artikel pilihan


ADAB TERHADAP AL-QUR'AN (Bagian Ke-2)


Lanjutan dari Artikel Bagian Ke-1


**********

7.) Senantiasa Membaca Al-Qur’an

Keutamaan orang yang membaca Al Qur’an:

a. Di hari kiamat Al-Qur'an Akan menjadi pemberi syafa’at terhadap orang yang membacanya.

Dari Abu Umamah Al Bahiliy radiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اقرؤوا القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
“Bacalah oleh kalian Al Qur'an karena dia (Al Qur'an) itu akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya.” [ HR. Muslim]
b. Semakin banyak seseorang membaca Al-Qur'an maka akan menjadi semakin tinggi pula derajatnya di surga nanti.

Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash radiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ في الدُّنْيَا فإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيةٍ تَقْرَؤُهَا
“Dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur’an (pada Hari kiamat): Bacalah, naiklah, dan tartilkanlah sebagaimana kamu membaca tartil di dunia, karena kedudukanmu (di surga) sesuai dengan akhir ayat yang kamu baca.” [HR. At Tirmidzi dan Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani]

c. Membaca satu huruf dari Al-Qur’an sama dengan satu kebaikan, lalu satu kebaikan itu akan Allah lipat gandakan menjadi sepuluh kebaikan.

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

من قرأ حرفا من كتاب الله فله به حسنة، والحسنة بعشر أمثالها، لا أقول: ألم حرف؛ ولكن ألف حرف , ولام حرف، وميم حرف
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitabullah maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan akan Allah lipat gandakan menjadi sepuluh. Aku tidak mengatakan “Alif Lam Mim” satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf , dan Mim satu huruf.” (HR. At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani]

d. Tiga ayat yang dibaca dalam satu shalat itu lebih bagus daripada tiga unta yang sangat besar dan gemuk.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ إِذَا رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ أَنْ يَجِدَ فِيهِ ثَلَاثَ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ؟» قُلْنَا: نَعَمْ، قَالَ: «فَثَلَاثُ آيَاتٍ يَقْرَأُ بِهِنَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثِ خَلِفَاتٍ عِظَامٍ سِمَانٍ
“Apakah salah seorang diantara kalian suka jika pulang kepada keluarganya di rumah dengan mendapatkan tiga unta yang besar dan gemuk?”, mereka menjawab: “Ya”. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Tiga ayat yang kalian baca dalam shalat itu lebih bagus daripada tiga unta besar dan gemuk.” [HR. Muslim]
Ketahuilah bahwa seekor unta yang besar dan gemuk saat ini bisa setara dengan harga sebuah mobil.


e. Keutamaan ini Tidak hanya terbatas kepada pembaca Al-Qur'an saja, bahkan orang tua yang mempunyai anak, lalu anak itu membaca Al-Qur’an dan mengamalkannya, maka Allah ta'ala akan memberikan mahkota kepada kedua orangtua anak tadi pada hari kiamat yang sinarnya lebih bagus dari sinar matahari.

Dari Sahl bin Mu'adz radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ
“Barangsiapa yang membaca Al Qur’an dan mengamalkan apa yang ada didalamnya, maka di Hari Kiamat nanti orang tuanya akan dipakaikan mahkota yang sinarnya lebih bagus dari sinar matahari.” [HR. Abu Dawud dan Al Hakim, beliau berkata: Shahih Al Isnad]
Al Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hendaknya ia konsisten dan banyak membaca Al-Qur’an, dahulu para Salaf rahimahullah mereka punya kebiasaan yang berbeda dalam mengkhatamkan Al-Qur'an.

Ada yang khatam dalam satu raka’at dan jumlah mereka tidak terhitung banyaknya, diantara mereka adalah Utsman bin Affan, Tamim bin Aus Ad Dariy, dan Sa’id bin Jubair radhiyallahu 'anhum.

Ada yang khatam sekali dalam seminggu dan jumlah mereka banyak. Dinukilkan seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit Dan Ubay bin Ka’ab radhiallahu ‘anhum, dan dari kalangan tabi’in seperti Abdurrahman bin Yazid, Alqamah, dan Ibrahim An Nakha’i rahimahumullah.”

Bagaimana dengan Hadits yang melarang khatam kurang dari 3 hari ?

Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu 'anhu, ia berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ فِى كَمْ أَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ « فِى شَهْرٍ ». قَالَ إِنِّى أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ وَتَنَاقَصَهُ حَتَّى قَالَ « اقْرَأْهُ فِى سَبْعٍ ». قَالَ إِنِّى أَقْوَى مِنْ ذَلِكَ. قَالَ « لاَ يَفْقَهُ مَنْ قَرَأَهُ فِى أَقَلَّ مِنْ ثَلاَثٍ »
“Wahai Rasulullah dalam berapa hari aku boleh mengkhatamkan Al Qur’an. Beliau menjawab, “Dalam satu bulan.” ‘Abdullah menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Lantas hal itu dikurangi hingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan, “Khatamkanlah dalam waktu seminggu.” ‘Abdullah masih menjawab, “Aku masih lebih kuat dari itu.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, “Tidaklah bisa memahaminya jika ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari.” [HR. Abu Daud no. 1390 dan Ahmad 2: 195. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih]
Al Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, bahwa yang demikian itu berbeda tergantung pada orang masing-masing. Orang yang sibuk pikirannya, maka berusaha sebisa mungkin sesuai kemampuan pemahamannya. Begitu pula orang yang sibuk dalam menyebarkan ilmu atau sibuk mengurus urusan agama lainnya atau urusan orang banyak, berusahalah pula untuk mengkhatamkannya sesuai kemampuan. Sedangkan selain mereka yang disebut tadi, hendaknya bisa memperbanyak membaca, jangan sampai jadi lalai. [At Tibyan, Hal 45-48, Dar An Nafais, Beirut cetakan ketiga tahun 1413 H/ 1992 M].

Dalam Lathaif Al Ma’arif (hal. 306) disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah, “Larangan mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari itu ada jika dilakukan terus menerus. Sedangkan jika sesekali dilakukan apalagi di waktu utama seperti bulan Ramadhan terlebih lagi pada malam yang dinanti yaitu Lailatul Qadar atau di tempat yang mulia seperti di Makkah bagi yang mendatanginya dan ia bukan penduduk Makkah, maka disunnahkan untuk memperbanyak tilawah untuk memanfaatkan pahala melimpah terkait waktu dan tempat. Inilah pendapat dari Imam Ahmad rahimahullah dan Ishaq serta ulama besar lainnya. Inilah yang diamalkan oleh para ulama sebagaimana telah disebutkan.”

Demikianlah gambaran As-Salaf As-Shalih (ulama shalih terdahulu) tentang semangat mereka dalam membaca Al-Qur’an, bagaimana dengan kita?

Tidak dapat dipungkiri, kaum muslimin pada hari ini banyak disibukkan dengan membaca majalah, novel dan buku-buku cerita fiksi yang tidak ada manfaatnya untuk dunia dan akhirat mereka, terkhusus yang memiliki sarana teknologi informasi telekomunikasi berupa PC, Laptop, HP, Tab, dsb, mayoritas mereka lebih banyak melihat dan membaca atau meng-update status di facebook, whatsapp, twitter, dll, dibandingkan melihat dan membaca Al Qur’an.

Allah ta'ala berfirman mengabarkan keluhan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang umatnya yg mengabaikan Al Qur’an,

وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَٰذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا}
“Berkatalah Ar-Rasul (Muhammad) shallallahu 'alaihi wa sallam: “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an itu sesuatu yang diabaikan .”
Muslim yang beradab dengan Al-Qur’an tentu tidak mau digolongkan menjadi kaum yang dikeluhkan oleh Nabi dalam ayat di atas. Semoga Allah ta'ala memperbaiki keadaan kita dan seluruh kaum muslimin.



*****


8.) Berupaya Semaksimal Mungkin untuk Beretika ketika Membaca Al Qur’an

Al Imam An Nawawi rahimahullah membuat bab khusus dalam kitabnya At-Tibyan tentang permasalahan ini diantaranya:

a. Apabila seseorang ingin membaca Al-Qur’an hendaknya ia membersihkan mulutnya dengan siwak atau yang semisalnya.

b. Hendaknya membaca Al-Qur'an dalam keadaan suci. Adapun hukumnya adalah mustahab (disukai). Dan apabila ada yang membaca Al Qur’an dalam keadaan hadats maka hukumnya boleh dengan kesepakatan para Ulama.

c. Memilih tempat yang baik dan bersih ketika membaca Al-Qur’an, seperti di masjid.

d. Menghadap kiblat sembari duduk dengan tenang dan khusyu’ seperti duduknya seorang murid di depan guru, ini yg paling sempurnanya.

Dan boleh membaca Al Qur’an sambil berdiri, berbaring, membacanya di atas kasur atau keadaan lainnya dengan posisi yang berbeda. Allah ta'ala berfirman,

إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٠ ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ١٩١
”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” [QS. Ali Imran: 190-19]
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha beliau berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membaca Al Qur’an sambil bertelekan di atas pahaku dan aku dalam keadaan haid” [HR. Bukhari dan Muslim]. Dalam riwayat yang lain “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al-Qur’an dan kepala beliau ada di atas pahaku”.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu 'anhu beliau berkata: “Sungguh aku membaca Al-Qur’an didalam shalatku dan aku pun membaca Al-Qur’an di atas kasurku”.

Dari Aisyah radhiyallahu 'anha beliau berkata: “Sungguh aku membaca Hizibku (bagian dari Al Qur’an) dalam keadaan aku berbaring di atas kasur.”



e. Membaca isti’adzah sebelum membaca Al Qur’an, yakni ucapan “A’uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim.”

Allah ta'ala berfirman,

فَإِذَا قَرَأۡتَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَٱسۡتَعِذۡ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ ٩٨ 
“Apabila kamu membaca Al Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” [QS. An Nahl: 98]

f. Khusyu’ dan mentadabburi (merenungi) makna yang terkandung di dalam ayat Al Qur’an. Dan inilah maksud dan tujuan Al Qur’an itu dibaca, sehingga dada menjadi lapang dan hati menjadi terang.

Allah ta'ala berfirman,


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَۚ


”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an?.” [QS. An Nisa' 82]

Juga firman Allah ta’ala,

كِتَٰبٌ أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” [QS. Shad: 29]
Mengulang-ulang ayat dalam rangka tadabbur adalah mustahab.

Diriwayatkan dari Abu Dzar radhiyallahu 'anhu, bahwa beliau berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat dengan mengulang-ulang sebuah ayat sampai datang waktu subuh, dan ayat itu adalah,


إِن تُعَذِّبۡهُمۡ فَإِنَّهُمۡ عِبَادُكَۖ وَإِن تَغۡفِرۡ لَهُمۡ فَإِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [QS. Al Maidah:118)]. [Diriwayatkan oleh An Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al Hakim dalam Al Mustadrak dan beliau menshahihkannya dan disepakati oleh Adz Dzahabi]


g. Menangis ketika membaca Al Qur’an.

Allah ta'ala berfirman,


وَيَخِرُّونَ لِلۡأَذۡقَانِ يَبۡكُونَ وَيَزِيدُهُمۡ خُشُوعٗا
“Dan mereka menyungkur di atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” [QS. Al Isra’: 109]


h. Membaca Al Qur’an secara tartil.

Allah ta'ala telah memerintahkan dalam firman-Nya,


أَوۡ زِدۡ عَلَيۡهِ وَرَتِّلِ ٱلۡقُرۡءَانَ تَرۡتِيلًا

“Dan bacalah Al Qur’an itu secara tartil (perlahan-lahan).” [QS. Al Muzzammil: 4]


i. Memperbagus dan memperindah suara ketika membaca Al Qur’an.

Para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (belakangan) telah sepakat dari kalangan para sahabat, Tabi’in dan setelah mereka dari kalangan ulama di seluruh penjuru negeri dan para imam kaum muslimin bahwa memperbagus suara ketika membaca Al-Qur’an hukumnya adalah mustahab.

Dalilnya adalah Hadits Sa’ad bin Abi Waqqas dan hadits Umamah radhiyaallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak melagukan (tidak membaguskan suaranya -pen) dengan Al Qur’an maka dia bukanlah dari golongan kami.” [HR. Abu Dawud dengan dua sanad yang keduanya Jayyid). (At Tibyan, Hal 53-74, Dar An Nafais, Beirut cetakan ketiga tahun 1413 H/ 1992 M]

*****


9.) Mendengar dan Memperhatikan dengan Seksama Ketika Al-Qur’an Dibacakan

Allah ta’ala berfirman,

وَإِذَا قُرِئَ ٱلۡقُرۡءَانُ فَٱسۡتَمِعُواْ لَهُۥ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” [Al A'raf: 204]
Menghindar, mencari kesibukan lain, dan bersenda gurau atau membuat keributan ketika Al-Qur’an dibacakan adalah perbuatan orang-orang kafir.

Allah ta'ala berfirman,

وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَا تَسۡمَعُواْ لِهَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ وَٱلۡغَوۡاْ فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَغۡلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka.” (QS. Fusshilat: 26]
Al Imam Ibnu katsir rahimahullah di dalam tafsirnya berkata ketika menjelaskan ayat berikut,

وَقَالَ ٱلرَّسُولُ يَٰرَبِّ إِنَّ قَوۡمِي ٱتَّخَذُواْ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ مَهۡجُورٗا
“Berkatalah Ar Rasul (Muhammad): “Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an itu sesuatu yang diabaikan.” [Al Furqan: 30]
“Hal itu dikarenakan mereka senantiasa tidak memperhatikan Al-Qur'an, tidak pula mendengarnya, sebagaimana firman Allah ta'ala (Surat Fusshilat ayat 26) bahwa apabila Al-Qur’an dibacakan maka mereka membuat banyak keributan dan berbicara dengan selain Al-Qur’an sehingga mereka tidak mendengarnya dan ini diantara bentuk mengabaikan Al-Qur’an. Diantara bentuk mengabaikan Al-Qur’an yang lainnya adalah:

  • Meninggalkan dari mempelajari Al Qur’an dan menghafalnya.
  • Meninggalkan dalam hal mengimani Al Qur’an dan membenarkannya.
  • Tidak mentadabburi Al Qur’an dan memahaminya.
  • Tidak mengamalkan isi kandungan Al Qur’an, tidak mengindahkan perintah dan larangannya.
  • Mengganti Al Qur’an dengan selainnya dalam bentuk syair, perkataan, nyanyian, permainan, pembicaraan atau apa saja yang bersumber dari selain Al Qur’an.

Maka kita memohon kepada Allah ta'ala yang Maha Mulia, Maha Pemurah, Yang Maha Mampu atas segala apa yang Dia kehendaki agar kita dihilangkan dari segala hal yang membuatNya murka, dan memudahkan kita untuk mengamalkan segala hal yang Dia ridhai dengan menghafalkan kitabNya (Al Qur’an), memahaminya, dan mengamalkan kandungannya siang dan malam sesuai dengan apa yang Dia cintai dan ridhai, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mulia lagi Maha Pemberi Karunia.



Semoga bermanfaat.

[Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Al-Hafizh Ibnu Katsir]


____________________________

Ditulis Oleh Ustadz Feri Zaid Gultom
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course