Syarah Sittah Mawadhi’ Minas Sirah
Syarah oleh: Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Pengantar redaksi Tauhid.or.id:
Buku "Enam Pelajaran Paling Berharga dari Sirah Nabawiyah" ditulis oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah. Keistimewaan kitab ini adalah pembahasan masalah aqidah dan tauhid dari sisi perjalanan hidup Nabi Muhammad ﷺ. Syarah kitab yang ditulis oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan حَفِظَهُ اللهُ ini adalah buku pertama dari project penerjemahan oleh tim bersama dengan alumni & mahasiswa LIPIA Jakarta dan إن شاء الله akan hadir dalam format e-book.
Artikel Pertama: #1 I MEMETIK PELAJARAN AQIDAH DARI SIRAH NABAWIYAH
Buku "Enam Pelajaran Paling Berharga dari Sirah Nabawiyah" ditulis oleh Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi rahimahullah. Keistimewaan kitab ini adalah pembahasan masalah aqidah dan tauhid dari sisi perjalanan hidup Nabi Muhammad ﷺ. Syarah kitab yang ditulis oleh Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan حَفِظَهُ اللهُ ini adalah buku pertama dari project penerjemahan oleh tim bersama dengan alumni & mahasiswa LIPIA Jakarta dan إن شاء الله akan hadir dalam format e-book.
Artikel Pertama: #1 I MEMETIK PELAJARAN AQIDAH DARI SIRAH NABAWIYAH
**********
Matan
Di dalamnya terdapat (keterangan) bahwa ayat pertama yang dengannya Allah mengutus nabi Muhammad (sebagai rasul) adalah,
Sampai pada firman-Nya,
Peristiwa pertama: kisah turunnya wahyu, yang dimaksud adalah turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyelisihi apa yang biasa dilakukan orang-orang musyrikin, serta menyelisihi kebiasaan kaumnya. Beliau pergi ke gua Hiro, itu adalah sebuah gua yang berada di atas gunung serta menghadap ke Ka’bah.
Beliau duduk di sana berhari-hari, bahkan berbulan-bulan beribadah kepada Allah ‘azza wajall dan menyendiri dari manusia. Menyembah Allah ‘azza wajall dengan ajaran Al-Hanifiyyah, agamanya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Malaikat pun mendatangi beliau di dalam gua dan berkata padanya, “Bacalah!” beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca” karena beliau memang tidak bisa membaca. Allah c berfirman,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ * قُمْ فَأَنْذِرْ
“Wahai orang yang berselimut, bangun dan berilah peringatan.”
Sampai pada firman-Nya,
وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
“Dan karena Rabmu, bersabarlah.” [1]
>> Syarah
Peristiwa pertama: kisah turunnya wahyu, yang dimaksud adalah turunnya wahyu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyelisihi apa yang biasa dilakukan orang-orang musyrikin, serta menyelisihi kebiasaan kaumnya. Beliau pergi ke gua Hiro, itu adalah sebuah gua yang berada di atas gunung serta menghadap ke Ka’bah.
Beliau duduk di sana berhari-hari, bahkan berbulan-bulan beribadah kepada Allah ‘azza wajall dan menyendiri dari manusia. Menyembah Allah ‘azza wajall dengan ajaran Al-Hanifiyyah, agamanya Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Malaikat pun mendatangi beliau di dalam gua dan berkata padanya, “Bacalah!” beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca” karena beliau memang tidak bisa membaca. Allah c berfirman,
وَمَا كُنتَ تَتْلُوا مِن قَبْلِهِۦ مِن كِتَٰبٍ
وَلَا تَخُطُّهُۥ بِيَمِينِكَ
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya sesuatu Kitab pun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu Kitab dengan tangan kananmu.” [2]
Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah seorang ummiy,
tidak bisa membaca dan menulis. Malaikat berkata padanya, “Bacalah!” beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca”, maksudnya, aku tidak pandai membaca.
Kemudian malaikat itu mendekapnya dengan dekapan yang kuat lalu melepaskannya
dan berkata padanya, “Bacalah” beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca” Kemudian malaikat itu
mendekapnya dengan dekapan yang kuat lalu melepaskannya dan berkata padanya, “Bacalah”
beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca” maksudnya, aku tidak pandai membaca.
Pada akhirnya malaikat itu berkata padanya,
ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي
خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ
مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ ٥
“Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmu-lah yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” [3]
Nabi pun menghafalnya, inilah wahyu yang
pertama kali turun kepada beliau, dan dengan itu Allah menjadikannya seorang
nabi.
Kemudian
beliau pergi menemui Khadijah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha dan menceritakan kepadanya semua yang terjadi dengan
beliau, beliau takut, bahkan punggungnya bergetar karena keadaannya sangat
mengkhawatirkan, ditambah kedatangan malaikat kepadanya di tempat ini.
Nabi
berkata padanya, “Aku sungguh khawatir terhadap diriku” dia menjawab, “Tidak,
demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu sampai kapanpun, bukankah engkau suka
bersilaturahmi, membantu orang yang lemah, memikul beban manusia, dan membantu
orang yang kesusahan?!” Dia beralasan dengan sifat-sifat beliau shallallahu
‘alaihi wasallam yang mulia, yang mana dengan itu Allah tidak akan menimpakan kepada beliau
dengan apa-apa yang ditakutinya (Allah tidak akan menghinakanmu sampai kapanpun),
[4] karena sifat-sifat beliau sangat mulia.
Ini menandakan
hebatnya pemahaman Khadijah. Dialah orang yang pertama kali menenangkan, menolongnya dan menghibur Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dari hal yang mengerikan ini. Ini merupakan sikap yang luar biasa
darinya. Kemudian Rasulullah berkata, “Selimutilah
aku!” lalu dia pun menyelimutinya. ketika beliau dalam keadaan seperti itu,
malaikat mendatanginya seraya berkata,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ
١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan.”
Dan
dengan itulah beliau diutus menjadi rasul, karena beliau
diperintah untuk menyampaikan (wahyu). Pada awalnya tidak diperintah untuk menyampaikan,
maka dikatakan padanya,
ٱقۡرَأۡ
بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١
“Bacalah dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan.”
Beliau
belum diperintahkan untuk menyampaikan (wahyu). Tetapi sudah menjadi nabi
dengan (ayat) ini.
Kemudian datanglah kepada beliau kerasulan, yaitu
dengan diperintahkan untuk menyampaikan.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ
١ قُمۡ فَأَنذِرۡ ٢ وَرَبَّكَ فَكَبِّرۡ ٣ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرۡ ٤ وَٱلرُّجۡزَ فَٱهۡجُرۡ ٥
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Rabbmu! Dan bersihkanlah pakaianmu! Dan tinggalkanlah segala (perbuatan yang keji).”
Ar-Rujz:
berhala, inilah inti perkaranya, sedangkan yang dimaksud meng-hajrnya
(berhala) adalah meninggalkannya dan menjauh darinya.
وَلِرَبِّكَ
فَٱصۡبِرۡ ٧
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah.”
Harus bersabar, karena misinya sangat
berat, lama, dan membutuhlan kesabaran. Inilah awal mula Allah
mengutusnya beliau sebagai rasul-Nya, yaitu
dengan
larangan dari kesyirikan. Perintah pertama kepada beliau ialah melarang
kesyirikan.
“Dan tinggalkanlah Ar-Rujz (berhala).”“Bangunlah, lalu berilah peringatan!”
Berilah
peringatan dari apa? Peringatilah menusia dari kesyirikan dan menyembah
berhala! Peringatkanlah mereka dari hal ini. Tugas pertama beliau adalah
memberikan peringatan, dan meninggalannya berhala.
Ini menunjukkan betapa bahayanya kesyirikan itu.
**********
Matan
Maka
jika kamu memahami bahwa mereka melakukan berbagai perbuatan yang mereka
mengetahui bahwa hal itu merupakan kedzaliman dan kesewengan seperti zina. Dan
kamu tahu bahwa (di samping itu) mereka juga melakukan banyak ibadah, yang
dengannya mereka mendekatkan diri kepada Allah, seperti Haji, Umrah, bersedekah
kepada orang-orang miskin dan berbuat baik kepada mereka serta
kebaikan-kebaikan yang lainnya.
>> Syarah
Mereka orang-orang jahiliyyah biasa
melakukan berbagai perbuatan jelek seperti zina, riba dan dosa-dosa besar.
Bersamaan
dengan hal ini, mereka masih memiliki sisa-sisa peninggalan
ajaran agama Nabi Ibrahim ‘alaihis
sallam. Mereka dahulu melakukan haji, umrah dan bersedekah
kepada orang-orang yang membutuhkan. Akan tetapi perbuatan
baik ini tidak diiringi dengan tauhid. Meskipun amalan itu baik, akan tetapi jika tidak diiringi dengan tauhid maka tidak akan memberikan manfaat
kepada pelakunya.
Di
samping melakukan perbuatan baik ini, mereka juga
melakukan perbuatan jelek. Dan yang paling jelek adalah syirik. Meraka
melakukan zina, memakan hasil riba dan berjudi. Ini semua adalah dosa besar
akan tetapi yang paling besarnya adalah syirik,
seperti menyembah berhala dan yang salainnya. Mereka mendekatkan diri kepada Allah
dengan keyirikan ini karena kebodohan mereka. Mereka mengatakan,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلْفَىٰٓ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” [5]
Perhatikanlah bagaimana kebodohan itu memberikan dampak
buruk kepada pemiliknya. Menjadikan kebenaran sabagai kabatilan dan
(menjadikan) kabatilan sebagai kebaikan. Menjadikan kesyirikan sebagai tauhid,
serta menjadikannya sebagai cara untuk mendakatkan diri kepada Allah ‘azza wajall. Ini memberikan pelajaran untukmu agar salalu perhatian
dengan perkara akidah, tauhid, dan memahaminya dengan baik.
**********
Matan
Ibadah yang paling agung menurut mereka adalah kesyirikan. Menurut mereka kesyirikan merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah paling baik. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah tentang mereka, mereka berkata,
Ibadah yang paling agung menurut mereka adalah kesyirikan. Menurut mereka kesyirikan merupakan bentuk pendekatan diri kepada Allah paling baik. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah tentang mereka, mereka berkata,
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا
لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلْفَىٰٓ
“Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” [6]
dan mereka mengatakan,
هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” [7]
>> Syarah
Mereka mengakui bahwa mereka menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah itu, sebagaimana yang mereka katakan, (مَا نَعْبُدُهُمْ) “Kami tidak menyembah mereka” Mereka mengatakan, “Kami tidak bermaksud beribadah kepada mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah” Mereka mengira bahwa ini merupakan amal baik, “karena hal itu merupakan pengagungan dan pemuliaan kapada Allah. Jadi mereka (sesembahan) itu mendekatkan kami kepada-Nya, karena kami tidak mampu sampai kepada-Nya kecuali dangan beribadah kepada mereka. Maka mereka mendekatkan kami kepada Allah karena mereka adalah orang-orang shalih. Sebagaimana mereka juga mendatangi para malaikat dan nabi seperti Isa ‘alaihis sallam dan menjadikan para malaikat dan nabi itu sabagai perantara antara mereka dengan Allah, agar mendekatkan mereka dengan Allah dengan sedekat-dekatnya.”
Mereka mengakui bahwa mereka menyembah sesembahan-sesembahan selain Allah itu, sebagaimana yang mereka katakan, (مَا نَعْبُدُهُمْ) “Kami tidak menyembah mereka” Mereka mengatakan, “Kami tidak bermaksud beribadah kepada mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah” Mereka mengira bahwa ini merupakan amal baik, “karena hal itu merupakan pengagungan dan pemuliaan kapada Allah. Jadi mereka (sesembahan) itu mendekatkan kami kepada-Nya, karena kami tidak mampu sampai kepada-Nya kecuali dangan beribadah kepada mereka. Maka mereka mendekatkan kami kepada Allah karena mereka adalah orang-orang shalih. Sebagaimana mereka juga mendatangi para malaikat dan nabi seperti Isa ‘alaihis sallam dan menjadikan para malaikat dan nabi itu sabagai perantara antara mereka dengan Allah, agar mendekatkan mereka dengan Allah dengan sedekat-dekatnya.”
-----------------------------------------------
Diterjemahkan Oleh Ustadz Agus Purwanto
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN
[1] QS. Al-Mudatsir:1-7
[2] QS. Al-Ankabut: 48
[3] QS. Al-Alaq: 1-5
[4] HR. Bukhari
(3), (3392), (4953), (4955), (6982) dan Muslim (160) dari hadits aisyah radhiyallahu ‘anha.
[5] QS. Az-Zumar: 3
[6] QS. Az-Zumar: 3
[7] QS. Yunus: 18