artikel pilihan


POLEMIK SEPUTAR BULAN RAJAB


Berkata Al-Asma'i, Al-Mufadhal, dan Al-Farra' dinamakan Rajab karena


لأنه كان يرجب أي يعظم
"Karena dia dahulu yarjibu, yakni ya'dhimu (mengagungkan)".
Ada yang berpendapat bahwa Rajab juga memiliki nama lain sekitar 14 nama, atau 17 nama. Allah telah menyebutkan tentang jumlah bulan, firman-Nya :


{إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات و الأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم} التوبة : 36
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram, itulah (ketetapan) agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu " [QS At-taubah : 36]
Dan juga sabda Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam :


عن أبي بكرة ، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض ، السنة اثنا عشر شهرا منها أربعة حرم ، ثلاث متواليات : ذو القعدة وذو الحجة والمحرم ، ورجب شهر مضر الذي بين جمادى وشعبانرواه البخاري ٤٤٠٦ ومسلم ٤٣٠٤
"Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu, dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: "sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya di hari dimana Allah menciptakan langit dan bumi , satu tahun ada dua belas bulan , di situ terdapat empat bulan yang di haramkan Allah, tiga bulan berturut-turut: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab adalah bulan mudhar yang terletak antara Jumadil Akhir dan Sya'ban". [HR. Al-Bukhari no 4406 dan Muslim no 4304]
Dari hadist diatas kita mengetahui bahwa bulan haram ada 4: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.


*****

Kenapa 4 Bulan Tersebut Dinamai Bulan Haram ?

Telah berbeda pendapat para ulama tentang sebab penamaan itu. Ada yang berpendapat bahwa sebabmya adalah :

>> Pertama: karena agungnya kehormatan bulan-bulan tersebut, dan larangan berbuat dosa pada bulan-bulan itu.

Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas :
"Allah mengkhususkan pengharaman pada 4 bulan ini, agungnya kehormatannya, dan Allah jadikan dosanya menjadi lebih besar bagi pelakunya pada bulan ini, dan Allah jadikan amalan shalih dan ajr (pahalanya) lebih besar."

>> Kedua: karena diharamkan peperangan pada bulan-bulan tersebut.

Para ulama berbeda pendapat berkaitan dengan hukum peperangan pada bulan haram dan Insya Allah kita akan bahas di poin berikutnya. Dan penamaan ini sudah diketahui sejak zaman jahiliyyah karena penamaan ini telah ada sejak zaman Nabi Ibrahim alaihis salam.

Sebab pengharaman adalah supaya jama'ah haji dan umrah bisa melaksanakan ibadah nya dengan aman pada bulan Dzulhijjah, dan aman pada Dzulqa'dah ketika dalam perjalanan menuju haji, dan aman pada bulan Muharram ketika perjalanan pulang dari haji. Dan diharamkan bulan Rajab karena banyak yang ingin umrah pada pertengahan tahun.

**********

HUKUM-HUKUM SEPUTAR BULAN RAJAB

1       Apakah Hukum Pelarangan Peperangan Masih Berlaku atau Sudah Dihapus Hukumnya?

Menurut pendapat jumhur bahwa hukumnya mansukh (sudah terhapus) dan ini adalah pendapat Imam Ahmad dan selainnya dari para Imam.

Mereka berdalil bahwa sepeninggal Nabi shallallahu alaihi wasallam para shahabat terus berperang membuka daerah-daerah islam dan tidak terhenti ketika di bulan haram. Ini menunjukkan ijma'nya mereka sahabat atas terhapusnya hukum peperangan di bulan haram.

Telah berpendapat sebagian salaf (pendahulu) seperti Atha', tentang tetapnya hukum pengharaman peperangan pada bulan tersebut. Pendapat ini dirajihkan sebagian ulama muta'akhirin berdalilkan dengan surat Al-Maidah ayat 2. Dan Al-Maidah adalah yang terakhir turun dari Al-Qur'an. [sebagaimana hadits shahih dari 'Aisyah radhiallahu anha, riwayat Ahmad 6/188, Al-Hakim 2/311, Al-Baihaqy 7/172].

*****

2       Apakah Ada Doa Ketika Masuk Bulan Rajab?

Tidak datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang doa khusus ketika masuk bulan rajab. Adapun orang yang berkeyakinan adanya doa khusus di awal masuknya rajab, dikarenakan dalil mereka dengan hadits Anas Bin Malik radhiallahu anhu :


كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال : اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان  رواه البيهقي وابن عساكر وابن النجار
"Dahulu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam jika memasuki bulan rajab berdoa : "Ya Allah, berkahi kami pada -bulan- Rajab, Sya'ban, dan sampaikanlah kami -hingga bulan- Ramadhan" [HR. Al-Baihaqy, Ibnu Asakir, dan Ibnu An-Najjar].
Akan tetapi hadits tersebut di atas dha'if (lemah), sehingga tidak bisa dijadikan sandaran dalil untuk beramal amalan ibadah, Sedangkan ibadah adalah perkara tauqifiyah (penetapanya bergantung pada dalil).

Hadits tersebut telah di dha'if (lemah) kan oleh perawi hadits itu sendiri yaitu Al-Baihaqy. Juga Al-Hafidz Ibnu Hajar, dan Al-Hafidz Al-Haitsami. Dan ketiga ulama tersebut adalah dari kalangan imam madzhab Asy-Syafi'i.

*****

3      Apa Hukumnya Menyembelih Sesembelihan Ketika Masuk Bulan Rajab?

Di antara hikmah diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah agar kita selamat dan tidak terjerumus sebagaimana terjerumusnya orang-orang di masa jahiliyyah dari masalah kecil seperti perkara mereka (orang jahiliyyah) berpakaian, berakhlak, hingga perkara perbuatan kesyirikan mereka.

Adalah dahulu masa jahiliyyah, adat kebiasaan mereka ketika masuk bulan Rajab menyembelih sesembelihan, yang mereka namakan Al-'Atiyrah (العتيرة)[1]. Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya sesembelihan ini dalam islam. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa islam tidak membenarkan yang demikian. Berdalilkan dengan hadits :


((لا فرع ولا عتيرة(( رواه البخاري ٥٤٧٤، ومسلم٥٠٢٤
"Tidak ada Far'a[2] maupun 'Atiyrah ." [HR. Al-Bukhari no. 5474 dan Muslim no. 5024 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu]
Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa hukumnya adalah mustahabbah (sunnah) Ini adalah pendapat Ibnu Sirin, disebutkan Imam Ahmad, Sunan Abi Daud, An-Nasa'i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah ; bersabda Shallallahu alaihi wasallam :

((إن على أهل كل بيت في كل عام أضحية أو عتيرة))
"Sesungguhnya bagi setiap penghuni rumah, pada tiap tahunnya untuknya sesembelihan atau 'atiyrah."
Tapi hadits tersebut dha'if (lemah), karena pada sanad (jalan) nya ada perawi yang ber-kunyah Abu Ramlah, dan namanya adalah Amir. Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam At-Taqrib : "Tidak diketahui siapa dia".

Namun ada hadits lain yang perlu dipertimbangkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :


((العتيرة حق))
Artinya :Al-'atiyrah adalah benar".(Derajad hadits hasan, HR. Ahmad 2/182-183, Abu Daud 2842, An-Nasa'i 7/168, Al-Hakim 4/236, Al-Baihaqy 9/312 dari shahabat Abdullah Bin 'Amr Bin Al-'Ash radhiallahu anhuma).

Juga dalam hadits :


عن أبي رزين قال : قلت يارسول الله كنا نذبح ذبائح في الجاهلية يعني في رجب فنأكل ونطعم من جاءنا ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((لابأس به)).
"Dari Abu Raziin berkata : Wahai Rasulullah adalah kami dahulu pada masa jahiliyyah menyembelih sesembelihan, yaitu pada -bulan- Rajab. Dan kami makan, juga memberi makan siapa-siapa yang datang kepada kami. Maka Beliau Shallallahu alaihi wasallam bersabda: tidak mengapa dengannya." [Hasan Lighairih, HR. An-Nasa'i 7/171, Al-Baihaqy 9/312]
Jika dengan 2 hadits ini menunjukkan bolehnya, maka akan bertentangan dengan hadits yang dijadikan dalil dari pendapat pertama. Akan tetapi tidaklah mungkin antara hadits satu sama lainnya itu saling bertentangan, atau antara hadits dengan Al-Qur'an kecuali karena kedangkalan ilmu kita dalam memahami hadits tersebut.

Maka para ulama menggabungkan hadits-hadits tersebut dari khilaf (perbedaan) dua pendapat diantaranya:

·        Bahwa 'Atiyrah itu dilarang jika seperti -gambaran- 'Atiyrah yang dilakukan orang-orang jahiliyyah dengan menyembelih sembelihan untuk selain Allah Ta'ala. Berarti 'Atiyrah boleh jika tidak mirip gambaran mereka.

·         Adapun Sufyan Bin 'Uyyainah mentafsirkan bahwa maksud larangan 'Atiyrah (ولا عتيرة) adalah maksudnya menafikan kewajiban (نفى الوجوب). Berarti 'Atiyrah boleh, atau mustahab tapi bukan wajib.

·         Hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu (لا فرع ولا عتيرة) adalah lebih tsabit, lebih kuat-kokoh, sehingga lebih utama untuk diamalkan daripada hadits yang dibawahnya. Ini adalah metoda Imam Ahmad.

*****

Apakah Ada Shalat Khusus pada Bulan Rajab?

Tidaklah benar adanya shalat khusus terkhusus pada bulan Rajab. Periwayatan hadits tentang keutamaan shalat Ar-Ragha'ib pada awal malam jum'at dari bulan Rajab adalah dusta, bathil tidak benar. Dan menurut jumhur ulama bahwa shalat ini adalah bid'ah atau perkara baru yang dibikin-bikin dalam islam, yang tidak dicontohkan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Yang berfatwa -bid'ah- demikian dari Ulama Al-Muta'akhirin (belakangan) dari kalangan huffadz (penghafal hadits-hadits) seperti:

(1). Abu Isma'il Al-Anshary Al-Harawy (Imam madzhab hanbaly).
(2). Abu Bakr Bin As-Sam'ani (Imam madzhab Asy-Syafi'i).
(3). Abul Fadhl Bin Nashir (Imam madzhab Asy-Syafi'i Al-Asy'ari)
(4). Abul Faraj Bin Al-jauzy (Imam madzhab hanbaly).

Adapun Para Imam Al-Mutaqaddimin (terdahulu) sebelum mereka tidak disebutkan di sini, dikarenakan bid'ah ini belum terjadi pada zaman mereka . Sehingga mereka belum mengetahuinya. Dan awal mula munculnya bid'ah adalah setelah tahun 400 H.

Menurut prasangka manusia yang menghidupkan Shalat Ar-Raghaib ini, berdalilkan bahwa, Nabi shallallahu alaihi wasallam telah bersabda :
"Tidaklah seorang pun yang berpuasa pada hari kamis dari bulan Rajab, kemudian shalat antara waktu isya' dan 'atamah (gelapnya malam) 12 raka'at, dipisah antara dua raka'at dengan satu salam, dan membaca Al-Fatihah 1x pada setiap raka'atnya dan surat {إنا أنزلناه في ليلة القدر} 3x dan {قبل هو الله أحد} 12x. Jika selesai dari shalatnya maka bershalawat atasku 70x, kemudian mengucapkan: اللهم صل على محمد النبي الأمى وعلى آله Kemudian bersujud dan mengucapkan dalam sujudnya سبوح قدوس رب الملائكة والروح 70x, Kemudian mengangkat kepalanya dan mengucapkan رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم إنك أنت الأعز والأكرم  70x, Kemudian sujud lagi dan membaca seperti bacaan sujud pertama tadi, kemudian minta hajat (kebutuhan) nya -kepada Allah- dalam sujudnya. Yang demikian akan hajatnya akan terpenuhi.Berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam : "Tidaklah seorang pun yang shalat dengan shalat ini kecuali Allah ampuni dia dari segala dosanya walaupun seperti buih di lautan, jumlah pasir, beratnya gunung, daun pepohonan, dan akan memberi syafa'at di hari kiamat terhadap 700 keluarganya yang seharusnya masuk neraka".

Imam Al-Ghazali telah menyebutkan sifat Shalat Ar-Ragha'ib ini dalam kitabnya "Ihya' Ulumiddin", dan berfatwa : "Shalat ini adalah mustahabbah (sunnah)".

Dan Al-Hafidz Al-'Iraqi mengkritiknya, dan berkata: "Hadits yang berkaitan dengan Shalat Ar-Ragha'ib telah datang dari Raziin dalam kitabnya, dan itu adalah hadits palsu (dibikin-bikin)".

Telah disebutkan dalam kitab "Kasyfudh dhunun"[3] tingkah laku pemalsu hadits dari sebagian pendusta di kurun ke-3 tahun hijriyyah tentang keutamaan shalat ini, yang kemudian terkenal dan tersebar di kurun ke-4 hijriyyah. Dan diantara yang menjadikan nash (dalil) tentang keutamaan shalat ini adalah Abu Thalib Al-Makky, dan diikuti oleh Al-Ghazali.

Dan yang seperti ini terjadi, dan bukanlah perkara mustahil bagi Al-Imam Al-Ghazali dan siapapun dari yang selainnya terjatuh dalam kesalahan. Bisa karena sebab belum sampainya ilmu atau kabar kepada Al-Imam Al-Ghazali bahwa Raziin menyebutkan  hadits palsu dalam kitabnya, sedang beliau langsung menukilnya.

Maka bagi yang sudah tahu ilmunya, hendaklah meninggalkan jenis shalat ini dan tidak perlu fanatik dengan seseorang atau madzhab, cukuplah kita fanatik dengan Rasulullah shallalahu alaihi wasallam. Beliau Al-Ghazali jikalau pun masih hidup dan kemudian dijelaskan tentang penyakit dari hadits Raziin yang palsu ini, tidak menutup kemungkinan beliau akan ruju' dan menarik fatwanya kembali dari bimbingan shalat ini.


*****

Apakah Ada Keutamaan Khusus dan Puasa Khusus di Bulan Rajab?

Tidak benar tentang fadhilah (keutamaan) puasa khusus di bulan Rajab, tidak datang dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, juga tidak dari sahabatnya. Adapun orang yang berprasangka dengan disyariatkannya puasa bulan Rajab[4] berdalil dengan apa yang telah diriwayatkan dari Abu Qilabah, dan berkata :


"في الجنة قصر لصوام رجب"
"Di surga ada istana untuk yang sering puasa bulan Rajab". [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman 3/368 no. 3802 dan Al-Asbahani dalam At-Targhib Wat Tarhib 1848] 
Dan riwayat ini batil, tidak benar. Dan ini merupakan ucapan Abu Qilabah, dan bukanlah hadits yang dikabarkan Nabi shallallahu alaihi wasallam.

Dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam;


((صم من الحرم واترك)) قالها ثلاثا
"Berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah". [HR. Ahmad 5/28, Abu Daud 2428, An-Nasa'i 2/139, Ibnu Majah 1741, Al-Baihaqi 4/29. Dan hadits ini dha'if (lemah) karena ada perawi majhul (tidak dikenal) dan sanadnya yang mudhtharib (goncang)].
Dan dahulu sebagian salaf (umat terdahulu) berpuasa di bulan-bulan haram semuanya[5], seperti Ibnu Umar, Al-Hasan Al-Bashri, Abu Ishaq As-Sabi'i. Dan berkata Ats-Tsauri :
"Bulan-bulan haram lebih kusukai untuk berpuasa di bulan-bulan itu".

Juga datang larangan dari puasa di bulan Rajab. Sebagaimana hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma


(أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن صيام رجب)
"Bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam melarang dari puasa bulan Rajab." [HR. Ibnu Majah 1744, dan dalam sanadnya ada perawi Daud Bin Atha' yang dia adalah dha'if (lemah) sebagaimana disebutkan dalam At-Taqrib 1/233]
*****
  
Jangan Berlebihan Mengagungkan Bulan Rajab

Sebagaimana datang riwayat atsar dari Umar radhiallahu anhu;
"Bahwasanya dia memukul telapak-telapak tangan manusia yang berpuasa di bulan Rajab, hingga mereka meletakkannya di atas makanan, dan sembari berkata : "Ada apa dengan bulan Rajab Sesungguhnya dahulu orang-orang jahiliyah mengagungkannya, dan tatkala datang islam ditinggalkanlah (pengagungan bulan Rajab)." (HR. Ibnu Abi Syaibah 2/513/1 dengan sanad yang shahih)
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa dia membencinya karena khawatir puasa Rajab dijadikan termasuk perkara sunnah. Dari atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia membenci puasa di bulan Rajab keseluruhannya -satu bulan penuh-. 

Datang juga atsar dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bawa keduanya berpendapat untuk berbuka beberapa hari -dan tidak puasa sebulan penuh[6].

Demikian juga yang memakruhkan puasa sebulan penuh di bulan Rajab seperti Anas Bin Malik, Sa'id Bin Jubair, Yahya Bin Sa'id Al-Anshari dan Imam Ahmad.
Berkata Asy-Syafi'i dalam pendapatnya yang pertama :
"Aku membenci orang yang menjadikan puasa satu bulan penuh seperti puasanya di bulan Ramadhan". 
Berdalil Imam Asy-Syafi'i dengan hadits Aisyah radhiallahu anha:


(ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم استكمل شهرا قط إلا رمضان)
"Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan". [HR. Muslim 2680, At -Tirmidzi 768, dan An-Nasa'i 4/199]

*****

Apakah Benar Ada Syari'at Pengeluaran Zakat pada Bulan Rajab?

Sebagian negeri terbiasa dengan adat penunaian zakat di bulan Rajab. Dan yang demikian tidaklah ada asalnya dalam Sunnah, dan juga tidak diketahui dari seorang pun dari kalangan salaf (kaum terdahulu).

Akan tetapi telah diriwayatkan dari 'Utsman bahwasanya beliau pernah berkhutbah di hadapan manusia di atas mimbar, dan berkata :
"Sesungguhnya bulan ini adalah waktunya kalian berzakat, barangsiapa yang memiliki hutang maka tunaikanlah hutangnya dan berzakatlah dengan sisanya". (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatho' 1/253/17, dengan sanad yang shahih).
Dahulu manusia menunaikan zakat mal (harta) nya dengan mencari waktu yang mempunyai keutamaan[7] seperti ketika seseorang beramal baik, maka amalan itu akan menjadi lebih besar 'ajr (pahalanya) di sisi Allah ta'ala, sebaliknya pada perbuatan maksiat juga akan lebih besar dosanya dibanding dengan bulan-bulan selainnya.

Oleh karena itu, mereka melakukan penunaian zakat mal pada bulan Rajab karena termasuk bulan haram. Disebutkan dalam sya'ir Arab;


بيِّض صحيفتك السوداء في رجب
بصالح العمل المنجي من اللهب
"Putihkanlah lembaran hitam Mu di bulan Rajab, dengan amalan yang menyelamatkan dari lahapan -api neraka yang menyala-nyala."
Tapi tentunya tidak dengan niat mengkhususkan pengagungan di bulan Rajab, dan juga tidak menganggap ini sebagai sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

*****

Apakah Ada Keutamaan Khusus bagi yang Umrah di Bulan Rajab?

Telah diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam ber-umrah di bulan Rajab dan Aisyah mengingkarinya sedangkan dia mendengarnya tapi terdiam[8].

Umar Bin Al-Khattab dan yang selainnya menjadikan perkara sunnahnya umrah di bulan Rajab. Aisyah dan Ibnu Umar juga pernah melakukannya (umrah) di bulan Rajab. Ibnu Sirin menukilkan dari salaf (kaum terdahulu) bahwasanya mereka melakukannya (umrah) juga di bulan Rajab. 
Berkata Ibnu Rajab :
"Yang lebih afdhal dalam ibadah an-nusuk adalah haji tersendiri (dalam bulan haji), dan umrah di lain waktu selain bulan-bulan haji (seperti ; dilakukan pada bulan Rajab atau Ramadhan)"[9].
*****

Apakah Benar di Bulan Rajab Telah Banyak Terjadi Kejadian-Kejadian yang Agung Bersejarah?

Telah diriwayatkan tentang perkara tersebut, tapi sama sekali tidak didapati periwayatan yang shahih adanya⁴. Seperti periwayatan bahwa Nabi shallallaahu alaihi wasallam dilahirkan pada awal malam Rajab, dan bahwasanya, pertama diutusnya Beliau shallallahu alaihi wasallam pada 27 Rajab atau 25 Rajab, dan periwayatan dengan sanad jalan hadits yang tidak shahih dari Al-Qasim Bin Muhammad bahwa Isra' (perjalanan malam dari mekkah ke baitul maqdis, palestina) nya Nabi shallallahu alaihi wasallam terjadi pada 27 Rajab. Kabar semua ini tidaklah shahih.

Dan dahulu orang-orang zaman jahiliyyah lebih bersungguh bersemangat dalam berdoa pada hari ke-10 bulan Rajab.

Para pembaca yang dirahmati oleh Allah, Sebagaimana yang anda ketahui bahwa ilmu fiqih adalah ilmu yang sangat luas, banyak didapati perkara khilaf (perbedaan pendapat). Selama perkara khilaf (perbedaan pendapat) itu adalah masalah khilaf yang shahih mu'tabar maka kita harus berdada lebar menerima perbedaaan pendapat saudara kita dan tidak boleh memaksakan pendapat kita.

Akan tetapi jumhur berpendapat bahwa niat pengkhususan segala amalan di bulan Rajab dari puasa, shalat, sembelihan, i'tikaf ataupun umrah tidaklah disyariatkan karena tidak adanya dalil.
Maksudnya adalah umrah, puasa, shalat, doa dan atau ibadah lainnya tetap disyariatkan seperti ibadah di bulan-bulan lainnya seperti biasa tanpa pengkhususan. Karena mengkhususkan sesuatu itu dalam ibadah membutuhkan dalil shahih.

Sedangkan kita harus beribadah dengan dibangun di atas dalil, dan menyampaikan kabar berita harus shahih pengkabarannya. Dan setiap kabar itu tidak terlepas dari 2 kemungkinan ; benar atau dusta/bohong. Karena cukuplah seseorang dikatakan berdusta jikalau menerima kabar dan langsung menyebarkannya (tanpa meneliti kebenaran kabar yang dia dengar).

Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu:


((كفى بالمرء كذبا أن يحدث بكل ما سمع))
"Cukuplah bagi seseorang dikatakan dusta tatkala berbicara dengan setiap apa yang dia dengar". [HR. Muslim dalam Muqaddimahnya 1/107, Dan ditopang dengan riwayat Al-Hakim dalam Al-Madkhal hal. 107-108. Dan dishahihkan Syeikh Al-Albani dalam shahihul jami' 4482].
Kecuali kabar yang datang dari Allah subhanahu wa ta'ala dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.

Sebagian manusia antipati jikalau diajak bicara hadits shahih, hadits dha'if. dan berkata : apa manfaatnya?! bahkan berkata: Silahkan anda telpon Nabi Muhammad untuk kita pastikan kebenaran hadits-hadits itu.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah subhanahu wa ta'ala, sungguh beruntung menjadi orang yang berbekal ilmu dien (agama) dalam hidupnya di dunia, dalam beramal ibadah.

Tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang mencintai sifat jahil (orang yang tidak berilmu). Dan yang demikian bukanlah sifat yang terpuji. Allah berfirman:


{وإذا سمعوا اللغو أعرضوا عنه وقالوا لنا أعمالنا ولكم أعمالكم سلام عليكم لا نبتغى الجاهلين} القصص : ٥٥
"Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil (tidak berilmu)." [QS. Al-Qashash : 55]
Masih banyak hadits shahih yang belum kita amalkan semuanya. Kenapa masih mencari amalan dari hadits-hadits dha'if (lemah), maudhu' (palsu), yang tidak ada asalnya, dan atau beramal amalan yang tidak dicontohkan Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam.
Wallahu a’lam bis showab.


Rujukan :
(Latha'iful Ma'arif Libni Rajab Hal. 163 - 177)





  • [1] Atiyrah adalah sembelihan yang disembelih dan dihidangkan kepada manusia untuk menghormati bulan Rajab. Sehingga mereka namakan "Ar-Rajabiyah".
  • [2] Far'a adalah sembelihan yang dipersembahkan untuk berhala taghut.
  • [3] Arti judul kitab ini yaitu "penyingkapan prasangka-prasangka", Sesuai dengan isinya yang menjelaskan hadits-hadits yang disangka oleh manusia bahwa itu adalah hadits shahih.
  • [4] Puasa khusus yang diniatkan sebagai pengagungan di bulan Rajab, baik di awal kamis pada bulan Rajab atau dengan puasa sebulan penuh, dan yang selainnya dari gambaran puasa yang ada padanya makna pengagungan. Keluar dari larangan tersebut adalah puasa yang memang biasa dia lakukan tanpa ada makna pengagungan, yaitu hanya melakukan seperti bulan-bulan biasanya, seperti puasa senin-kamis, puasa yaumul bidh (tengah bulan hijri ;13,14, dan 15), atau puasa nadzar sekalipun.
  • [5] Karena amalan kebaikan termasuk puasa, pahalanya akan lebih besar tatkala diamalkan pada bulan-bulan haram. Demikian pula perbuatan maksiat, dosanya juga akan lebih besar pada bulan haram. Berkata Qatadah rahimahullah : "Amalan shalih lebih besar pahalanya pada bulan-bulan haram, dan kezaliman padanya dosanya lebih besar daripada yang selainnya, dan walau bagaimana pun kezaliman pada setiap keadaan itu adalah besar."(Al-Adab Fii Rajab hal. 25)
  • [6] Kecuali yang terbiasa dengan Puasa Ad-Dahr, yang berpuasa terus menerus. Ini adalah pendapat Imam Ahmad rahimahullah.
  • [7] Dengan tetap melihat sesuai syarat zakat mal, jika sudah sampai nishab (batas hitungan zakat) dan genap setahun. Bahkan jumhur ulama' berfatwa bolehnya menyegerakan zakat sebelum genap setahun, baik sebab penyegeraannya dikarenakan memanfaatkan momen waktu yang penuh dengan fadhilah keutamaan akan dibesarkan 'ajr (pahala) nya atau bisa dengan dilipatgandakannya 'ajr (pahala), atau sebab menyegerakannya dikarenakan harta dia yang melimpah waktu itu, dan khawatir jika menunggu setahun genap, belum tentu dia bisa mengeluarkan zakat sebanyak yang dia angankan. Pendapat ini dipilih oleh Mujahid dan kebanyakan ulama'.Sedang Ishaq Bin Rahawaih menyelisihi pendapat tersebut.Adapun zakat dari hasil panen ladang adalah dengan dari setiap kali panennya.
  • [8] Diriwayatkan Al-Bukhari dalam Al-Umrah (1775), dan Muslim (2983,2984), Abu Daud dalam Al-Manasik (1992), At-Tirmidzi dalam Al-Haj (936), An-Nasa'i dalam Al-Kubra (2/470/4217), Ibnu Majah dalam Al-Manasik (2998).
  • [9] Ini adalah pendapat yang dirajihkan si penulis (Ibnu Rajab Al-Hanbaly).
  • Syeikh Abdulaziz Bin Bazz juga melihat bahwa umrah di bulan Rajab mempunyai keutamaan, karena termasuk sunnahnya Al-Khalifah Ar-Rasyid Umar Bin Al-Khattab.
  • Dan beliau sendiri (Ibnu Bazz) tetap mengambil nash-dalil bahwa waktu umrah yang paling afdhal (baik) adalah di bulan Ramadhan, Sebagaimana hadits menyebutkan: "Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan -'ajr (pahalanya)- setara dengan haji". (HR. Al-Bukhari), dan dalam riwayat Muslim :
  • "setara dengan- Haji bersamaku."
  • Dan umrah yang afdhal (lebih baik) setelah bulan Ramadhan adalah pada bulan Dzulqa'dah, karena kesemua umrahnya Nabi Shallallahu alaihi wasallam terjadi pada bulan itu. (Lihat kalam Syeikh Ibnu Bazz dalam Fatawa Islamiyyah 2/303-304)

_____________________

Ditulis Oleh Ustadz Abdurrahman Dani

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course