artikel pilihan


SIAPA YANG MENGENAL DIRINYA DIA MENGENAL TUHAN NYA



Di dalam banyak ayat di Al-quran Allah subhanahu wa taala memerintahkan kita untuk bertakwa kepadaNya, dengan melaksanakan segenap perintahNya dan menjauhi laranganNya. Dan yang paling utama dan pertama yang Allah kehendaki dari kita semua hamba-Nya, untuk mengenal Allah subhanahu wa taala. Oleh karena itu jika kita perhatikan ayat-ayat di dalam Alquran hampir semuanya menunjukkan tentang asma’ dan sifat Allah subhanahu wa taala.

Di dalam sebuah hadits yang sahih yang diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Ubay Bin Kaab radhiyallahu ‘anhu tentang a’dzamul ayat fi kitabillah, ayat yang paling Agung di dalam Alquran, lalu Ubay berkata berkata “ayatul Kursi”, lalu Rasulullah bersabda,

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﻟﻴﻬﻨﻚ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﺑﺎ ﺍﻟﻤﻨﺬﺭ
"Semoga engkau di mudahkan mendapatkan ilmu wahai Aba Mundzir"

Di dalam hadits tersebut Allah kabarkan bahwasanya ayat yang paling mulia di dalam Alquran adalah ayat kursi. Dari awal sampai akhirnya semuanya tentang asma’ dan sifat Allah subhanahu wa taala. Dan itu adalah yang paling utama adalah pertama yang selayaknya seorang hamba pahami, bahkan tidaklah Allah ciptakan alam semesta dengan segenap isinya melainkan dalam rangka agar kita mengetahui segenap sifat-sifat kemuliaan Allah subhanahu wa taala.

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
"Dialah Allah subhanahu wa taala yang telah menciptakan tujuh lapis langit dan bumi semisalnya dan turun perkara di antara keduanya, agar kamu sekalian tahu bahwasanya Allah terhadap segala sesuatu Maha berkuasa, Maha mampu mewujudkannya, dan bahwasanya ilmu Allah subhanahu wa taala meliputi segala sesuatu." [Surat At-Talaq: 12]

Allah subhanahu wa taala menghendaki kita sebagai hamba-nya untuk benar-benar mengenal Allah subhanahu wa taala dengan segenap sifat-sifat kesempurnaanNya dengan asma' dan sifatNya yang mulia, sebagaimana juga Allah subhanahu wa taala di dalam banyak ayat hendak menyadarkan manusia seperti apa sifat-sifat manusia yang sebenarnya seperti apa sejatinya sifat manusia, asal dari pada sifat manusia.

Allah subhanahu wa taala berfirman:

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ
"Sungguh telah kami tawarkan amanah yang luhur ini kata Allah kepada makhluk makhluk yang besar kepada langit dan segenap apa yang ada di dalamnya, dan mereka enggan untuk mengemban amanah yang luhur dan mulia tersebut karena mereka khawatir tidak sanggup mengemban amanah Allah subhanahu wa ta'ala tersebut, dan sekonyong-konyong manusia menerima amanah dari Allah subhanahu wa taala tersebut,"

Padahal lanjutan ayat tersebut

إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sejatinya manusia itu sangat amat dzalim sekali dan sangat amat bodoh sekali” [Surat Al-Ahzab: 72]
Demikianlah firman Allah subhanahu wa taala telah menerangkannya. Makhluk-makhluk yang besar karena mereka tahu dan mengerti bahwasanya amanah tersebut adalah amanah yang berat dan luhur tapi dikarenakan kejahilan dan kedzaliman manusia yang kelewatan, mereka sekonyong-konyong berani mengemban amanah yang besar dan luhur dari Allah subhanahu wa ta'ala tersebut.

Di dalam ayat yang lain Allah subhanahu wa taala berfirman:

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
"Bahwasanya manusia Allah ciptakan penuh keluh kesah" [Surat Al-Ma'arij 19]

Allah ciptakan manusia penuh dengan sifat kekurangan,

وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا *وإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا
"Kalau menimpa dia hal yang tidak mengenakkan sebentar bentar dia berkeluh kesah, Kalau diberi kebaikan, sulit sekali baginya melepaskan kebaikan tersebut." [Surat Al-Ma'arij: 21-22]

Diberikan anugerah oleh Allah subhanahu wa taala, sulit baginya untuk mentransfer anugerah yang Allah berikan kepadanya tersebut.

Lihatlah sifat manusia! 
Allah subhanahu wa taala berfirman:

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
"Allah ciptakan manusia itu penuh dengan kelemahan, ketidakberdayaan." [Surat An Nisa: 28]

Dari sini kita tahu bahwasanya manusia itu penuh dengan kekurangan. Sudahlah ia lemah tidak berdaya ditambah dengan sifat yang amat sangat dzalim kata Allah, dilengkapi dengan sifat kejahilan dan kebodohan kata Allah. Maka dari sini tidak heran kalau kita lihat asal yang keluar dari manusia adalah kekhilafan dan kealpaan. Makanya baginda Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل بنى آدم خطاء
“Setiap anak Adam sangat amat gemar berbuat kesalahan dan kekhilafan serta dosa”, 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengecualikan.

وَخير الْخَطَّائِينَ التوابون
"Hanya saja yang baik daripada orang-orang yang berbuat salah terus adalah orang yang selalu mengakui kesalahan dan dia menyesal serta bertaubat kepada Allah subhanahu wa taala selalu."

Dari sinilah kita kenal bahwasanya annafsul insaniyyah ma’wan lisy syarr, asalnya jiwa manusia itu tempat buruk saja adanya. Sudah lemah, sudah dzalim, sudah jahil, sifat apalagi yang lebih buruk daripada tiga inti keburukan yang ada di alam semesta ini. Kelemahan kejahilan dan kedzaliman, sumber daripada malapetaka di alam semesta dan kelak di akhirat.

Dari sinilah diriwayatkan sebuah atsar dari Yahya Bin Muadz,

من عرف ربه عرف نفسه
"Barangsiapa yang dia kenal Allah, barangsiapa yang dia kenal dirinya dia kenal Allah subhanahu wata'ala, Tuhannya."

Tidak benar itu datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada hadits yang bersanad bersambung dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Itu bukan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, itu perkataan sebagian ulama saja, tapi kata ulama itu maknanya benar. Dinukilkan dari Imam Nawawi rahimahullah,

من عرف نفسه عرف ربه
Maknanya,

من عرف نفسه بالعيوب والتقصير عرف ربه بالكمال والجلال
“Barang siapa yang tahu dirinya barang siapa yang mengenal dirinya, yaitu yang penuh dengan kekurangan dan kedzaliman serta kealpaan maka dia tahu Allah subhanahu wa taala Dzat yang memiliki sifat kesempurnaan dan keagungan.”

Maka banyak sekali kita lihat doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertawakkal kepada Allah dengan seutuhnya.

Di dalam sebuah hadis yang diamalkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan diajarkan kepada putrinya yang tercinta Fathimah untuk selalu dibaca di pagi dan petang,

يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث أصلح لي شأني كله ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين
"Wahai Dzat yang Maha Hidup dan Maha Sempurna kehidupannya yang tiada lelah yang tiada letih dalam mengurusi segenap hambanya yang tiada terhingga, yang mengatur segala urusan tanpa terkecuali,"

برحمتك أستغيث
"dengan sifat rahmatmu dengan sifat kasih sayangmu aku minta dengan permohonan yang sangat aku minta dengan permintaan darurat aku minta dengan permintaan orang yang terjepit dalam suatu kesusahan yang amat sangat,"

أصلح لي شأني كله
"perbaiki semua keadaanku ini ya Allah, lahir dan batin nya ya Allah,"

ولا تكلني إلى نفسي طرفة عين 
"dan janganlah engkau serahkan urusan ini kepada diriku sekejap mata pun. Aku tidak rela ya Allah engkau serahkan urusanku ini, engkau percayakan segala amanah ini kepada diriku, tidak pula sekejap mata. Sekejap mata."

Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak rela Allah subhanahu wa taala melepaskan taufik dan hidayahnya, bimbingannya, tidak sekejap mata, karena baginda Rasul tahu bahwasanya jiwa manusia ma’wan lisy syarr, karena jiwa manusia adalah tempat segala macam keburukan.
Makanya Allah berfirman:

إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
"Sesungguhnya jiwa manusia sejatinya selalu mengajak kepada keburukan." [Surat Yusuf: 53]

Maka ma’asyiral muslimin yang dimuliakan Allah, diriwayatkan dari Imam As Sariy As Saqthiy rahimahullah,

ما رأيت شيئا أحبط للأعمال، وألزم للأحزان، وأدعى لمحبة العجب والرئاسة، وأفسد للقلوب، من قلة معرفة العبد بنفسه، ونظره إلى عيوب الناس
Dia berkata, “tidak ada perkara yang paling membatalkan amal sholeh, yang paling cepat merusak hati, yang paling lekat dengan kesenangan kepada riya’, kesenangan untuk dilihat, kesenangan untuk dipuji, kesenangan untuk ditokohkan, kesenangan untuk dianggap, dan paling cepat pula membinasakan seorang hamba, dibandingkan ketidaktahuan dirinya,”

kepada nafs, dirinya, ketidaktahuan dirinya, ‘adam ma’rifatil abdi bi nafsih, tidak tahu diri, tidak tahu dirinya yang penuh dengan kelemahan, penuh dengan kedzaliman, penuh dengan kejahilan. Lalu dia sibuk melihat kekurangan yang ada pada orang lain, wal’iyadzu billah.

Kita lihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya selalu kesehariannya melihat betapa agung dan mulianya Allah. Mereka berserah diri kepada Allah subhanahu wa taala bertawakal kepada Allah, dan mereka tidak pernah berhusnudzan, berbaik sangka kepada dirinya. Maka barangsiapa yang berbaik sangka kepada dirinya sungguh dia telah membinasakan dirinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suri tauladan kita, mengajarkan kepada sahabatnya dan kepada umatnya untuk selalu melihat kesempurnaan Allah, untuk selalu melihat keagungan Allah, untuk selalu melihat keperkasaan Allah subhanahu wa taala dalam segenap perkara yang Allah tetapkan kepada hambanya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  mengajarkan kepada sahabatnya dan umatnya untuk selalu melihat kekurangan dan kealpaan yang ada pada sifat asalnya manusia. Dengan itu seorang hamba akan mendapatkan taufik dari Allah subhanahu wa taala, seorang hamba akan mendapatkan bimbingan dari Allah subhanahu wa taala dalam berjalan menuju Allah subhanahu wa taala.

Baginda shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بربه
“Janganlah kamu meninggal dunia kata Rasulullah kecuali dalam berbaik sangka kepada Allah,”
Berbaik sangka kepada Allah bahwasanya Allah Maha Pengampun, bahwasanya Allah Maha Pemurah, bahwasanya Allah Pengasih dan Maha Penyayang. Di situ Rasul perintahkan untuk kita berbaik sangka kepada Allah yang Maha Sempurna yang Maha Mengetahui dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Tapi tidak pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perintahkan kita untuk berbaik sangka kepada diri kita, untuk melihat kebaikan yang ada pada diri kita.

Maka kita lihat bagaimana manusia yang paling mulia di sisi Allah di zamannya, sayyidina ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Di zaman beliau hidup menjadi khalifah dia adalah orang yang paling mulia di atas muka bumi ini, orang yang paling dicintai Allah di atas muka bumi ini yang kata Rasulullah,

لو كان بعدي نبي لكان عمر ولكن لا نبي بعدي
"Kalau sekiranya ada nabi setelahku maka orang yang paling pantas menjadi nabi adalah Umar tapi tidak ada nabi setelahku."
Tatkala dia ditikam oleh Abu Lu'luah Al-Majusi, oleh seorang munafik pahlawan orang syiah, ditikam dia ketika menjadi imam shalat shubuh dengan pisau yang beracun, lalu shalat dilanjutkan oleh Sayyidina Abdurrahman bin Auf dengan singkat dan cepat. Setelah itu terdengar suara Umar, tatkala itu dia bertanya,
“Siapa yang membunuhku?”Kemudian dikatakan padanya,“Ghulam al-Mughirah bin Syu’bah.”“Alhamdulillah segala Puji bagi Allah yang telah menjadikan pembunuhku bukan dari kalangan kaum muslimin.”

Lalu dia berkata,
ويل لعمر إن لم يغفر له ربه
ويل لعمر إن لم يغفر له ربه
ويل لأم عمر إن لم يغفر له ربه
“Celakalah Umar kalau sekiranya Allah tidak mengampuni dosanya,Celakalah Umar kalau sekiranya Allah tidak mengampuni dosanya,Celakalah ibunya Umar kalau Allah tidak mengampuni dosanya. “

Terus dia ucapkan seperti itu. Manusia yang paling mulia di muka bumi di kala itu setelah sepeninggal Rasulullah dan Abu Bakar As-Shiddiq radhiallahu 'anhu.
“Celaka Umar kalau sekiranya Allah tidak mengampuni dosanya.”

Terus beliau ucapkan hal tersebut padahal dia tahu kalau kita meninggal harus ber-husnudzon kepada Allah, Allah Maha Pengampun, betul. Tapi sayyidina Umar tidak pernah ber-husnudzon kepada dirinya, sayyidina Umar paling tahu tentang dirinya yang penuh dengan kekurangan dan kealpaan, makanya beliau berkata,

ويل لعمر إن لم يغفر له ربه
“Celaka Umar kalau Allah tidak mengampuni segenap dosanya.“

Lihatlah manusia yang diberikan taufik oleh Allah sayydina Umar bin Khattab betapa dia tahu tentang kemuliaan Allah, betapa dia tahu tentang Allah Maha Pengampun, tapi tidak sedikitpun dia berbaik sangka kepada dirinya, kepada jiwa yang asalnya jiwa manusia seperti yang kita sebutkan dalam ayat-ayat Allah subhanahu dan hadits-hadits Rasulullah yang penuh dengan kekurangan, kealpaan.

Lihatlah, orang-orang yang menjadi teladan kita, tidak pernah melihat kebaikan ada pada dirinya. Yang dia lihat cuman kedzaliman dan keburukan selalu.

Dia tidak menyangka karena tidak layak dirinya untuk diampuni dan dia yakin Allah Maha Pengampun, dia yakin Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, tapi orang sepertinya apakah layak untuk dirahmati dan disayangi? Itulah orang-orang yang bertakwa kepada Allah subhanahu wa taala, melihat Allah dengan kesempurnaan, melihat dirinya selalu dengan kealpaan.

Diriwayatkan dari Amir bin Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu, salah seorang imam tabi’in yang mulia anak sahabat Rasulullah, dia berkata,

أومثل نفسي يدخل الجنة؟
أومثل نفسي يدخل الجنة؟
أومثل نفسي يدخل الجنة؟
“Apakah orang sepertiku layak untuk masuk surga?Apakah orang sepertiku layak untuk masuk surga?Apakah orang sepertiku layak untuk masuk surga?”

Diriwayatkan dari Imam jabal tsiqah hafidz mutqin ‘abid faqih Sufyan ats-Tsauri, tatkala menjelang wafatnya, tatkala menjelang ajalnya menjemput hadir di sisinya sahabat dan muridnya tercinta Imam al-hafidz tsiqatun tsiqah Hammad bin Salamah,
“Wahai imam telah datang saatnya hal yang engkau merasa aman darinya” sebentar lagi engkau akan berjumpa dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, lalu dia berkata,
هل مثل أنا ينجو من النار؟
“Apakah orang yang sepertiku layak masuk surga dan selamat dari neraka?”

Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam para Imam-imam ahlussunnah wal jama’ah yang diberikan Taufik Allah subhanahu wa taala tidak pernah melihat dirinya, tidak pernah melihat dirinya suatu saat pun di atas kebaikan, melihat dirinya penuh dengan kealpaan. Diriwayatkan dari Iman yang mulia Bakr bin Abdillah Al-Muzani tatkala dia wuquf di arafah,

ظننت أن الناس قد غفر لهم ذنوبهم لو لا أني فيهم
“Aku lihat manusia semuanya yang sedang wuquf di arafah ini rasanya sudah diampuni oleh Allah subhanahu wa taala semuanya, kalaulah tidak aku ada di tengah-tengah mereka,”
Lihatlah keadaan kita apa kebaikan yang ada pada kita? Apa kebaikan yang ada pada kita sehingga kita merasa terlalu percaya diri? Pasti masuk surga, pasti disayangi Allah subhanahu wa taala, pasti selamat dari neraka jahanam, dari mana?

Kita lihat sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kita lihat para tabi’in yang mulia tidak sedikitpun mereka seperti itu. Yang ini dikarenakan betapa jahilnya kita terhadap diri kita dan betapa bodohnya kita kepada Allah subhanahu wa taala, dan kita terlalu percaya diri kepada diri kita yang sangat berkhianat, yang selalu bersekongkol dengan syaithan laknatullah ‘alaih sehingga kita terjerumus ke dalam hal hal yang dimurkai Allah subhanahu wa taala selalu.

Dari situlah ulama mengatakan,

رحم الله من عرف قدر نفسه
"Semoga allah merahmati orang yang tau dirinya,"

Dia tahu dia penuh dengan kealpaan, dia tahu dan kekurangan dan kedzaliman. Dari sini kembali dan selalu terus menerus kita introspeksi diri kita, selalu yang ada di depan mata kepala ‘uyubunnafs, yang kita lihat adalah cacat dan hinanya kita ini di hadapan Allah subhanahu wa taala.


Semoga Allah subhanahu wa taala memberikan taufik kepada kita atas segenap yang Allah cintai dan Allah ridhai, dan Allah menjauhkan kita dari segenap hal yang Allah murkai dan Allah benci.



وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وأصحابه وسلم والحمد لله رب العالمين




*ditulis dari khutbah Ustadz Abdul Bar di masjid Al-Muhajirin Wal Anshar Depok 6 April 2018.

------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Abdul Barr Kaisinda
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course