artikel pilihan

Syaikh Dr. Shalih Fauzan bin Al Fauzan

Syaikh Dr. Shalih Fauzan bin Al Fauzan
Kumpulan Fatwa

Website Pendidikan Anak

Website Pendidikan Anak
kids.tauhid.or.id

Panduan Seputar Bulan Dzulhijjah

Panduan Seputar Bulan Dzulhijjah
Fikih Ibadah Qurban, Haji, Keutamaan Bulan Dzulhijjah

Panduan Muamalah Tanpa Riba

Panduan Muamalah Tanpa Riba
Seri Artikel Muamalah

Artikel Pilihan

artikel pilihan/module

Landasan Agama

landasan agama/carousel

Ibadah

ibadah/carousel

Muamalah

muamalah/carousel

Keluarga

keluarga/box

Adab & Akhlak

adab & akhlak/carousel

Sirah

sirah/carousel

Artikel Terbaru



KEUTAMAAN 10 HARI AWAL BULAN DZULHIJAH

KEUTAMAAN 10 HARI AWAL BULAN DZULHIJAH



Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah Azza wa Jalla berfirman,



وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” [Al-Fajr: 1]

Setelah menyebutkan sejumlah ucapan ulama tafsir tentang ayat di atas, seorang mufassir ternama, lbnu Jarir rahimahullâh, dalam Tafsir-nya, menyimpulkan bahwa “malam yang sepuluh” tersebut adalah malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan para ulama tafsir tentang hal tersebut.[1]

Ibnu Katsir rahimahullâh juga menguatkan hal tersebut sembari berkata, “Yang dimaksud dengan malam yang sepuluh” adalah sepuluh Dzulhijjah sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbâs, Ibnu AzZubair, Mujahid, dan ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (belakangan) selain mereka ….”
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman pula,


وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ.لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَات
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ….” [Al-Hajj: 27-28]
Menurut lbnu Katsir rahimahullâh, yang dimaksud dengan hari-hari yang telah ditentukan” dalam ayat di atas adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Beliau menukil hal tersebut dari Ibnu ‘Abbâs, Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallâhu ‘anhumâ, Mujâhid, Qatâdah, ‘Athâ`, Sa’îd bin Jubair, Al-Hasan, Adh-Dhahhâk, ‘Athâ` Al-Khurasâny, dan lbrahim An-Nakha’iy, serta merupakan pendapat Madzhab Asy-Syâfi’iy dan yang masyhur dari Ahmad –semoga Allah merahmati mereka seluruhnya-.

Berdasarkan keterangan-keterangan dari dua ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa sepuluh hari Dzulhijjah merupakan hari-hari yang memiliki fadhilah yang sangat besar bagi kaum muslimin.

Selain itu, bila kita memperhatikan berbagai ibadah yang disyariatkan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini, akan tampak dengan jelas berbagai keistimewaan sepuluh hari tersebut. Al-­Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh berkata, “Yang tampak adalah bahwa keistimewaan sepuluh hari Dzulhijjah adalah karena (hari-hari itu merupakan) tempat berkumpulnya pokok-pokok ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah dan haji, yang hal tersebut tidaklah terjadi pada (hari-hari) lain.”[2]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,


 مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tiada suatu hari pun yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. (Para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula (dilebihi oleh) jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘(Ya), tidak (pula) jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun dari hal tersebut.’.” [3]
Hadits di atas merupakan hadits pokok yang menjelaskan keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijjah yang mengandung beberapa pelajaran, di antaranya:

Pertama, menunjukkan keutamaan beramal kebaikan pada sepuluh hari awal Dzulhijjah sehingga keutamaan beramal pada hari-hari tersebut tidak terkalahkan oleh amalan apapun pada selain hari-hari itu, termasuk amalan jihad di jalan Allah yang tidak mengakibatkan seseorang mati syahid karenanya. Oleh karena itulah, para ulama salaf sangat mengagungkan hari-hari Dzulhijjah ini.

Abu Utsman An-Nahdy[4] rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya mereka (sahabat dan tabi’in) mengagungkan tiga sepuluh: sepuluh (hari) terakhir dari Ramadhan, sepuluh (hari) awal dari Dzulhijjah, dan sepuluh (hari) awal dari Muharram.”[5] Oleh karena itu, ini adalah suatu nikmat dan anugerah Allah kepada kaum muslimin agar mereka memanfaatkan sepuluh hari Dzulhijjah tersebut dengan sebaik mungkin.

Kedua, keterangan bahwa amalan shalih pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada amalan shalih yang bukan pada hari-hari tersebut menunjukkan bahwa segala amalan shalih pada sepuluh hari tersebut pahalanya dilipatgandakan.

Ketiga, frasa “amal shalih” yang dimaksud adalah sebuah konteks umum yang meliputi segala jenis amalan shalih, baik amalan shalih yang syariat dan tuntunannya dalam bulan Dzulhijjah telah tetap, seperti pelaksanaan haji, puasa ‘Arafah, hari An-Nahr (‘Idul Adha), berqurban, berpuasa, dan memperbanyak takbir, maupun amalan shalih yang merupakan hal yang disyariatkan atas setiap muslim pada segala keadaan, seperti ibadah-ibadah wajib, ibadah sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur`an, menyambung silaturahmi, dan berbakti kepada orang tua.

Keempat, dalam hal memperbandingkan antara sepuluh hari awal Dzulhijjah dan sepuluh malam akhir Ramadhan, terjadi silang pendapat di kalangan ulama tentang yang paling utama antara keduanya.

Ibnul Qayyim menukil dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, bahwa Syaikhul Islam menyatakan, “Fashlul khithâb ‘pendapat yang menuntaskan perselisihan’ adalah bahwa malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam-malam sepuluh (hari) awal Dzulhijjah karena Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam hal menunaikan ibadah pada malam-malam tersebut dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan terhadap malam-malam lain, sedangkan hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah lebih utama daripada hari-hari sepuluh terakhir Ramadhan berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs ini dan sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallamHari yang paling agung di sisi Allah adalah hari An-Nahr’[6] serta keutamaan yang datang dalam hari ‘Arafah[7].”[8]

Demikian pula keterangan Al-Mubarakfury rahimahullâh[9].

Dari Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim rahimahullâh juga menukil jawaban yang semakna, dengan redaksi yang lebih ringkas, sembari menyifatkan jawaban itu sebagai jawaban yang sangat memuaskan lagi mencukupi. Beliau juga menyatakan bahwa siapa saja yang menjawab bukan dengan rincian beliau, ia tidak mungkin membawakan argumen yang benar.[10]

Namun, Ibnu Rajab rahimahullâh memandang bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Bagi beliau, hadits-hadits tentang lebih utamanya sepuluh hari awal Dzulhijjah berlaku umum untuk malam dan siang hari[11].


Wallâhu A’lam.

______________________________

[1] Jâmi’ul Bayân 12/559.
[2] Fathul Bâry 2/460.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 969, Abu Dâwud no. 2438, At-Tirmidzy no. 756 (lafazh hadits adalah milik beliau), dan Ibnu Mâjah no. 1727.
[4] Beliau adalah Abdurrahman bin Mull, salah seorang ulama tabi’in yang wafat pada tahun 95 H.
[5] Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dalam Ash-Shalâhsebagaimana dalam Ad-Durr Al-Mandzûr 8/502 karya As-Suyuthy. Baca pulalah Lathâ’if Al-Ma’ârif hal. 31 karya Ibnu Rajab (cet. Maktabah Ar-Riyadh Al-Haditsiyah).
[6] Takhrîj-nya akan disebutkan.
[7] hadits tentang keutamaan hari ‘Arafah akan disebutkan.
[8] Demikian nash ucapan Ibnu Taimiyah yang dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim, dalam Tahdzîb As-Sunan 6/315.
[9] Bacalah kitab beliau, Tuhfatul Ahwâdzy, pada penjelasan hadits no. 506 dari Sunan At-Tirmidzy (Abwâb Ash-Shiyâm Bab fi Amal fi Ayyâm At-Tasyrîq).
[10] Bacalah Badâ`i’ul Fawâ`id 3/683.
[11] Bacalah keterangan beliau dalam Lathâ`if Al-Ma’ârif hal. 282.


_______________________

Ditulis Oleh Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN



Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah Azza wa Jalla berfirman,



وَالْفَجْرِ. وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” [Al-Fajr: 1]

Setelah menyebutkan sejumlah ucapan ulama tafsir tentang ayat di atas, seorang mufassir ternama, lbnu Jarir rahimahullâh, dalam Tafsir-nya, menyimpulkan bahwa “malam yang sepuluh” tersebut adalah malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan para ulama tafsir tentang hal tersebut.[1]

Ibnu Katsir rahimahullâh juga menguatkan hal tersebut sembari berkata, “Yang dimaksud dengan malam yang sepuluh” adalah sepuluh Dzulhijjah sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbâs, Ibnu AzZubair, Mujahid, dan ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (belakangan) selain mereka ….”
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman pula,


وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ.لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَات
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan ….” [Al-Hajj: 27-28]
Menurut lbnu Katsir rahimahullâh, yang dimaksud dengan hari-hari yang telah ditentukan” dalam ayat di atas adalah sepuluh hari Dzulhijjah. Beliau menukil hal tersebut dari Ibnu ‘Abbâs, Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallâhu ‘anhumâ, Mujâhid, Qatâdah, ‘Athâ`, Sa’îd bin Jubair, Al-Hasan, Adh-Dhahhâk, ‘Athâ` Al-Khurasâny, dan lbrahim An-Nakha’iy, serta merupakan pendapat Madzhab Asy-Syâfi’iy dan yang masyhur dari Ahmad –semoga Allah merahmati mereka seluruhnya-.

Berdasarkan keterangan-keterangan dari dua ayat di atas, bisa disimpulkan bahwa sepuluh hari Dzulhijjah merupakan hari-hari yang memiliki fadhilah yang sangat besar bagi kaum muslimin.

Selain itu, bila kita memperhatikan berbagai ibadah yang disyariatkan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini, akan tampak dengan jelas berbagai keistimewaan sepuluh hari tersebut. Al-­Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh berkata, “Yang tampak adalah bahwa keistimewaan sepuluh hari Dzulhijjah adalah karena (hari-hari itu merupakan) tempat berkumpulnya pokok-pokok ibadah, yaitu shalat, puasa, shadaqah dan haji, yang hal tersebut tidaklah terjadi pada (hari-hari) lain.”[2]

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Hal tersebut dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,


 مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ. فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tiada suatu hari pun yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini. (Para sahabat) bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tidak pula (dilebihi oleh) jihad di jalan Allah?’ Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘(Ya), tidak (pula) jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun dari hal tersebut.’.” [3]
Hadits di atas merupakan hadits pokok yang menjelaskan keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijjah yang mengandung beberapa pelajaran, di antaranya:

Pertama, menunjukkan keutamaan beramal kebaikan pada sepuluh hari awal Dzulhijjah sehingga keutamaan beramal pada hari-hari tersebut tidak terkalahkan oleh amalan apapun pada selain hari-hari itu, termasuk amalan jihad di jalan Allah yang tidak mengakibatkan seseorang mati syahid karenanya. Oleh karena itulah, para ulama salaf sangat mengagungkan hari-hari Dzulhijjah ini.

Abu Utsman An-Nahdy[4] rahimahullâh berkata, “Sesungguhnya mereka (sahabat dan tabi’in) mengagungkan tiga sepuluh: sepuluh (hari) terakhir dari Ramadhan, sepuluh (hari) awal dari Dzulhijjah, dan sepuluh (hari) awal dari Muharram.”[5] Oleh karena itu, ini adalah suatu nikmat dan anugerah Allah kepada kaum muslimin agar mereka memanfaatkan sepuluh hari Dzulhijjah tersebut dengan sebaik mungkin.

Kedua, keterangan bahwa amalan shalih pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah lebih utama daripada amalan shalih yang bukan pada hari-hari tersebut menunjukkan bahwa segala amalan shalih pada sepuluh hari tersebut pahalanya dilipatgandakan.

Ketiga, frasa “amal shalih” yang dimaksud adalah sebuah konteks umum yang meliputi segala jenis amalan shalih, baik amalan shalih yang syariat dan tuntunannya dalam bulan Dzulhijjah telah tetap, seperti pelaksanaan haji, puasa ‘Arafah, hari An-Nahr (‘Idul Adha), berqurban, berpuasa, dan memperbanyak takbir, maupun amalan shalih yang merupakan hal yang disyariatkan atas setiap muslim pada segala keadaan, seperti ibadah-ibadah wajib, ibadah sunnah, shalat malam, membaca Al-Qur`an, menyambung silaturahmi, dan berbakti kepada orang tua.

Keempat, dalam hal memperbandingkan antara sepuluh hari awal Dzulhijjah dan sepuluh malam akhir Ramadhan, terjadi silang pendapat di kalangan ulama tentang yang paling utama antara keduanya.

Ibnul Qayyim menukil dari gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh, bahwa Syaikhul Islam menyatakan, “Fashlul khithâb ‘pendapat yang menuntaskan perselisihan’ adalah bahwa malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan lebih utama daripada malam-malam sepuluh (hari) awal Dzulhijjah karena Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh dalam hal menunaikan ibadah pada malam-malam tersebut dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan terhadap malam-malam lain, sedangkan hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah lebih utama daripada hari-hari sepuluh terakhir Ramadhan berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs ini dan sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallamHari yang paling agung di sisi Allah adalah hari An-Nahr’[6] serta keutamaan yang datang dalam hari ‘Arafah[7].”[8]

Demikian pula keterangan Al-Mubarakfury rahimahullâh[9].

Dari Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim rahimahullâh juga menukil jawaban yang semakna, dengan redaksi yang lebih ringkas, sembari menyifatkan jawaban itu sebagai jawaban yang sangat memuaskan lagi mencukupi. Beliau juga menyatakan bahwa siapa saja yang menjawab bukan dengan rincian beliau, ia tidak mungkin membawakan argumen yang benar.[10]

Namun, Ibnu Rajab rahimahullâh memandang bahwa pendapat di atas adalah pendapat yang jauh dari kebenaran. Bagi beliau, hadits-hadits tentang lebih utamanya sepuluh hari awal Dzulhijjah berlaku umum untuk malam dan siang hari[11].


Wallâhu A’lam.

______________________________

[1] Jâmi’ul Bayân 12/559.
[2] Fathul Bâry 2/460.
[3] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry no. 969, Abu Dâwud no. 2438, At-Tirmidzy no. 756 (lafazh hadits adalah milik beliau), dan Ibnu Mâjah no. 1727.
[4] Beliau adalah Abdurrahman bin Mull, salah seorang ulama tabi’in yang wafat pada tahun 95 H.
[5] Diriwayatkan oleh Muhammad bin Nashr Al-Marwazy dalam Ash-Shalâhsebagaimana dalam Ad-Durr Al-Mandzûr 8/502 karya As-Suyuthy. Baca pulalah Lathâ’if Al-Ma’ârif hal. 31 karya Ibnu Rajab (cet. Maktabah Ar-Riyadh Al-Haditsiyah).
[6] Takhrîj-nya akan disebutkan.
[7] hadits tentang keutamaan hari ‘Arafah akan disebutkan.
[8] Demikian nash ucapan Ibnu Taimiyah yang dinukil oleh muridnya, Ibnul Qayyim, dalam Tahdzîb As-Sunan 6/315.
[9] Bacalah kitab beliau, Tuhfatul Ahwâdzy, pada penjelasan hadits no. 506 dari Sunan At-Tirmidzy (Abwâb Ash-Shiyâm Bab fi Amal fi Ayyâm At-Tasyrîq).
[10] Bacalah Badâ`i’ul Fawâ`id 3/683.
[11] Bacalah keterangan beliau dalam Lathâ`if Al-Ma’ârif hal. 282.


_______________________

Ditulis Oleh Ustadz Dzulqarnain M. Sunusi
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

LANDASAN DISYARIATKANYA QURBAN

LANDASAN DISYARIATKANYA QURBAN


Pertanyaan Kelima dari Fatwa Nomor 5179

Pertanyaan: Apakah ada perintah untuk berqurban dalam Alquran dan apa ayatnya?

Jawaban: Diriwayatkan dari Qatadah, Atha' dan Ikrimah bahwa maksud dari kata shalat dan menyembelih dalam firman Allah Ta'ala Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.(1) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. adalah shalat Idul Adha dan menyembelih qurban. Dan yang benar bahwa maksudnya adalah Allah Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk mempersembahkan shalat-shalat fardhu maupun sunnah dan qurbannya semata-mata untuk Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, berdasarkan firman Allah Ta`ala kepada Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam:

 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" [QS. Al-An'am: 162-163]
Adapun sunnah berqurban telah diriwayatkan melalui perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bukanlah suatu kemestian seluruh hukum (harus) diterangkan secara rinci dalam Alquran akan tetapi cukup untuk menjadi sebuah hukum ketika ada riwayat dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, berdasarkan firman Allah Ta'ala


وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.." [QS. Al-Hasyr: 7]
Dan firman Allah Ta`ala


وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ 
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka..." [QS An-Nahl: 44]
Juga dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
"Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah" [QS An-Nisa: 80]
Dan masih banyak ayat-ayat lain yang senada.


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.



__________________________

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta'
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa
  • Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz  (Ketua)
  • Abdurrazzaq `Afifi  (Wakil Ketua)
  • Bakar Abu Zaid Abdul (Anggota)
  • Aziz Alu asy-Syaikh  (Anggota)
  • Shalih al-Fawzan (Anggota)
  • Abdullah bin Ghadyan  (Anggota)



Pertanyaan Kelima dari Fatwa Nomor 5179

Pertanyaan: Apakah ada perintah untuk berqurban dalam Alquran dan apa ayatnya?

Jawaban: Diriwayatkan dari Qatadah, Atha' dan Ikrimah bahwa maksud dari kata shalat dan menyembelih dalam firman Allah Ta'ala Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.(1) Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. adalah shalat Idul Adha dan menyembelih qurban. Dan yang benar bahwa maksudnya adalah Allah Ta'ala memerintahkan Rasul-Nya Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk mempersembahkan shalat-shalat fardhu maupun sunnah dan qurbannya semata-mata untuk Allah yang tiada sekutu bagi-Nya, berdasarkan firman Allah Ta`ala kepada Rasulullah Shallalahu 'Alaihi wa Sallam:

 قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ * لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)" [QS. Al-An'am: 162-163]
Adapun sunnah berqurban telah diriwayatkan melalui perkataan dan perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bukanlah suatu kemestian seluruh hukum (harus) diterangkan secara rinci dalam Alquran akan tetapi cukup untuk menjadi sebuah hukum ketika ada riwayat dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, berdasarkan firman Allah Ta'ala


وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.." [QS. Al-Hasyr: 7]
Dan firman Allah Ta`ala


وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ 
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka..." [QS An-Nahl: 44]
Juga dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:


مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
"Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah" [QS An-Nisa: 80]
Dan masih banyak ayat-ayat lain yang senada.


Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.



__________________________

Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta'
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa
  • Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz  (Ketua)
  • Abdurrazzaq `Afifi  (Wakil Ketua)
  • Bakar Abu Zaid Abdul (Anggota)
  • Aziz Alu asy-Syaikh  (Anggota)
  • Shalih al-Fawzan (Anggota)
  • Abdullah bin Ghadyan  (Anggota)


adv/https://www.aamfa.org|https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSKp9RTmnr2oQ0aL7sbOS8hKJVz0WAQrXsMlgeX-BGNlhzh7iysmnIGEy243OfCwSPx4IcZSGhN9BeR03cWmCrq8e2sIvvasMPn2xIh46k61JGwGhTtfgIrE5W7Ny-oJ_TikpcQuoN4D4/s1600/banneraamfa+-+Copy.jpg
adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course