artikel pilihan


#15 | MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM #2


Pembaca yang budiman. Pada kesempatan yang lalu kita telah kisahkan bagaimana pertemuan antara rahib Buhaira dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang masih berusia dua belas tahun ketika itu. Dari kisah ini kita bisa simpulkan bahwa ahlul kitab sudah mengetahui tentang akan datangnya utusan Allah yang ciri-cirinya dapat diketahui melalui tanda-tanda tertentu. Mereka mengetahui semua itu dari Taurat dan Injil. Ciri-ciri rasul yang akan datang itu diceritakan secara lengkap dalam kitab suci mereka.

Di antara petunjuk itu disebutkan dalam riwayat yang dinukil para ulama sirah bahwa kaum Yahudi pernah menyebut-nyebut tentang kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mereka berperang melawan suku Aus dan Khazraj beberapa waktu sebelum diutusnya Rasulullah. Orang-orang Yahudi itu berkata, "Sesungguhnya sebentar lagi akan datang seorang nabi dan kami akan memerangi kalian bersamanya sehingga kalian akan hancur seperti hancurnya kaum Ad dan Iram."

Ternyata, orang-orang Yahudi itu mengingkari ucapan sendiri. Allah pun mengabadikan pembangkangan mereka di dalam Al Qur’an,


وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Dan setelah datang kepada mereka Al Qur’an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al Baqarah: 89)
Al Imam Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud ialah bahwa sebelum kedatangan Rasulullah yang membawa Al Qur'an, Bani Isra’il selalu memohon kepada Allah akan kedatangannya untuk menghadapi musuh mereka dari kalangan kaum musyrikin. Bila mereka sedang bertikai dengan kaum musyrikin, Bani Israil selalu mengatakan, "Sesungguhnya kelak akan diutus seorang nabi akhir zaman, kami akan bersamanya memerangi kalian sebagaimana kami memerangi kaum Ad dan kaum Iram."

Disebutkan oleh Al Iman Muhammad bin Ishaq, dari Asim ibnu Arm dari Qatadah Al-Anshari, dari para pemuka Anshar, mereka mengatakan, "Demi Allah, ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami dan mereka." Yakni berkenaan dengan kaum Anshar dan orang-orang Yahudi yang hidup bertetangga. Tentang merekalah ayat tersebut diturunkan. [1]

Di dalam Al-Qur’an Allah juga berfirman,


الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (146) الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. Kebenaran itu adalah dari Rabb-mu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al Baqarah: 146-147)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa para ulama ahli kitab mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri di antara anak-anak manusia lainnya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang bimbang dan ragu dalam mengenal anaknya sendiri jika dia melihatnya di antara anak-anak orang lain.

Kemudian Allah subhanahu wata’ala memberitahukan bahwa sekalipun mereka mengetahui realita ini dengan seyakin-yakinnya, akan tetapi mereka benar-benar berusaha menyembunyikan kebenaran ini. Dengan kata lain, mereka menyembunyikan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka mengenai sifat-sifat Rasulullah, padahal mereka mengetahuinya, seperti yang disebutkan oleh firman Allah selanjutnya,
وَإِنَّ فَرِيقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ“Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al Baqarah: 146)[2]

PERANG FIJAR

Di usia beliau yang kelima belas tahun terjadi Perang Fijar. Perang Fijar adalah perang yang terjadi di antara kabilah Quraisy dan sekutu mereka dari Bani Kinanah melawan kabilah Qais dan 'Ilan. Ketika itu Harb bin Umayyah terpilih menjadi komandan perang membawahi kabilah Quraisy dan Kinanah karena faktor senioritas dan kedudukannya.

Perang ini dinamakan Perang Fijar (Perang Penodaan) karena dinodainya kesucian bulan-bulan haram. Perang pun meletus. Pada permulaan siang hari, kemenangan berada di pihak kabilah Qais terhadap Kinanah. Namun pada pertengahan hari keadaan terbalik; justeru kemenangan berpihak pada Kinanah. Dalam perang ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ikut serta dan membantu paman-pamannya menyediakan anak panah buat mereka. [3]


HILFUL FUDHUL

Hilful Fudhuul adalah perjanjian yang dibuat oleh para suku di Makkah untuk tidak melakukan kezhaliman. Perjanjian ini dibuat pada bulan Dzulqa’dah. Hampir seluruh kabilah Quraisy berkumpul dan menghadirinya, mereka terdiri dari: Bani Hasyim, Bani Al Muththalib, Asad bin Abdul Uzza, Zahrah bin Kilaab dan Taym bin Murrah. Mereka berkumpul di kediaman 'Abdullah bin Jud'an At Tiimy karena faktor senioritas dan kedudukannya.

Isi dari Hilful Fudhul adalah mereka bersepakat dan berjanji untuk tidak membiarkan ada orang yang dizhalimi di Makkah baik dia penduduk asli maupun pendatang, dan bila hal itu terjadi mereka akan bergerak menolongnya hingga dia meraih haknya kembali. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga ikut menghadiri perjanjian tersebut. [4]

Di antara hal yang disebutkan sebagai sebab terjadinya perjanjian tersebut adalah ada seorang dari kabilah Zabiid datang ke Mekkah membawa barang dagangannya, kemudian barang tersebut dibeli oleh Al-'Ash bin Waa’il As Sahmi. Al-Ash kemudian menzhalimi orang Zabid tersebut dengan tidak memberikan haknya. Orang tersebut meminta bantuan kepada sekutu-sekutu Al-Ash namun mereka mengacuhkannya.

Akhirnya, orang Zabiid itu menaiki gunung Abi Qubais dan menyenandungkan syair-syair yang berisi kezhaliman yang tengah dialaminya seraya mengeraskan suaranya. Di saat itu, Az-Zubair bin 'Abdul Mutthalib mendengar hal itu dan bergerak menujunya lalu bertanya-tanya, "Ada apa dengan orang ini? Kenapa orang ini diacuhkan?"

Tak berapa lama kemudian berkumpullah kabilah-kabilah. Mereka kemudian meratifikasi (menyetujui) perjanjian Hilful Fudhuul, lantas mereka mendatangi Al-Ash bin Waa’il dan mendesaknya agar mengembalikan hak orang tersebut.[5]

Di waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengikuti ikrar perjanjian ini sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Ahmad di dalam kitab Musnadnya dari sahabat Abdurrahman bin ‘Auf, ia berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ شَهِدْتُ حِلْفَ الْمُطَيَّبِينَ مَعَ عُمُومَتِي وَأَنَا غُلَامٌ فَمَا أُحِبُّ أَنَّ لِي حُمْرَ النَّعَمِ وَأَنِّي أَنْكُثُهُSesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku pernah menyaksikan Hilf al Muthayyabin [6] bersama para pamanku sewaktu aku masih remaja. Aku tidak ingin membatalkannya walaupun aku diberi unta merah.” [7]
Demikianlah beberapa kejadian yang diambil oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di masa remaja beliau. Insya Allah pada tulisan yang akan datang, kita akan bahas bagaiamana kisah beliau dengan istri pertama beliau Khadijah radhiyallahu ‘anha.

Wallahu a’lam.


**********


CATATAN KAKI:
[1] Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, Al-Misbah Al-Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, (Riyadh: Darussalam, 2013), hlm. 85
[2] Ibid., hlm. 124
[3] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 50.
[4] Ibrahim Al Ali, Shahih Shirah An-Nabawiyah, (Amman: Darun Nafaais, 2009) hlm. 59.
[5] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 50.
[6] Hilful Fudhuul disebut juga hilful muthayyabin, yang artinya perjanjian orang-orang yang memakai minyak wangi. Ketika meratifikasi perjanjian tersebut, para pemuka suku mencelupkan tangan mereka ke dalam mangkuk yang berisi minyak wangi. Lihat Shahih Al-Adabil Mufrad oleh Asy Syaikh Al-Albani hlm. 213.
[7] Ibrahim Al Ali, Shahih Shirah An-Nabawiyah, (Amman: Darun Nafaais, 2009) hlm. 59.




------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course