aku datang untuk keperluanku sendiri. Sudilah kiranya raja untuk mengembalikan dua ratus ekor unta milikku yang telah dirampas olehnya."

Abrahah terkejut dan mengatakan kepada penerjemahnya,

Katakanlah kepadanya bahwa esungguhnya pada mulanya ketika aku melihatmu, aku merasa kagum dengan penampilan dan kewibawaanmu. Tetapi setelah engkau berbicara kepadaku, kesanku menjadi sebaliknya; apakah engkau berbicara kepadaku hanya mengenai dua ratus ekor unta yang telah kurampas darimu? Sedangkan engkau meninggalkan bait-mu yang merupakan agamamu dan agama nenek moyangmu, padahal aku datang untuk merobohkannya, lalu mengapa engkau tidak berbicara kepadaku mengenainya?"

Abdul Mutthalib menjawab,


إِنِّي أَنَا رَبُّ الْإِبِلِ، وَإِنَّ لِلْبَيْتِ رِبًّا سَيَمْنَعُهُ
"Sesungguhnya aku adalah pemilik unta itu dan sesungguhnya bait itu ada Pemiliknya sendiri yang akan mempertahankannya darimu."

Abrahah berkata, "Dia tidak akan dapat mencegahku dari merobohkannya."

Abdul Mutthalib berkata, "'Kalau begitu, terserah engkau."

Di saat itu hadir pula para pembesar Arab, mereka kemudian ingin menyogok Abrahah dengan sepertiga harta Tihamah , akan tetapi Abrahah tidak mengabulkan tawaran mereka. Abdul Mutthalib kembali ke Makkah dan menemui orang-orang Quraisy, lalu memerintahkan kepada mereka agar keluar dari Makkah dan berlindung di atas puncak-puncak bukitnya karena takut akan serangan bala tentara Abrahah. Setelah itu Abdul Mutthalib pergi ke Ka'bah dan memegang pegangan pintu Ka'bah, sedangkan di belakangnya ikut beberapa orang dari kaum Quraisy. Mereka semuanya berdoa kepada Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya dari serangan Abrahah dan bala tentaranya. Abdul Mutthalib dalam doanya itu mengatakan seraya memegang pegangan pintu Ka'bah:

Ya Allah, sesungguhnya seseorang itu diharuskan membela ternak unta miliknya, maka belalah kepemilikan-Mu.

Janganlah sekali-kali Engkau biarkan salib dan kekuasaan mereka selamanya menang atas tempat-Mu ini.

Setelah itu Abdul Mutthalib melepaskan pegangan pintu Ka'bah, lalu ia bersama orang-orang Quraisy lainnya keluar menuju ke daerah perbukitan, lalu berlindung di puncak-puncaknya.


GAJAH YANG MEMBANGKANG

Keesokan harinya Abrahah bersiap-siap untuk memasuki kota Makkah, lalu menyiapkan gajahnya yang diberi nama Mahmud dan ia menyiapkan pula bala tentaranya. Setelah semuanya siap, maka mereka mengarahkan gajahnya menuju ke arah Makkah, tetapi sebelum itu Nufail bin Habib datang dan berdiri di dekat gajah, lalu berkata, "Hai Mahmud, duduklah kamu dan kembalilah dengan tenang menuju ke tempat asal kedatanganmu, karena sesungguhnya engkau berada di negeri Allah yang disucikan," setelah itu melepaskan telinga gajah Mahmud, yang dipeganginya saat ia membisikinya.

Maka gajah itu duduk, dan Nufail lari dengan kencangnya menuju ke daerah perbukitan dan berlindung di puncaknya. Mereka memukuli gajah itu supaya berdiri, akan tetapi gajah itu membangkang dan tidak mau berdiri. Lalu mereka memukul kepalanya dengan kapak agar bangkit, dan mereka menggesekkan tombak mereka ke kulit sang gajah agar mau berdiri, tetapi gajah itu tetap menolak. Kemudian mereka mengarahkannya ke negeri Yaman, dan ternyata tanpa sulit gajah itu bangkit dengan sendirinya, lalu berlari kecil menuju ke arah itu. Kemudian mereka mencoba untuk mengarahkannya ke negeri Syam, dan gajah itu menuruti perintahnya; mereka coba mengarahkannya ke timur, maka gajah itu mengikuti perintah. Tetapi bila diarahkan ke Makkah, gajah itu diam dan duduk.


BURUNG YANG DATANG BERBONDONG-BONDONG

Dan Allah mengirimkan kepada mereka sejumlah besar burung dari arah laut. Tiap-tiap ekor membawa tiga buah batu. Satu di paruh dan yang dua dicengkeram oleh masing-masing dari kedua kakinya; batu itu sebesar kacang. Tiada seorang pun dari mereka yang terkena batu itu melainkan pasti binasa. Tapi tidak seluruh pasukan terkena batu itu.

Akhirnya pasukan lari tunggang langgang sambil mencari Nufail bin Habib untuk menunjukkan kepada mereka jalan pulang. Ketika itu Nufail berada di atas bukit bersama orang-orang Quraisy dan orang-orang Arab Hijaz lainnya, menyaksikan apa yang ditimpakan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada tentara bergajah itu sebagai azab dari-Nya. Dan ketika menyaksikan pemandangan itu Nufail berkata:

أينَ المَفَرُّ? والإلهُ الطَّالب والأشرمُ المغلوبُ غَيْرُ الْغَالِبْ

Adakah tempat untuk berlari, ketika Allah yang memburu mencari, Al Asyram telah dikalahkan, kemenangannya tidaklah di tangan

Pasukan Abrahah kemudian melarikan diri, sedangkan anggota tubuh mereka rontok satu demi satu, dan di setiap jalan mereka mati bergelimpangan. Sedangkan Abrahah, tubuhnya terkena oleh batu itu, lalu mereka membawanya lari bersama mereka, dan tubuhnya rontok sedikit demi sedikit, hingga sampailah mereka bersamanya di San'a, sedangkan keadaan Abrahah seperti anak burung yang baru menetas. Dan Abrahah masih belumlah mati kecuali setelah jantungnya keluar dari dadanya yang terbelah.

Allah subhanahu wata’ala mengabadikan kisah ini di dalam surat Al Fiil,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
Apakah engkau tidak memperhatikan bagaimana Rabb-mu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daunyang dimakan ulat.” (Al Fil: 1-5)
Di tahun yang sama dengan peristiwa gajah inilah kemudian Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan.

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


REFERENSI:
Al Mubarakfuri, Shafiyyurrahman, et al., 2013, Al Misbah Al Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, Riyadh: Darussalam.



------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course