Pada artikel yang terdahulu, kita telah gambarkan bagaimana para pemuka Quraisy mencari jalan untuk menjauhkan para jamaah haji dari dakwah yang digencarkan oleh Rasulullah. Usaha mereka tidaklah membuahkan hasil. Justru dakwah beliau lebih tersebar dan menjadi buah bibir di kalangan Arab. Ketika orang-orang Arab menyelesaikan ibadah haji dan kembali ke kampung halaman mereka, maka orang-orang Quraisy pun kembali memikirkan metode apa yang kiranya bakal digunakan dalam menghadapi dakwah Islamiyyah. Inilah beberapa langkah yang mereka tempuh:
MENGEJEK, MENGHINA, MERENDAHKAN, MENDUSTAI DAN MENERTAWAKAN DAKWAH RASULULLAH
Tujuan mereka adalah untuk merendahkan kaum Muslimin dan melemahkan semangat juang mereka. Mereka menuduh nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan tuduhan-tuduhan yang kerdil dan celaan-celaan yang nista. Mereka menjuluki beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebagai orang gila. Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan,
Tujuan mereka adalah untuk merendahkan kaum Muslimin dan melemahkan semangat juang mereka. Mereka menuduh nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan tuduhan-tuduhan yang kerdil dan celaan-celaan yang nista. Mereka menjuluki beliau shallallahu 'alaihi wasallam sebagai orang gila. Hal ini sebagaimana yang Allah firmankan,
وَقَالُوا يَاأَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
“Dan mereka berkata, "Wahai orang yang diturunkan kepadanya adz-Dzikr (Al Qur’an), sesungguhnya engkau adalah orang yang benar-benar gila.” (Al Hijr: 6)
Mereka juga menuduh beliau sebagai tukang sihir dan pendusta. Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata :"ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (Shaad: 4)
Apabila beliau shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk-duduk dan di sekitarnya sahabat-sahabat beliau yang berasal dari kalangan Al Mustadh'afun (orang-orang yang miskin dan lemah), mereka mengejek sembari berkata,
أَهَؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا
“Apakah mereka (para sahabat) itukah orang yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka di antara kita?” (Al An'am: 53)
Lalu Allah pun membantah ucapan mereka tersebut,
أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ
"Tidakkah Allah mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepadaNya)?" (Al An'am: 53)
Kondisi mereka sebenarnya persis sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah kepada kita, dalam firmanNya:
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ (29) وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ (30) وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ (31) وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ (32) وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ (33
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan, "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat, " padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin.” (Al Muthaffifin: 29-33)
Allah pun menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum musyrikin kepada Rasulullah ini telah terjadi pula pada rasul-rasul sebelum beliau. Allah berfirman,
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُونَ (10) قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ ثُمَّ انْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ (11
“Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (azab) olok-olokan mereka. Katakanlah, "Berjalanlah di muka bumi, kemudian perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (Al An’am: 10-11)
Membuat yang kesan buruk terhadap ajaran-ajaran yang dibawa oleh Rasulullah, menyebarkan kerancuan-kerancuan serta tuduhan-tuduhan dusta, menyiarkan pernyataan-pernyataan yang keliru seputar ajaran-ajaran, diri dan membunuh karakter beliau
Tindakan tersebut mereka maksudkan untuk membuat orang antipati kepada dakwah beliau serta tidak memberi kesempatan kepada orang-orang awam memikirkan kebenaran dakwah beliau.
Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah dongengan orang-orang terdahulu. Allah berfirman,
وَقَالُوا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ اكْتَتَبَهَا فَهِيَ تُمْلَى عَلَيْهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Mereka mengatakan, Al-Qur’an itu adalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang.” (Al Furqan: 5).
Mereka juga mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kedustaan yang dikarang-karang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَذَا إِلَّا إِفْكٌ افْتَرَاهُ وَأَعَانَهُ عَلَيْهِ قَوْمٌ آخَرُونَ فَقَدْ جَاءُوا ظُلْمًا وَزُورًا
“Dan orang-orang kafir berkata, "Al Qur’an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad, dan dia dibantu oleh kaum yang lain, " maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar.” (Al Furqan: 4)
Mereka juga mengatakan bahwa yang beliau sampaikan bukanlah wahyu. Mereka menuduh bahwa ada seseorang yang bukan dari Bangsa Arab yang mengajarkan Al Qur’an itu kepada Rasulullah,
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, "Sesungguhnya Al Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)." Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya adalah bahasa 'Ajam (non Arab), sedangkan Al Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang. (An Nahl: 103)
Mereka juga menyebarkan kerancuan bahwa kalau memang beliau adalah utusan Allah, maka mengapa beliau masih makan dan berada di pasar seperti manusia biasa lainnya?
Allah berfirman,
وَقَالُوا مَالِ هَذَا الرَّسُولِ يَأْكُلُ الطَّعَامَ وَيَمْشِي فِي الْأَسْوَاقِ
“Mereka juga sering mengatakan tentang Rasulullah, ‘Mengapa Rasul ini memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” (Al Furqan: 7)
Mereka mengatakan bahwa seharusnya Malaikatlah yang diturunkan untuk menyampaikan risalah tersebut,
لَوْلَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مَلَكٌ فَيَكُونَ مَعَهُ نَذِيرًا
“Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?” (Al Furqan: 7)
Padahal mereka telah mengetahui bahwa yang namanya rasul yang diutus kepada manusia dari zaman dulu adalah dari kalangan manusia, bukan dari kalangan malaikat. Sejak dari zamannya Nuh, Musa, Ibrahim dan seterusnya para Rasul semuanya berasal dari kalangan manusia, bukan malaikat. Untuk membantah ucapan mereka, Allah berfirman
قَالَتْ لَهُمْ رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَمَا كَانَ لَنَا أَنْ نَأْتِيَكُمْ بِسُلْطَانٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka, "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kalian melainkan dengan seizin Allah. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang beriman bertawakal.” (Ibrahim: 11)
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak contoh bantahan terhadap pernyataan-pernyataan yang mereka lontarkan semacam ini.
Menghalangi orang-orang agar tidak dapat mendengarkan Al-Qur’an dan mengimbanginya dengan dongengan-dongengan orang-orang dahulu serta membuat sibuk mereka dengan hal itu
Dahulu kaum musyrikin berusaha keras agar untuk memalingkan manusia dari mendengarkan Al-Quran yang dibacakan oleh Rasulullah. Allah ta’ala berfirman tentang apa yang mereka kerjakan,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
Dan orang-orang kafir berkata, "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka).” (Fusshilat: 26)
Dahulu An Nadhar bin Al Harits salah seorang gembong kaum musyirikin pergi ke Al-Hirah. Di sana dia mempelajari kisah-kisah yang dituturkan tentang raja-raja Persia. Kisah-kisah tentang Rustum dan Asvandiar. Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk-duduk di suatu majelis untuk mengingatkan manusia tentang Allah serta mengingatkan mereka tentang pembalasan-Nya, maka setelah beliau shallallahu 'alaihi wasallam melakukan hal itu, An-Nadhar berbicara kepada orang-orang sembari berkata, "Demi Allah! Wahai kaum Quraisy... Apa yang aku akan kisahkan kepada kalian ini lebih baik dari ucapan Muhammad.” Kemudian An Nadhar pun mengisahkan kepada mereka tentang cerita raja-raja Persia, Rustum dan Asvandiar. Setelah itu, dia mengatakan, “Bagaimana bisa ucapan Muhammad lebih bagus dari kisah yang aku tuturkan..."
Dalam riwayat Ibnu 'Abbas disebutkan bahwa An-Nadhar membeli seorang budak perempuan. Maka, setiap kali An-Nadhar mendengarkan ada seseorang yang tertarik terhadap Islam, maka dia segera menggandeng orang tersebut menuju budak perempuannya tadi, lalu berkata kepada budak perempuannya, “Beri dia makan, minum dan cukupi kebutuhannya.” Dia kemudian mengatakan kepada orang yang tertarik kepada dakwah tadi, “Ini adalah lebih baik dari apa yang diajak oleh Muhammad kepadamu".
Maka turunlah ayat mengenai dirinya, Allah berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ
"Dan diantara manusia ada yang mempergunakan lahwul hadits [1] untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah…". (Luqman: 6)
Wallahu a’lam bisshawab.
**********
CATATAN KAKI:
[1] Ibnu Katsir menyebutkan setiap perkataan yang menghalang-halangi ayat-ayat Allah dan mencegah untuk mengikuti jalan-Nya, itulah yang dinamakan lahwul hadis.
[2] Artikel ini merupakan ringkasan dari paparan Asy Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri dalam Ar Rahiqul Makhtum, halaman 98-102 (terbitan Dar Ibnil Jauzi, Riyadh)