artikel pilihan


5 KARAKTER ORANG BERTAKWA #2


Dari Kitab Durus Minal Qur’an Al-Karim karya Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, 66-78

**********

Allah membagi manusia terhadap hidayah Al-Qur’an menjadi tiga golongan:
  1. Mereka yang beriman kepada Al Qur’an secara dhahir dan batin serta melaksanakan hukum-hukumnya baik perintah maupun larangan.
  2. Mereka yang mengingkari dan kufur terhadap Al Qur’an dhahir dan batin.
  3. Mereka yang dhahirnya beriman akan tetapi mengingkari dan kufur terhadap Al Qur’an secara batin.
Golongan pertama mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Allah menyebutkan tiga ayat tentang mereka yaitu firmanNya:

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ٣ وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ ٤ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ٥
“Yaitu orang-orang yang beriman terhadap perkara-perkara ghaib, mendirikan shalat dan menginfakkan sebagian dari yang Kami rezekikan kepada mereka. Dan orang-orang yang beriman terhadap apa yang diturunkan kepadamu (Al Qur’an) dan apa yang diturunkan sebelummu dan mereka yakin terhadap hari akhirat. Mereka inilah yang berada di atas petunjuk dari Rabb mereka dan mereka inilah orang-orang yang sukses. [Al Baqarah : 3-5]
Tiga ayat ini terkandung padanya 5 sifat bagi orang-orang yang bertakwa:


Sifat Pertama:


ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ 

“Yaitu mereka yang beriman kepada perkara gaib...”

Yaitu mereka membenarkan apa-apa yang diberitakan oleh Allah ta’ala atau apa-apa yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perkara-perkara yang gaib yang mereka tidak atau belum melihatnya. Mereka benarkan berita-berita tersebut semata-mata karena itu adalah berita dari Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perkara ghaib adalah setiap perkara yang tidak terlihat apakah dari perkara-perkara yang terjadi di masa lalu, atau yang akan terjadi di masa akan datang dan juga dari alam-alam lain yang tidak terlihat akan tetapi Allah beritakan tentangnya.

Perkara pertama dari keimanan terhadap yang ghaib adalah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan nama-namaNya yang Husna dan sifat-sifatNya yang sempurna. Yang demikian itu karena orang-orang yang beriman, mereka tidak melihat Rabb mereka di kehidupan dunia ini. Akan tetapi mereka beriman kepadaNya dan mengenalNya melalui ayat-ayat kauniyah yaitu makhluk-makhlukNya yang tampak, yang menunjukkan akan keberadaan Allah dan keagunganNya.

Begitu juga mereka mengenal Allah melalui ayat-ayat Al Qur’an yang dibaca. Dan sebelumnya mereka telah mengenal Allah melalui fitrah mereka yang bersih yang Allah ciptakan manusia di atas fitrah tersebut. Allah ta’ala adalah bukti atas segala sesuatu dan Allah tidak butuh terhadap bukti yang menetapkanNya kecuali seorang yang sudah rusak fitrahnya dan dipalingkan oleh syaithan.

Dari perkara keimanan terhadap perkara yang ghaib adalah keimanan kepada para malaikat Allah. Dan mereka termasuk dari makhluk-makhluk yang diimani keberadaannya walaupun tidak bisa dilihat.

Demikian juga keimanan terhadap jin (alam yang lain dari manusia). Maka seorang mukmin mengimani keberadaan mereka walaupun tidak melihatnya, karena Allah dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang mereka.

Begitu pula keimanan terhadap perkara-perkara yang terjadi pada masa lampau, seperti berita-berita tentang umat terdahulu. Orang yang beriman mereka tidak melihat Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim dan nabi-nabi yang lain beserta kaum-kaum mereka seperti ‘Aad dan Tsamud. Akan tetapi Allah memberitakan tentang mereka. Demikian juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan tentang mereka. Maka seorang mukmin pun beriman terhadap mereka.

Demikian halnya dengan perkara-perkara di masa yang akan datang di akhir zaman sebelum terjadinya hari kiamat berupa tanda-tanda hari kiamat dan juga berita tentang adzab dan nikmat kubur. Berita-berita tentang apa yang terjadi pada hari kiamat seperti kebangkitan, perhitungan amalan, jembatan shiroth, timbangan amal, telaga, surga, neraka dan padang mahsyar. Mereka mengimaninya dan mempercayainya karena Allah jalla wa ‘alaa memberitakannya demikian juga para Rasul memberitakannya.

Mereka beriman terhadap perkara yang ghaib, apakah akal mereka memahaminya atau belum. Keimanan terhadap perkara ghaib dibangun di atas ketundukan dan kepasrahan kepada Allah karena perkara ghaib tidak diketahui dengan akal. Jalan untuk mengetahuinya hanyalah dengan berita. Adapun mereka yang tidak percaya kecuali apa yang sesuai dengan akal mereka kemudian apa-apa yang mereka anggap menyelisihi akal mereka tolak maka yang seperti ini bukanlah seorang mukmin. Allah ta’ala berfirman tentang mereka:

بَلۡ كَذَّبُواْ بِمَا لَمۡ يُحِيطُواْ بِعِلۡمِهِۦ وَلَمَّا يَأۡتِهِمۡ تَأۡوِيلُهُۥۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَٱنظُرۡ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلظَّٰلِمِينَ 
“Bahkan (yang sebenarnya), mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna dan belum mereka peroleh penjelasannya. Demikianlah halnya umat-umat yang ada sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang yang zhalim.” [Yunus : 39]
Dan yang lebih parah kekufuran dan kedzhalimannya adalah yang sama sekali tidak beriman terhadap perkara ghaib dan tidak mempercayai kecuali perkara yang konkret saja. Maka ini adalah seorang atheis yang kufur terhadap Allah dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang yang tidak beriman kepada perkara yang ghaib karena akalnya tidak memahaminya maka ini bukanlah seorang mukmin dan dia tidak tunduk kepada Allah dan RasulNya. Akal memiliki kemampuan terbatas. Banyak perkara yang tidak mampu dipahami oleh akal dan akal hanya mampu memahami sebatas kemampuannya saja.


***********

Sifat Kedua:


وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ 

“Dan mendirikan shalat”

Shalat yang merupakan rukun kedua dari rukun-rukun Islam. Allah berfirman

وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ 

“Dan mendirikan shalat”

Allah tidak mengatakan:


ويصلون

“Dan mereka shalat”

Karena bukanlah yang dimaksud dari shalat adalah wujudnya akan tetapi maksudnya adalah mendirikannya.

Makna mendirikan shalat adalah mengerjakannya sesuai yang disyariatkan Allah subhanahu wa ta’ala dengan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan sunnah-sunnahnya. Ini adalah makna mendirikan shalat secara dhahir. Bersamaan dengan itu harus pula mendirikan shalat secara batin yaitu dengan khusyuk dan hadirnya hati ketika shalat.

Mendirikan shalat ada dua macam:
  1. Mendirikan shalat secara dhahir yaitu melaksanakannya dengan memenuhi syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, kewajibannya dan sunnah-sunnahnya.
  2. Mendirikan shalat secara batin yaitu dengan kehadiran hati dan khusuk ketika shalat. Karena seorang yang shalat tanpa kekhusyukan dan tanpa kehadiran hati tidak akan ditulis pahalanya kecuali sesuai dengan kadar kekhusyukan dan fokusnya ketika shalat walaupun dia telah mendirikan shalat secara dhahirnya sesuai syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Sandarannya adalah mendirikan shalat secara dhahir dan batin bersamaan.


**********

Sifat Ketiga:

وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ 

“Dan mereka menginfakkan dari sebagian yang kami rezekikan untuk mereka”


Al Qur’an kebanyakannya menyebutkan infak dan sedekah bersama shalat. Karena shalat adalah perbuatan ihsan antara seorang hamba dan Rabbnya sementara infak adalah perbuatan ihsan antara seorang hamba dengan manusia lainnya. Mereka –orang-orang yang bertakwa- berbuat ihsan antara mereka dan Allah dengan shalat dan berbuat ihsan antara mereka dan makhluk yang lainnya dengan infak. Dan firman Allah:

وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ 

Min (من) : maknanya sebagian, yaitu sebagian dari apa yang kami rezekikan untuk kalian. Karena tidaklah dituntut engkau menginfakkan seluruh hartamu, akan tetapi yang dipinta adalah engkau menginfakkan sebagian saja dari hartamu. Karena itu disebutkan di sini dengan menggunakan huruf من (min) yang menunjukkan makna sebagian.

Maa (ما) adalah mausulah (موصولة) bermakna “yang” dan pada firmanNya:

رَزَقۡنَٰهُمۡ 

“Kami rezekikan untuk mereka”

Terdapat isyarat apa yang menjadi anugerah Allah untuk mereka. Bahwasanya harta yang mereka punyai tidaklah mereka dapatkan dengan kemampuan, kekuatan dan pengetahuan mereka. Harta mereka semata –mata hanyalah anugerah dari Allah. Keutamaan semuanya semata-mata milik Allah ta’ala saja.

يُنفِقُونَ

“..mereka menginfakkannya” 

Infak maknanya secara bahasa adalah mengeluarkan. Sedekah dinamakan infak karena seseorang mengeluarkannya dari hartanya.

Dikatakan : نفقت الدابة kalau hewan itu mati dan ruhnya keluar. Dinamakan “nafkah” karena dia dikeluarkan dari harta. Begitu juga contohnya : نفاق (nifak) yaitu keluar dari keimanan. Maka makna ينفقون adalah mereka mengeluarkan dari harta-harta mereka berupa sedekah baik yang wajib seperti misalnya zakat, atau kafarat, nafkah untuk istri, anak-anak dan kerabat. Demikian juga mereka mengeluarkan sedekah yang sunnah seperti sedekah terhadap mereka yang membutuhkan, dan juga infak di jalan Allah ta’ala.


**********

Sifat Keempat:

وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ 
“Dan yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Al Quran) dan apa yang diturunkan sebelummu.”
Ayat ini adalah terhadap orang-orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan ahli kitab dimana mereka beriman kepada dua kitab. Allah berikan kepada mereka pahala dua kali lipat. Allah ta’ala berfirman:

وَكَذَٰلِكَ أَنزَلۡنَآ إِلَيۡكَ ٱلۡكِتَٰبَۚ فَٱلَّذِينَ ءَاتَيۡنَٰهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ يُؤۡمِنُونَ بِهِۦۖ وَمِنۡ هَٰٓؤُلَآءِ مَن يُؤۡمِنُ بِهِۦۚ وَمَا يَجۡحَدُ بِ‍َٔايَٰتِنَآ إِلَّا ٱلۡكَٰفِرُونَ
“Dan demikianlah Kami turunkan Kita (Al Qur’an) kepadamu. Adapun orang-orang yang telah kami berikan Kitab (Taurat dan Injil) mereka beriman kepadanya (Al Qur’an), dan di antara mereka (orang-orang kafir Mekah) ada yang beriman kepadanya. Dan hanya orang-orang kafir yang mengingkari ayat-ayat Kami.” [Al Ankabut : 47]
Dan Allah ta’ala berfirman:


وَإِذَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡهِمۡ قَالُوٓاْ ءَامَنَّا بِهِۦٓ إِنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّنَآ إِنَّا كُنَّا مِن قَبۡلِهِۦ مُسۡلِمِينَ ٥٣ أُوْلَٰٓئِكَ يُؤۡتَوۡنَ أَجۡرَهُم مَّرَّتَيۡنِ بِمَا صَبَرُواْ
“Dan apabila (Al Qur’an) dibacakan kepada mereka, mereka berkata, “Kami beriman kepadanya, sesungguhnya (Al Qur’an) itu adalah suatu kebenaran dari Rabb kami. Sungguh, sebelumnya kami adalah orang muslim. Mereka itu diberi pahala dua kali (karena beriman kepada Taurat dan Al Qur’an) disebabkan kesabaran mereka...” [Al Qashash : 53-54]
Allah berikan pahala dua kali lipat kepada mereka. Pahala untuk keimanan yang sebelumnya dan pahala untuk keimanan setelahnya.

Allah ta’ala berfirman di ayat lain berbicara kepada orang-orang yang beriman tersebut:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَءَامِنُواْ بِرَسُولِهِۦ يُؤۡتِكُمۡ كِفۡلَيۡنِ مِن رَّحۡمَتِهِۦ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ نُورٗا تَمۡشُونَ بِهِۦ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٢٨
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada RasulNya (Muhammad), niscaya Allah memberikan rahmat-rahmatNya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. [Al Hadid : 28]
Maka firman Allah ta’ala:


وَٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ 

“Dan yang beriman terhadap apa yang diturunkan kepadamu”

Yaitu Al Qur’an

وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ 

“Dan apa yang diturunkan sebelummu”

Yaitu kitab-kitab sebelumnya. Maka mereka yang mendapatkan masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beriman kepadanya seperti raja Najasy, Abdullah bin Salam dan selainnya, yang mereka beriman kepada rasul-rasul sebelumnya kemudian beriman kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.


**********

Sifat Kelima: 


وَبِٱلۡأٓخِرَةِ هُمۡ يُوقِنُونَ

“Dan mereka yakin terhadap hari akhirat”


Akhirat adalah hari kiamat. Dinamakan akhirat karena terjadi setelah dunia. Dan dunia dinamakan demikian karena dia hari yang terdekat. Sifat ini masuk pada keimanan terhadap perkara ghaib sebelumnya pada firman Allah:

ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ

“Yaitu mereka yang beriman terhadap perkara ghaib”

Diulangi penyebutannya karena pentingnya perkara ini dan penegasan untuk beriman kepadanya,. Dan karena seorang yang beriman kepada hari akhir mereka mempersiapkan dirinya dengan beramal shaleh dan bertaubat dari amalan kejelekan.

Keimanan terhadap hari kiamat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun iman. Kelima perkara ini adalah sifat-sifat golongan pertama, mereka yang beriman kepada Al-Qur’an secara dhahir dan batin. Kemudian Allah menjelaskan apa yang menjadi balasan untuk mereka. Allah ta’ala berfirman:

أُوْلَٰٓئِكَ عَلَىٰ هُدٗى مِّن رَّبِّهِمۡۖ 

“Mereka berada di atas hidayah dari Rabb mereka”

Ini di dunia, yaitu mereka berjalan di atas jalan yang benar, jelas tanpa kebengkokan.


وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

“Dan mereka inilah orang-orang yang sukses.”

Yaitu, di akhirat dengan masuk surga. Al Falah (الفلاح) adalah kemenangan dan kesuksesan mendapatkan pahala yang sangat besar. Allah membatasi kesuksesan hanya pada mereka dengan firmannya:


وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ 

“Dan mereka inilah orang-orang yang sukses.”

Adapun selain mereka maka tidak ada kesuksesan dan kebaikan untuk mereka. Ini adalah golongan yang pertama.


**********


Artikel sebelumnya 5 KARAKTER ORANG BERTAKWA  #1


Oleh : Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
Penerjemah : Ustadz Ayyub Abu Ayyub
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course