Pada artikel yang terakhir, kita telah kisahkan peristiwa penyerbuan pasukan gajah ke kota Makkah untuk menghancurkan Ka’bah. Di tahun yang sama dengan peristiwa tersebut, lahirlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di kota Makkah. Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan,
لا خلاف أنه ولد صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بجوف مكّة ، وأن مولده كان عامَ الفيل
“Tidak ada khilaf di antara para ulama bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir di kota Makkah. Dan kelahirannya adalah di tahun gajah.” [1]
Di antara dalil yang memperkuat bahwa kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam jatuh di Tahun Gajah ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Ishaq. Beliau rahimahullah mengatakan, “Muthallib bin Abdullah bin Qais bin Makhramah bercerita kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya Qais bin Makhramah yang berkata,
Aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan di Tahun Gajah. Kami berusia sebaya’.” Adz Dzahabi dalam Tarikhul Islami mengatakan, “Sanadnya baik.” [2]ولدت أنا ورسول الله صلى الله عليه وسلم عام الفيل كنا لِدَيْنِ
Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam Mustadraknya, dan diriwayatkan pula oleh At Tirmidzi di dalam Sunannya dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa beliau mengatakan,
ولد النبي -صلى الله عليه وسلم- في عام الفيل
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan di Tahun Gajah.[3]
Tanggal Lahir Beliau
Para ulama sepakat bahwa beliau dilahirkan di bulan Rabiul Awwal pada hari Senin. Disebutkan di dalam shahih Muslim bahwa beliau ditanya tentang puasa pada hari Senin, beliau menjawab,
ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَىَّ فِيهِ
“Pada hari itu aku dilahirkan. Pada hari itu pula aku diutus atau hari di mana wahyu diturunkan kepadaku.”
Adapun tentang tanggal lahir beliau shallallahu alaihi wasallam, para ulama berbeda pendapat. Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah telah menyebutkan beberapa ucapan para ulama di dalam hal ini:
Sebagian ulama mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 2 Rabiul Awwal sebagaimana yang disebutkan oleh Al Imam Ibnu Abdil Barr di dalam Al Isti’aab.
Sebagiannya lagi mengatakan bahwa beliau dilahirkan pada tangga 8 Rabi’ul Awwal sebagaimana yang dikatakan oleh Al Imam Ibnu Hazm, dikuatkan pula oleh Al Imam Muhammad bin Musa Al Khawarizmi dan dirajihkan oleh Abul Khattab Ibnu Dihyah di dalam kitab beliau, At Tanwir fi Maulidil Basyarin Nadzir.
Sebagian lagi menguatkan bahwa Rasulullah dilahirkan pada tanggal 10 Rabi’ul Awwal sebagaimana yang dinukilkan pula oleh Ibnu Dihyah.
Adapun Ibnu Ishaq, maka beliau menyatakan dengan tegas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan pada tanggal 12 Rabiul Awwal. [4]
Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyebutkan,
“Adapun mengenai tanggal dan bulan kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka telah disebutkan ada berbagai pendapat tentangnya. Al Imam Ibnu Katsir telah menyebutkan di dalam kitab asal (al Bidayah wan Nihayah –pent.) semuanya disebutkan secara mu’allaq, tanpa sanad yang bisa kita analisa dengan ilmu musthalah hadits, kecuali pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah dilahirkan pada tanggal 8 Rabiu’ul Awwal.
Pendapat ini diriwayatkan oleh Al Imam Malik dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, salah seorang tabi’i yang mulia. Mungkin inilah yang menjadi sebab para ahli sejarah menshahihkan dan berpegang pada pendapat yang mengatakan bahwa Rasulullah dilahirkan pada tanggal 8 Rabiul Awwal. Pendapat ini dikuatkan oleh Al Hafizh Kabir Muhammad bin Musa Al Khawarizmi dan dirajihkan oleh Abul Khattab bin Dihyah. Adapun jumhur, mayoritas para ulama lebih menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa kelahiran Rasulullah di tanggal 12 Rabiul Awwal.”[5]
Penulis Sirah Nabawiyah kontemporer, Asy Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri dalam Ar Rahiqul Makhtum malah mengatakan bahwa yang benar bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal. Beliau mengatakan,
“Sayyidul Mursalin, Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam dilahirkan di tengah keluarga Bani Hasyim di kota Makkah pada Senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal di tahun peristiwa penyerangan pasukan gajah atau empat puluh tahun dari berlalunya kekuasaan Kisra Persia yang bernama Anusyiruwan [6]
Jika disesuaikan dengan penanggalan masehi maka bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April tahun 571 M. Hal ini sesuai dengan analisis seorang ilmuwan ternama, Muhammad Sulaiman Al Manshurfuri dan seorang ahli ilmu falak, Mahmud Basya.” [7]
Tidak Ada Konsekuensi Syar'i
Asy Syaikh Prof. DR Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al Abbad, guru besar di Universitas Islam Madinah mengatakan, “Penetapan tanggal kelahiran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidaklah memberikan konsekuensi sebuah hukum syar’i. Kalau memang penetapan tanggal tersebut memiliki konsekuensi hukum syar’I atau dianjurkan bagi kita untuk melakukan sebuah amalan di hari kelahiran tersebut maka tidak akan terjadi khilaf di kalangan para ulama dalam penetapan hari kelahiran Rasulullah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab tarikh.” [8]
Keajaiban Seputar Lahirnya Beliau
Disebutkan bahwa ketika beliau dilahirkan, terjadi tanda-tanda awal yang menunjukkan akan diutusnya Nabi seperti runtuhnya empat belas balkon istana kekaisaran Persia, padamnya api yang biasa disembah oleh kaum Majusi dan robohnya gereja-gereja di sekitar danau Sawah setelah airnya menyusut [9] Akan tetapi Muhammad Al Ghazali dalam Fiqih Sirah tidak memvalidkan riwayat ini. [10]
Ketika beliau dilahirkan, ayahnya yang bernama Abdullah telah meninggal dunia. Ibunya yang bernama Aminah lalu mengirim utusan ke kakeknya, Abdul Muththalib untuk memberitahukan kepadanya berita gembira kelahiran sang cucu. Kakeknya langsung datang dengan sukacita dan memboyong cucunya tersebut masuk ke Ka’bah; berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Kemudian memberi namanya Muhammad, padahal nama seperti ini tidak populer ketika itu di kalangan bangsa Arab, dan pada hari ketujuh kelahirannya, Abdul Muththalib mengkhitan beliau sebagaimana tradisi yang berlaku di kalangan bangsa Arab. [11]
Wallahu a’lam bisshawab.
**********
CATATAN KAKI:
[1] Ibnul Qayyim, Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khairil Ibaad, (Beirut: Muassasah Ar Risalah, 1994) jilid 1, hlm. 74.
[2] Muhammad bin Abdillah Al Ausyan, Ma Sya’a wa lam Yatsbut fi As Siirah An Nabawiyah, (Riyadh: Darut Thayyibah, 1428 H), hlm. 5.
[3] Muhammad bin Thoha, Al Aghshan An Nadiyah, (Kairo: Dar Ibnu Hazm, 2012) hlm. 24
[4] Ibnu Katsir, As Sirah An Nabawiyah (dari Kitab Al Bidayah wan Nihayah), tahqiq Musthafa Abdul Wahid, (Beirut: Darul Ma’rifah, 1976), hlm. 199.
[5] Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sirah An Nabawiyyah, (Amman: Maktabah Al Islamiyah, tt.) hlm. 13.
[6] Kisra I ini merupakan kakek dari Kisra II yang kelak dikemudian hari merobek-robek surat dari Rasulullah sampai akhirnya kerajaannya ditaklukkan oleh kaum muslimin.
[7] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 45.
[8] Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr, Syarah Al Arjuzah Al Mimiyah, hlm 21.
[9] Danau yang sekarang terletak di Negara Irak sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi.
[10] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 45.
[11] Ibid.
------------------------------------------------