Dari Kitab Durus Minal Qur’an Al-Karim karya Dr. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, 66-78
**********
Surat Al-Baqarah adalah surat kedua di mushaf.
Dinamakan surat Al-Baqarah (Sapi Betina)
karena Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan di surat ini kisah sapi betina
yang bani israil diperintahkan untuk menyembelihnya untuk mengetahui pelaku
pembunuhan yang samar siapa pelakunya.
Surat ini adalah surat yang agung. Terkandung padanya ilmu yang sangat banyak pada perkara akidah,
hukum-hukum, kisah-kisah umat terdahulu dan selainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam memotivasi kita untuk mempelajari surat Al-Baqarah. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَعَلَّمُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا يَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ
“Pelajarilah surat Al-Baqarah, mengambilnya adalah berkah, meninggalkannya adalah penyesalan dan tidak mampu dikalahkan para batholah.”[1]
Yaitu : para syaithan tidak mampu untuk
tinggal di tempat yang surat ini dibaca pada tempat tersebut. Sebagaimana
disebutkan dalam suatu hadits:
إنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ البَقرَةِ رواه مسلم
“Sesungguhnya syaithan kabur dari rumah yang surat Al-Baqarah dibaca di situ.” [HR. Muslim][2]
Makna
mempelajari dan mengambilnya adalah mempelajari bacaannya dengan benar dan juga
mempelajari makna dan tafsirnya. Dan bukanlah maksudnya hanya sekedar
membacanya saja, atau sekedar mempelajari bacaannya saja.
Yang diinginkan adalah mempelajari bacaannya
sekaligus mempelajari makna-maknanya sehingga diamalkan. Karena itulah salah
seorang sahabat berkata:
“Dulu kami tidak melampaui sepuluh ayat sampai kami mempelajari makna-maknanya dan beramal dengannya, maka kami mempelajari ilmu dan amal semuanya.”[3]
Inilah yang
dimaksud dari mempelajari Al-Baqarah dan selainnya dari Al-Qur’an, mempelajari
bagaimana membacanya dengan benar serta mempelajari makna-makna dan tafsirnya
dengan tujuan untuk mengamalkan dan mengaplikasikannya. Firman
Allah ta’ala:
الٓمٓ ١
“Alif Lam Miim”
Allah membuka surat ini dengan firmanNya:
الٓمٓ ١
“Alif Lam Miim”
Dan ini
adalah potongan huruf-huruf. Allah membuka surat-surat lain dengan potongan-potongan
huruf seperti ini. Di antaranya : الٓمٓصٓ , الٓمٓرۚ, كٓهيعٓصٓ, طه, يسٓ, صٓۚ, حمٓ, قٓۚ, عٓسٓقٓ حمٓ
Ulama berbeda pendapat terhadap ayat-ayat seperti ini yang terbagi pada banyak pendapat. Kita cukupkan pada dua pendapat:
Pendapat
pertama: Mayoritas ulama berpendapat bahwasanya ayat-ayat seperti ini
dibiarkan sebagaimana adanya karena ayat-ayat ini termasuk yang Allah simpan
ilmunya di sisi Allah sehingga tidak dibahas karena tidak ada dalil untuk membahasnya
dan hal yang menunjukkan maksudnya.
Pendapat
kedua: Bahwasanya huruf-huruf ini adalah isyarat kepada kemu’jizatan Al-Qur’an.
Allah menurunkan Al-Qur’an yang tersusun dari huruf-huruf ini yang mana bangsa
Arab juga menggunakan huruf-huruf ini di dalam percakapan mereka. Dalam keadaan
demikian , mereka tidak mampu untuk mendatangkan yang semisal Al-Qur’an atau
yang semisal satu surat atau ayat.
Ini adalah isyarat kemu’jizatan Al-Qur’an.
Karena itu –kebanyakannya- jika terdapat ayat-ayat ini maka setelahnya adalah
penyebutan Al Qur’an, sebagaimana di surat ini :
الٓمٓ ١ ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ لَا رَيۡبَۛ فِيهِۛ هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢
“Alif Laam Miim. Ini adalah kitab yang tiada keraguan padanya sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” [Al-Baqarah : 1-2]
Dan firman
Allah ta’ala di awal surat Al-A’raf :
الٓمٓصٓ ١ كِتَٰبٌ أُنزِلَ إِلَيۡكَ فَلَا يَكُن فِي صَدۡرِكَ حَرَجٞ مِّنۡهُ لِتُنذِرَ بِهِۦ وَذِكۡرَىٰ لِلۡمُؤۡمِنِينَ ٢
“Alim laam miim shood. (Inilah) Kitab yang diturunkan kepadamu (Muhammad); maka janganlah engkau sesak dada karenanya, agar engkau memberi peringatan dengan (Kitab) itu dan menjadi pelajaran bagi orang yang beriman.” [Al A’raf : 1-2]
Dan
firmanNya:
قٓۚ وَٱلۡقُرۡءَانِ ٱلۡمَجِيدِ
“Qaaf Demi Al-Qur’an Yang Mulia” [Qaf : 1]
Dan firmanNya:
صٓۚ وَٱلۡقُرۡءَانِ ذِي ٱلذِّكۡرِ
“Shaad. Demi Al-Qur’an yang mengandung peringatan.” [Shad : 1]
Dan
firmanNya:
الٓمٓ ١ تَنزِيلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَا رَيۡبَ فِيهِ مِن رَّبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ
“Alif laam miim. Turunnya Al-Qur’an itu tidak ada keraguan padanya, (yaitu) dari Rabb semesta alam.” [As-Sajadah : 1-2]
Dan
selainnya.
Ini semua
menunjukkan kemu’jizatan Al-Qur’an. Yaitu bahwasanya Al-Qur’an tersusun dari
huruf-huruf seperti ini, dan dalam keadaan demikian kalian tidak mampu untuk
mendatangkan yang semisal Al Qur’an, bahkan semisal satu surat saja. Pendapat ini kuat, disebutkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan selainnya. Firman Allah ta’ala:
ذَٰلِكَ ٱلۡكِتَٰبُ
“Ini adalah kitab”
ذا (dzaa) adalah kata
isyarat, huruf (اللام)
laam menunjukkan jauhnya, dan (الكاف)
kaaf adalah huruf menunjukkan lawan bicara.
Ini adalah isyarat kepada kitab ini
yaitu Al-Qur’an sebagai bentuk isyarat pengagungan dan pemuliaan, yaitu tidak
ada yang serupa dengan kitab ini. Dan Al-Qur’an adalah kitab teragung yang
diturunkan oleh Allah ta’ala.
Kemudian
Allah berfirman:
لَا رَيۡبَۛ فِيهِ
“Tiada keraguan padanya”
Allah
nafikan dari Al Qur’an keraguan. Tidak ada sedikitpun keraguan dan kebatilan
padanya.
وَلَوۡ كَانَ مِنۡ عِندِ غَيۡرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ ٱخۡتِلَٰفٗا كَثِيرٗا
“Seandainya Al-Qur’an itu dari selain Allah niscaya mereka akan dapatkan padanya perselisihan yang banyak” [An-Nisa : 82]
Dan firman
Allah ta’ala :
Ini adalah sifat kedua bagi Al Qur’an. (الهدى) Al-Huda maknanya adalah petunjuk dan bimbingan kepada jalan yang benar. Maka Al Qur’an, padanya terdapat petunjuk dan bimbingan kepada jalan kebenaran dan jalan ke surga. Dan Al Huda terbagi menjadi dua, huda atau hidayah petunjuk dan bimbingan, dan hidayah taufik dan ilham, atau hidayah hati. Al Qur’an adalah petunjuk bagi orang yang bertakwa.
هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ
“Sebagai petunjuk bagi orang-orang bertakwa”
Ini adalah sifat kedua bagi Al Qur’an. (الهدى) Al-Huda maknanya adalah petunjuk dan bimbingan kepada jalan yang benar. Maka Al Qur’an, padanya terdapat petunjuk dan bimbingan kepada jalan kebenaran dan jalan ke surga. Dan Al Huda terbagi menjadi dua, huda atau hidayah petunjuk dan bimbingan, dan hidayah taufik dan ilham, atau hidayah hati. Al Qur’an adalah petunjuk bagi orang yang bertakwa.
(المتقون) Al-Muttaquun adalah kata
jamak dari (متقٍ) muttaqin yaitu siapa yang
memiliki sifat takwa. Dan takwa (التقوى)
adalah engkau menjadikan antara dirimu dan kemurkaan dan adzab Allah perisai
yang melindungimu darinya, yaitu dengan taat kepada Allah dan RasulNya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka yang dimaksudkan dengan Al Muttaqiin (المتقين) adalah mereka yang
menjadikan antara diri mereka dan adzab Allah perisai berupa ketaatan kepada
Allah subhanahu wa ta’ala.
Para ulama
mendefinisikan bahwasanya takwa adalah: engkau melakukan ketaatan kepada Allah
di atas cahaya Allah (ilmu) mengharapkan pahala dari Allah, dan engkau
meninggalkan apa yang Allah larang di atas cahaya Allah (ilmu) karena takut
dari hukuman Allah.
Inilah takwa, yang ringkasnya adalah engkau jadikan antara
dirimu dan sesuatu yang tidak disukai penghalang dimana sesuatu yang dibenci
tersebut tidak akan mencapaimu. Kalau tidak ada takwa maka tidak diragukan lagi
dirimu terancam dengan adzab Allah.
Mengapa
Allah mengkhususkan orang-orang yang bertakwa di dalam penyebutan padahal
hidayah adalah untuk seluruh manusia sebagaimana firman Allah ta’ala di tengah
surat ini:
شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ
“Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya Al Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia” [Al-Baqarah : 185]
Jawabannya: Allah mengkhususkan orang-orang yang bertakwa di ayat ini (Al-Baqarah : 2)
karena merekalah yang bisa mengambil manfaat dari petunjuk Al-Qur’an dan
mendapatkan hidayah darinya. Adapun selain mereka maka telah tegak atas mereka
hujjah dan telah putus udzur mereka karena sudah tidak tersisa lagi udzur bagi
mereka di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Kemudian
ketika Allah menyebutkan bahwasanya Al-Qur’an ini adalah petunjuk, Allah
membagi manusia terhadap hidayah Al-Qur’an menjadi tiga golongan:
- Mereka yang beriman kepada Al-Qur’an secara
dhohir dan batin serta melaksanakan hukum-hukumnya baik perintah maupun
larangan.
- Mereka yang mengingkari dan kufur terhadap
Al-Qur’an dhohir dan batin.
- Mereka yang dhohirnya beriman akan tetapi mengingkari dan kufur terhadap Al-Qur’an secara batin.(Bersambung ke bag 2)
[1] HR. Ahmad dari hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu no. 23338 (7/618)
[2] HR. Muslim
dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu. Kitab Shalatil Musafirin bab 29 no
780 (3/310)
[3] Sebagaimana
dihikayatkan dari sejumlah mereka di antaranya Abu Abdirrahman As-Sulamy.
Dikeluarkan Ibnu Jarir At-Thabary di tafsirnya (1/80)
Sumber:
Kitab Durus Minal Qur’an Al-Karim karya Prof. Dr. Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan,
66-78
Oleh : Asy-Syaikh Dr. Shalih Fauzan Al-Fauzan hafizhahullah
Penerjemah : Ustadz Ayyub Abu Ayyub