Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta.
Shalawat dan salam untuk nabi kita Muhammad dan keluarga beliau serta para
shahabatnya seluruhnya.
Sesungguhnya Al-Qur`an dan Sunnah telah
menganjurkan untuk membangun masjid di kampung-kampung dan desa serta negeri-negeri,
agar mengumpulkan kaum muslimin di dalamnya untuk menegakkan shalat wajib
lima waktu dengan berjamaah, dan untuk tujuan selainnya dari hal-hal
peribadahan dan yang berhubungan dengannya. Dan sungguh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallamtelah mewajibkan shalat kepada para shahabatnya untuk
berjamaah ketika berada di tempat atau dalam perjalanan, hingga di saat kondisi
dalam ketakutan berhadapan dengan musuh.
Dan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah
menyifatkan orang yang tertinggal dari shalat tersebut dengan kemunafikan.
Beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat yang berat dilaksanakan bagi orang-orang
yang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Jikalau mereka tahu akan
keutamaan yang ada pada kedua shalat itu, maka mereka pasti akan mendatanginya
walaupun dengan merangkak. Dan sungguh Saya sangat berkeinginan untuk
memerintahkan agar shalat dilaksanakan dan Saya perintahkan seseorang untuk
memimpin shalat dengan manusia, sehingga Saya bersama beberapa orang
mengumpulkan kayu bakar untuk orang-orang yang tidak menghadiri shalat,
kemudian Saya bakar rumah-rumah mereka dengan api.”
Dan juga beliau bersabda, “Barang siapa yang
mendengar adzan namun tidak menjawabnya (dengan menghadirinya; -penj.) maka
tidak ada shalat baginya kecuali karena adanya udzur.” Dan juga beliau bersabda
kepada seorang yang buta, ketika itu ia meminta idzin kepada beliau untuk
shalat di rumah karena adanya penghalang yang memberatkannya antara rumahnya
dan masjid, maka Nabi bersabda kepadanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia
menjawab, “Ya”, kemudian Nabi bersabda, “Jika begitu, jawablah adzan tersebut
(dengan menghadiri shalat ; -penj.), karena saya tidak melihat adanya udzur
bagimu.”
Ini semua menunjukkan akan kewajiban shalat
berjamaah bagi setiap individu. Oleh karena itulah kaum muslimin, setelah
Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam senantiasa memperhatikan dan menjaga syiar
agama yang mulia ini, berjamaah di masjid, dan mereka dulu senantiasa
mendatangi orang-orang yang meninggalkannya tanpa udzur dengan menasihati
mereka dan menekankan mereka untuk menauladani Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam dalam hal tersebut yang senantiasa menekankan
kewajibannya dan beratnya dosa bagi yang meninggalkannya tanpa udzur. Hingga
Abdullah bin Mas’ud radhiyallâhu ‘anhu berkata, “Sungguh kami telah
melihat bahwasanya tidaklah ada yang tertinggal dari shalat kecuali orang
tersebut munafik yang telah diketahui kemunafikannya.”
Dan sungguh, telah beredar di hari-hari ini,
ucapan-ucapan dari penulis yang bernama Khalid bin ‘Âdziy Al-Ghanâmiy, ia
menulis kalimat-kalimat di lembaran-lembaran yang berisi peremehan terhadap
kedudukan shalat berjamaah. Ia berkata, ‘Shalat berjamaah itu bukanlah sebuah
kewajiban.” Dan di akhir kumpulan ucapan-ucapannya di buku yang ia beri judul
dengan ‘Bolehnya Bagi Pria untuk Shalat di Rumahnya’, ia paparkan penyampaian
studi fiqih dari hadits-hadits untuk menghukumi shalat berjamaah. Dan buku ini
dicetak di Mesir dan dimasukkan ke negeri Kerajaan Saudi sehingga membingungkan
sebagian manusia dan membuka pintu kemalasan, dan membuat semakin berani para
munafik yang mereka memang meninggalkan shalat berjamaah sejak zaman Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam hingga masa kita sekarang dan mereka membuat hal
tersebut memecah belah kaum muslimin.
Sandaran kitab ini pada dua syubhat (kerancuan
berfikir; penj.). Syubhat pertama, terdapat beberapa hadits-hadits yang
menunjukkan sahnya shalat sendirian, dan tidaklah menunjukkan berdosa dengan
meninggalkan shalat berjamaah, dan beda antara sahnya shalat sendiri namun berdosa,
dengan permasalahan wajibnya shalat berjamaah dan dosa bagi yang
meninggalkannya. Terkadang bias jadi sesuatu itu tetap sah namun berdosa dengan
meninggalkan sebuah kewajiban dari kewajiban-kewajiban. Dan demikianlah
keadaannya shalat sendirian tanpa udzur, shalatnya sah namun berdosa karena
meninggalkan pelaksanaannya dengan berjamaah.
Syubhat kedua, ia menukil dari beberapa ulama
yang berpendapat tidak wajibnya shalat berjamaah, dan dimaklumi bahwasanya
pendapat seorang ulama jika menyelisihi dalil tidaklah diterima, sebab yang
menjadi hujjah adalah sabda rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam bukan
ucapan selain beliau. Dan para ulama tersebut yang berpendapat tidak
diwajibkannya shalat dengan berjamaah, mereka semua tidaklah pernah
melaksanakan shalat di rumah-rumah mereka sendiri, bahkan mereka senantiasa
menjaga mengerjakan shalat berjamaah di masjid, sehingga mereka itu sepakat
sama dalam amalannya.
Berdasarkan hal itu, maka Saya memperingatkan
bagi yang menyebarkan buku ini dan menjadikannya sebagai pegangan. Sekaligus
Saya meminta si penulis Khâlid Al-Ghanâmiy untuk rujuk kepada kebenaran. Rujuk
kepada kebenaran itu adalah sebuah keutamaan.
Imam Syafi’iy rahimahullâh telah berkata,
“Telah sepakat para ulama kaum muslimin, bahwasanya barangsiapa yang telah
jelas baginya sunnah rasul shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka tidak boleh baginya
untuk meninggalkannya karena ucapan seseorang.” Dan berkata Imam Ahmad rahimahullâh,
“Saya heran terhadap kaum yang telah mengetahui sanad (ilmu tentang para periwayat
hadits; penj.) dan juga mengetahui keshahihannya, namun justru berpendapat
dengan pendapatnya Sufyan.” Dan Allah Ta’âlâ berfirman,
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” [An-Nisâ`: 63]
Semoga Allah memberi taufik kepada semuanya
untuk mengenal kebenaran dan beramal dengannya, shalawat dan salam semoga
tercurah untuk nabi kita Muhammad.
Link terkait
------------------------------------------------
Link terkait