artikel pilihan


ILMU PENGOBATAN DENGAN POHON TEBU

ILMU PENGOBATAN DENGAN POHON TEBU



Sering kita saksikan di sekitar kita pada akhir-akhir ini saudara-saudara kita yang mengais rizki dengan berjualan minuman sari tebu. Sebagian dari mereka berpromosi dengan menyebutkan manfaatnya selain enak ketika disajikan dingin untuk melepas dahaga juga bermanfaat untuk kesehatan antara lain sebagai penurun gula darah, penyakit kuning (hepatitis), obat batuk, obat untuk infeksi, dll. Apakah memang tebu memiliki manfaat untuk kesehatan?

Pada kesempatan pertama seri tulisan tentang thibbun nabawi kali ini kita akan membahas mengenai manfaat tebu yang disebutkan oleh para ulama bersumber dari hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebutkan oleh Imam Syafi'i:

“Jika datang hadits shahih maka itulah mazhabku"

Semoga pembahasan tentang tebu ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi khazanah tentang tebu bagi kesehatan.



1.) Tebu Dalam Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Dan yang namanya pohon tebu dan gula telah disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Telah datang riwayat yang menyebutkan tentang pohon tebu dan gula dalam sebagian lafadz hadits dalam Ash-Shahih atau di luar Ash-Shahih ;

Di luar Ash-Shahih yaitu hadits:


ماؤه أحلى من السكر
"Airnya lebih manis dari gula." (sebagian ulama menshahihkannya)

Di dalam Ash-Shahih yaitu hadits:

فأبيض من الورق
"Dan lebih putih dari perak."

وأطيب من رائحة المسك
"Dan aromanya lebih enak dari aroma minyak wangi misk."

أشد بياضا من اللبن، وأحلى من العسل
"Lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu."
[HR. Al-Bukhari no. 6579, dan Muslim no. 2292]

أشد بياضا من الثلج، وأحلى من العسل باللبن
"Lebih putih dari salju, dan lebih manis dari madu yang dicampur susu."

Berkata Ibnu Muflih rahimahullah :
"Tidak aku dapati lafadz gula dalam hadits, kecuali hadits ini. Dan orang terdahulu dari kalangan dokter belum mengetahuinya, mereka sekedar tahu madu dan mencampurnya dengan obat-obatan (herbal)."


2.) Sifat Tebu

Sifat tebu adalah panas (pada akhir dari tingkat pertama), dan lembab (pada tingkat pertama). Dan condong ke sifat kering. Ada yang mengatakan bahwa gula bersifat dingin, dan yang paling bagus adalah yang putih, kering, dan keras. Dan jika semakin lama akan menjadi lebih lembut, tapi dia lebih condong ke sifat panas.



3.) Manfaatnya dan Sebagian Efeknya

Berkata Ibnu Jazlah rahimahullah tentang sekitar manfaat tebu:
  • Menjernihkan dan membersihkan toxin tubuh
  • Melenturkan dada (paru-paru) dan mengobati osteoporosis (tulang keropos).
  • Bermanfaat untuk lambung, kecuali -sakit lambung- yang memunculkan -rasa- pahit -lendir- kekuningan. Yang demikian akan membahayakannya. Dan bahaya tersebut bisa diatasi dengan air lemon, atau air citrus aurantium, atau air delima pilihan.
  • Sebagai pembuka sumbatan-sumbatan.
  • Sebagai pencahar anti konstipasi jika dicampur dengan minyak kacang-kacangan.
  • Bermanfaat bagus untuk kolon (usus besar), ginjal dan kandung kemih.
  • Bermanfaat untuk lapisan tipis putih di mata -katarak-.
  • Membikin haus, tapi tidak seperti hausnya setelah minum madu. Dan -jika konsumsi- yang sudah lama (lawas) akan menyebabkan darah kotor kekuningan. Tapi bisa dinetralkan dengan air delima pilihan. Dan jika gula-nya- dimasak dan diambil busanya akan mengurangi rasa haus dan menenangkan batuk (efek antitusif).
  • Adapun pohon tebu, dia seperti tabiat gula. Namun lebih bersifat lembut dari gula. Dia adalah semanis-manisnya air yang sangat manis. Yang putih seperti getah pada pohon tebu untuk menjernihkan pandangan.
  • Tebu membantu mengatasi muntah.
  • Bermanfaat untuk dada, paru dan batuk.
  • Memproduksi darah.
  • Memperlancar proses perkemihan.
  • Membersihkan kelembaban dada, paru.
  • Berpendapat sebagian lainnya juga membersihkan kandung kemih, dan saluran napas.
  • Bermanfaat untuk paru (saluran nafas) dan tenggorokan yang mengeras.
  • Tebu menambah syahwah (gairah).
  • Menimbulkan angin dan kembung. Sebaiknya dicuci dengan air panas setelah dikupas kulit tebunya, untuk menghilangkan penyebab kembung.


Berkata Affan bin Muslim Ash-Shaffar rahimahullah :
"Barang siapa yang menghisap Tebu setelah makannya, maka senantiasa pada hari itu dia akan -merasa muncul perasaan- bahagia."
Berkata Al-Hakim rahimahullah dalam Tarikh-nya:
"….dari Ibnu Abbas¹ radhiallahu anhu berkata: ambillah luban² (terbikin dari getah pohon) dan gula³, kemudian tumbuklah, dan jadikan bubuk, kemudian letakkan keduanya (di mulut) dan telan (sebelum makan, ketika perut kosong); sesungguhnya yang demikian bagus untuk daya ingat dan perkemihan..."

Rujukan :
Al-Adab Asy-Syar'iyyah Wal Minah Al-Mar'iyyah Lil Imam Muhammad Bin Muflih 708-763 Hijriyyah hal. 121-122



Catatan:

  1. Disebutkan Al-Hakim dengan sanadnya yang panjang.
  2. Pohon luban (styrax benzoin) bisa tumbuh di lingkungan keras, kering, berkapur dan rendah nutrisi. Terkandung padanya : Olibanol, materi resin dan terpenes, saponin, flavonoid, dan polifenol.
  3. Terkenal dengan manfaatnya yang menambah daya ingat dan konsentrasi. Juga bisa untuk kanker, tumor, radang sendi, dermatitis dan kesehatan kulit, pertumbuhan sel otak, lancar ASI, anti-depresan, dll.
  4. Sekitar 4 - 6 gram.





________________________

Ditulis Oleh Ustadz Abdurrahman Dani



Sering kita saksikan di sekitar kita pada akhir-akhir ini saudara-saudara kita yang mengais rizki dengan berjualan minuman sari tebu. Sebagian dari mereka berpromosi dengan menyebutkan manfaatnya selain enak ketika disajikan dingin untuk melepas dahaga juga bermanfaat untuk kesehatan antara lain sebagai penurun gula darah, penyakit kuning (hepatitis), obat batuk, obat untuk infeksi, dll. Apakah memang tebu memiliki manfaat untuk kesehatan?

Pada kesempatan pertama seri tulisan tentang thibbun nabawi kali ini kita akan membahas mengenai manfaat tebu yang disebutkan oleh para ulama bersumber dari hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Disebutkan oleh Imam Syafi'i:

“Jika datang hadits shahih maka itulah mazhabku"

Semoga pembahasan tentang tebu ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi khazanah tentang tebu bagi kesehatan.



1.) Tebu Dalam Hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam

Dan yang namanya pohon tebu dan gula telah disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam. Telah datang riwayat yang menyebutkan tentang pohon tebu dan gula dalam sebagian lafadz hadits dalam Ash-Shahih atau di luar Ash-Shahih ;

Di luar Ash-Shahih yaitu hadits:


ماؤه أحلى من السكر
"Airnya lebih manis dari gula." (sebagian ulama menshahihkannya)

Di dalam Ash-Shahih yaitu hadits:

فأبيض من الورق
"Dan lebih putih dari perak."

وأطيب من رائحة المسك
"Dan aromanya lebih enak dari aroma minyak wangi misk."

أشد بياضا من اللبن، وأحلى من العسل
"Lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu."
[HR. Al-Bukhari no. 6579, dan Muslim no. 2292]

أشد بياضا من الثلج، وأحلى من العسل باللبن
"Lebih putih dari salju, dan lebih manis dari madu yang dicampur susu."

Berkata Ibnu Muflih rahimahullah :
"Tidak aku dapati lafadz gula dalam hadits, kecuali hadits ini. Dan orang terdahulu dari kalangan dokter belum mengetahuinya, mereka sekedar tahu madu dan mencampurnya dengan obat-obatan (herbal)."


2.) Sifat Tebu

Sifat tebu adalah panas (pada akhir dari tingkat pertama), dan lembab (pada tingkat pertama). Dan condong ke sifat kering. Ada yang mengatakan bahwa gula bersifat dingin, dan yang paling bagus adalah yang putih, kering, dan keras. Dan jika semakin lama akan menjadi lebih lembut, tapi dia lebih condong ke sifat panas.



3.) Manfaatnya dan Sebagian Efeknya

Berkata Ibnu Jazlah rahimahullah tentang sekitar manfaat tebu:
  • Menjernihkan dan membersihkan toxin tubuh
  • Melenturkan dada (paru-paru) dan mengobati osteoporosis (tulang keropos).
  • Bermanfaat untuk lambung, kecuali -sakit lambung- yang memunculkan -rasa- pahit -lendir- kekuningan. Yang demikian akan membahayakannya. Dan bahaya tersebut bisa diatasi dengan air lemon, atau air citrus aurantium, atau air delima pilihan.
  • Sebagai pembuka sumbatan-sumbatan.
  • Sebagai pencahar anti konstipasi jika dicampur dengan minyak kacang-kacangan.
  • Bermanfaat bagus untuk kolon (usus besar), ginjal dan kandung kemih.
  • Bermanfaat untuk lapisan tipis putih di mata -katarak-.
  • Membikin haus, tapi tidak seperti hausnya setelah minum madu. Dan -jika konsumsi- yang sudah lama (lawas) akan menyebabkan darah kotor kekuningan. Tapi bisa dinetralkan dengan air delima pilihan. Dan jika gula-nya- dimasak dan diambil busanya akan mengurangi rasa haus dan menenangkan batuk (efek antitusif).
  • Adapun pohon tebu, dia seperti tabiat gula. Namun lebih bersifat lembut dari gula. Dia adalah semanis-manisnya air yang sangat manis. Yang putih seperti getah pada pohon tebu untuk menjernihkan pandangan.
  • Tebu membantu mengatasi muntah.
  • Bermanfaat untuk dada, paru dan batuk.
  • Memproduksi darah.
  • Memperlancar proses perkemihan.
  • Membersihkan kelembaban dada, paru.
  • Berpendapat sebagian lainnya juga membersihkan kandung kemih, dan saluran napas.
  • Bermanfaat untuk paru (saluran nafas) dan tenggorokan yang mengeras.
  • Tebu menambah syahwah (gairah).
  • Menimbulkan angin dan kembung. Sebaiknya dicuci dengan air panas setelah dikupas kulit tebunya, untuk menghilangkan penyebab kembung.


Berkata Affan bin Muslim Ash-Shaffar rahimahullah :
"Barang siapa yang menghisap Tebu setelah makannya, maka senantiasa pada hari itu dia akan -merasa muncul perasaan- bahagia."
Berkata Al-Hakim rahimahullah dalam Tarikh-nya:
"….dari Ibnu Abbas¹ radhiallahu anhu berkata: ambillah luban² (terbikin dari getah pohon) dan gula³, kemudian tumbuklah, dan jadikan bubuk, kemudian letakkan keduanya (di mulut) dan telan (sebelum makan, ketika perut kosong); sesungguhnya yang demikian bagus untuk daya ingat dan perkemihan..."

Rujukan :
Al-Adab Asy-Syar'iyyah Wal Minah Al-Mar'iyyah Lil Imam Muhammad Bin Muflih 708-763 Hijriyyah hal. 121-122



Catatan:

  1. Disebutkan Al-Hakim dengan sanadnya yang panjang.
  2. Pohon luban (styrax benzoin) bisa tumbuh di lingkungan keras, kering, berkapur dan rendah nutrisi. Terkandung padanya : Olibanol, materi resin dan terpenes, saponin, flavonoid, dan polifenol.
  3. Terkenal dengan manfaatnya yang menambah daya ingat dan konsentrasi. Juga bisa untuk kanker, tumor, radang sendi, dermatitis dan kesehatan kulit, pertumbuhan sel otak, lancar ASI, anti-depresan, dll.
  4. Sekitar 4 - 6 gram.





________________________

Ditulis Oleh Ustadz Abdurrahman Dani

#5 | SEJARAH KOTA MAKKAH

#5 | SEJARAH KOTA MAKKAH


Para pembaca yang budiman, sebentar lagi kita akan mulai memasuki fase lahirnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dilahirkan di Kota Makkah. Di kota inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lahir dan tumbuh berkembang. Makkah juga adalah tempat diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad. Oleh karena perlu bagi kita untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan kota Makkah dari awal berdirinya sampai menjelang diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Munculnya kota Makkah dimulai dari kisah Nabi Ibrahim alahissalaam. Kisah beliau dan keterkaitannya dengan berdirinya kota Makkah disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dari sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Disebutkan bahwa Ibrahim ‘alaihissalaam datang ke Makkah dengan membawa istrinya Hajar serta putranya yang masih menyusui yaitu Ismail. Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian menempatkan istrinya itu di dekat Baitullah yang dahulu telah dibangun oleh Adam ‘alaihissalam. Di Makkah pada saat itu belum ada seorangpun dan di situ tidak pula ada airnya. Sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian meninggalkan anak dan istrinya.

Hajar kemudian mengikuti suaminya, dan berkata, "Kemanakah Engkau hendak pergi dan mengapa Engkau tinggalkan kami di lembah ini, tanpa ada seorang pun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?"

Hajar berkata demikian itu berulang kali, tetapi Ibrahim ‘alaihissalaam sama sekali tidak menoleh kepadanya.

Kemudian Hajar berkata, "Apakah Allah yang memerintahkan Engkau untuk melakukan ini?"

Ibrahim ‘alaihissalaam menjawab, "Ya."

Hajar berkata, "Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita."

Hajar kemudian kembali ke tempatnya semula.

Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian melanjutkan perjalanannya hingga sampailah beliau ke suatu tempat, beliau pun kemudian menghadapkan wajahnya ke Baitullah lalu berdoa,

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
 “Wahai Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” [QS. Ibrahim: 37]
Hajar kemudian menyusui putranya dan minum dari air yang tersisa. Namun ketika habis persediaan air tersebut, dia dan putranya kemudian merasa haus. Hajar pun kemudian melihat sekelilingnya dan tampaklah olehnya sebuah bukit (yang kemudian dikenal dengan mana Bukit Shafa). Hajar pun kemudian menuju ke puncak gunung ini dan berdiri di atasnya, kemudian ia menghadap ke lembah, melihat di situ, kalau-kalau dapat melihat seorang manusia, tetapi tidak ada. Lalu ia pun turun dari Shafa, sehingga setelah ia sampai di lembah lagi, lalu naik ke bukit yang ada di seberang Shafa (yaitu bukit Marwa). Di atas puncak Marwah ini, menengok ke lembah, kalau-kalau ada seorang manusia yang dapat dilihat olehnya. Tetapi tidak ada, sehingga Hajar mengerjakan sedemikian itu sebanyak tujuh kali (yakni bolak-balik antara Shafa dan Marwah). Inilah yang kemudian diabadikan menjadi ibadah sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah.

Setelah Hajar berada di atas Marwah ia mendengar suatu suara. Kemudian ia berkata pada dirinya sendiria, "Diamlah". Tiba-tiba tampaklah oleh Hajar ada seorang malaikat di berada di suatu tempat. Malaikat itu mengorek-ngorek tanah dengan kaki atau sayapnya sehingga keluarlah air dari tanah tersebut. Hajar kemudian mengumpulkan air tersebut dengan tangannya sehingga terbentuklah genangan air. Inilah yang menjadi cikal bakal sumur Zam-zam yang airnya sampai sekarang masih bisa dinikmati oleh jamaah haji dan umrah dari berbagai negara.

Hajar akhirnya bisa minum dan menyusui putranya, Isma’il. Malaikat kemudian berkata kepadanya,

لاَ تَخَافُوا الضَّيْعَةَ، فَإِنَّ هَا هُنَا بَيْتَ اللَّهِ، يَبْنِي هَذَا الغُلاَمُ وَأَبُوهُ، وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَهْلَه
 "Janganlah Engkau takut akan ditelantarkan, karena disini akan didirikan rumah Allah. Yang mendirikannya nanti adalah anak ini beserta ayahnya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang taat kepadanya.”
Demikianlah keadaan Hajar dengan anaknya, sehingga pada suatu ketika berlalulah di tempat mereka itu sekelompok kawanan yang sedang mengadakan perjalanan dari golongan suku Jurhum. Ketika itu mereka melihat ada burung sedang terbang seolah-olah mengelilingi air, mereka pun mendatangi sumber air tersebut, lalu meminta izin kepada Hajar untuk tinggal di sekitar tempat itu. Akhirnya orang-orang Jurhum itu pun kemudan tinggal lembah tersebut bersama Hajar dan Ismail. Arab. Isma’il kemudian tumbuh dan belajar bahasa Arab dari mereka. Setelah ia cukup dewasa, mereka mengawinkannya dengan seorang wanita dari suku Jurhum itu. Maka berkembanglah tempat tersebut dan dikenal dengan nama kota Makkah.

Setelah Hajar wafat, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beberapa kali mengunjungi putranya di Makkah. Sampai suatu saat Ibrahim kembali mengunjungi putranya tersebut dan mengajaknya untuk membangun kembali baitullah. Akhirnya Ibrahim dan Ismail pun membangun kembali baitullah. Mereka berdua meninggikan pondasi baitullah. Ismail yang membawakan batunya, sedangkan Ibrahim yang menyusun batu-batu tersebut. Sampai ketika bangunan itu tinggi, Ibrahim pun berpijak pada sebuah batu yang kemudian dikenal dengan nama maqam Ibrahim. Jadi yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah tempat pijakan kaki Ibrahim ketika membangun kembali baitullah. Bukan maqam yang bermakna kuburan seperti yang dikira sebagian orang.

Setelah Baitullah selesai dibangun, maka Ibrahim dan putranya Ismail berdoa kepada Allah agar amalan mereka berdua diterima oleh Allah,


رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ
 “Wahai Rabb kami, terimalah dari kami... Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui..” [1]
Setelah meninggalnya Nabi Ismail, orang-orang Jurhum kemudian menguasai Makkah dan menjadí penguasa di tempat itu. Namun, mereka melakukan kerusakan demi kerusakan sampai kemudian kekuasaan mereka dikudeta dan diusir oleh Bani Khuza’ah. Tatkala orang-orang Jurhum akan mengungsi keluar Mekkah, mereka menyumbat sumur Zamzam. Mereka pun kemudian kembali ke negeri asal mereka, Yaman. [2]

Bani Khuza’ah pun kemudian menjadi penguasa Kota Makkah. Di masa Bani Khuza’ah inilah peribadahan kepada berhala muncul di Kota Makkah. Pemujaan terhadap berhala ini dibawa oleh pemimpin mereka yang bernama 'Am bin Luhay. Dia membawa berhala-berhala dari Syam yang kemudian dia sembah dan kemudian diikuti oleh penduduk Makkah. Tentang Amr bin Luhay ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


رَأَيْتُ جَهَنَّمَ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا يَجُرُّ قُصْبَهُ فِى النَّارِ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِب
 “Aku melihat neraka jahannam, sebagian apinya membakar sebagian yang lain. Dan aku melihat ‘Amr (bin Luhay al Khuza’i) menarik-narik isi perutnya di dalam neraka. Dan dia adalah orang pertama yang memberikan persembahan berupa saa’ibah kepada berhala.” [HR. Al Bukhari] [3]
Adapun anak keturunan Ismail mereka pun menyebar ke pinggiran kota Makkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar. Namun begitu, mereka tidak memiliki wewenang apa pun baik dalam pengurusan kota Makkah ataupun Ka'bah. Periode kekuasaan Khuza'ah berlangsung selama tiga abad. Sampai kemudian muncullah Qushay bin Kilab (leluhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dari suku Quraisy yang kemudian berhasil mengusir Khuza’ah dari Makkah. Qushay pun memimpin kota Makkah. Maka, jadilah Makkah berada di bawah kepemimpinan suku Quraisy. [4]

Di antara peran Qushay bagi masyarakat Makkah adalah mendirikan Darun Nadwah di sebelah utara Masjid Ka'bah, dan menjadikan pintunya mengarah ke masjid. Darun Nadwah merupakan tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy. Di dalamnya dibahas hal-hal yang sangat penting bagi mereka. Oleh karena itu, ia mendapatkan tempat tersendiri di hati mereka karena dapat mencetak kata sepakat di antara mereka dan menyelesaikan sengketa secara baik.[5]

Di antara wewenang Qushay sebagai kepala pemerintahan kota Makkah adalah sebagai berikut :

1.) Menjadi Pemimpin Darun Nadwah.
Dalam Darun Nadwah ini mereka bermusyawarah tentang masalah-masalah penting. Darun Nadwah juga dijadikan sebagai tempat menikahkan putri-putri mereka.

2.) Pemegang panji pasukan.
Panji perang tidak boleh dipegang melainkan oleh tangannya.

3.) Hijabah (wewenang atas Ka'bah)
Pintu Ka'bah tidak boleh dibuka kecuali olehnya, Dia pula yang berwenang memutuskan pengurusan dan siapa yang menjadi juru kunci ka’bah.

4.) Siqayah (pembagian air minum bagi jemaah haji)
Di bawah kepemimpinannya, disiapkanlah air bagi para jamaah haji. Para jemaah haji yang datang ke Mekkah bisa dengan mudah untuk memperolehnya.

5.) Rifadah (Menyediakan makanan)
Qushai mewajibkan iuran kepada Quraisy yang dikeluarkan pada setiap musim haji dan hal tersebut kemudian dipergunakan untuk membeli persediaan makanan buat jemaah haji, khususnya bagi mereka yang tidak membawa makanan atau bekal yang cukup.[6]

Setelah era Qushay, Makkah lalu dipimpin oleh anaknya yang bernama Abdu Manaf. Lalu, kepemimpinan Makkah dibagi-bagi di antara anak-anaknya, Hasyim, Al Mutthalib, Abdus Syam, dan Naufal. Abdul Mutthalib bin Hasyim (kakek Rasulullah) adalah pemimpin Makkah saat Abrahah berusaha untuk menyerang Ka'bah yang kemudian Allah gagalkan dan hancurkan Peristiwa itu dikenal dalam sejarah dengan sebutan Tahun Gajah. Tahun itu adalah tahun di mana Rasulullah dilahirkan pada tahun 570 M/52 sebelum Hijrah.[7]

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


CATATAN KAKI:

[1] Untuk membaca kisah ini secara lebih mendetail, silakan merujuk ke Shahih Al Bukhari, nomor hadits 3365.
[2] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 21.
[3] Ibrahim Al ‘Alim Shahih As Sirah An Nabawiyyah, (Amman: Daarun Nafaais, 2010), hlm. 36.
[4] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 22.
[5] Ibid., hlm. 23.
[6] Ibid., hlm. 23-24.
[7] Ahmad Ma’mur Al ‘Usairy, Mujaz At Tarikh Al Islami, (1996), hlm. 47. 



_____________________

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN


Para pembaca yang budiman, sebentar lagi kita akan mulai memasuki fase lahirnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau dilahirkan di Kota Makkah. Di kota inilah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lahir dan tumbuh berkembang. Makkah juga adalah tempat diturunkannya wahyu kepada Nabi Muhammad. Oleh karena perlu bagi kita untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan kota Makkah dari awal berdirinya sampai menjelang diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Munculnya kota Makkah dimulai dari kisah Nabi Ibrahim alahissalaam. Kisah beliau dan keterkaitannya dengan berdirinya kota Makkah disebutkan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dari sahabat yang mulia, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Disebutkan bahwa Ibrahim ‘alaihissalaam datang ke Makkah dengan membawa istrinya Hajar serta putranya yang masih menyusui yaitu Ismail. Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian menempatkan istrinya itu di dekat Baitullah yang dahulu telah dibangun oleh Adam ‘alaihissalam. Di Makkah pada saat itu belum ada seorangpun dan di situ tidak pula ada airnya. Sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian meninggalkan anak dan istrinya.

Hajar kemudian mengikuti suaminya, dan berkata, "Kemanakah Engkau hendak pergi dan mengapa Engkau tinggalkan kami di lembah ini, tanpa ada seorang pun sebagai kawan dan tidak ada sesuatu apapun?"

Hajar berkata demikian itu berulang kali, tetapi Ibrahim ‘alaihissalaam sama sekali tidak menoleh kepadanya.

Kemudian Hajar berkata, "Apakah Allah yang memerintahkan Engkau untuk melakukan ini?"

Ibrahim ‘alaihissalaam menjawab, "Ya."

Hajar berkata, "Kalau demikian, pastilah Allah tidak akan menyia-nyiakan nasib kita."

Hajar kemudian kembali ke tempatnya semula.

Ibrahim ‘alaihissalaam kemudian melanjutkan perjalanannya hingga sampailah beliau ke suatu tempat, beliau pun kemudian menghadapkan wajahnya ke Baitullah lalu berdoa,

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
 “Wahai Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Wahai Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” [QS. Ibrahim: 37]
Hajar kemudian menyusui putranya dan minum dari air yang tersisa. Namun ketika habis persediaan air tersebut, dia dan putranya kemudian merasa haus. Hajar pun kemudian melihat sekelilingnya dan tampaklah olehnya sebuah bukit (yang kemudian dikenal dengan mana Bukit Shafa). Hajar pun kemudian menuju ke puncak gunung ini dan berdiri di atasnya, kemudian ia menghadap ke lembah, melihat di situ, kalau-kalau dapat melihat seorang manusia, tetapi tidak ada. Lalu ia pun turun dari Shafa, sehingga setelah ia sampai di lembah lagi, lalu naik ke bukit yang ada di seberang Shafa (yaitu bukit Marwa). Di atas puncak Marwah ini, menengok ke lembah, kalau-kalau ada seorang manusia yang dapat dilihat olehnya. Tetapi tidak ada, sehingga Hajar mengerjakan sedemikian itu sebanyak tujuh kali (yakni bolak-balik antara Shafa dan Marwah). Inilah yang kemudian diabadikan menjadi ibadah sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah.

Setelah Hajar berada di atas Marwah ia mendengar suatu suara. Kemudian ia berkata pada dirinya sendiria, "Diamlah". Tiba-tiba tampaklah oleh Hajar ada seorang malaikat di berada di suatu tempat. Malaikat itu mengorek-ngorek tanah dengan kaki atau sayapnya sehingga keluarlah air dari tanah tersebut. Hajar kemudian mengumpulkan air tersebut dengan tangannya sehingga terbentuklah genangan air. Inilah yang menjadi cikal bakal sumur Zam-zam yang airnya sampai sekarang masih bisa dinikmati oleh jamaah haji dan umrah dari berbagai negara.

Hajar akhirnya bisa minum dan menyusui putranya, Isma’il. Malaikat kemudian berkata kepadanya,

لاَ تَخَافُوا الضَّيْعَةَ، فَإِنَّ هَا هُنَا بَيْتَ اللَّهِ، يَبْنِي هَذَا الغُلاَمُ وَأَبُوهُ، وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُضِيعُ أَهْلَه
 "Janganlah Engkau takut akan ditelantarkan, karena disini akan didirikan rumah Allah. Yang mendirikannya nanti adalah anak ini beserta ayahnya. Dan sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan orang-orang yang taat kepadanya.”
Demikianlah keadaan Hajar dengan anaknya, sehingga pada suatu ketika berlalulah di tempat mereka itu sekelompok kawanan yang sedang mengadakan perjalanan dari golongan suku Jurhum. Ketika itu mereka melihat ada burung sedang terbang seolah-olah mengelilingi air, mereka pun mendatangi sumber air tersebut, lalu meminta izin kepada Hajar untuk tinggal di sekitar tempat itu. Akhirnya orang-orang Jurhum itu pun kemudan tinggal lembah tersebut bersama Hajar dan Ismail. Arab. Isma’il kemudian tumbuh dan belajar bahasa Arab dari mereka. Setelah ia cukup dewasa, mereka mengawinkannya dengan seorang wanita dari suku Jurhum itu. Maka berkembanglah tempat tersebut dan dikenal dengan nama kota Makkah.

Setelah Hajar wafat, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam beberapa kali mengunjungi putranya di Makkah. Sampai suatu saat Ibrahim kembali mengunjungi putranya tersebut dan mengajaknya untuk membangun kembali baitullah. Akhirnya Ibrahim dan Ismail pun membangun kembali baitullah. Mereka berdua meninggikan pondasi baitullah. Ismail yang membawakan batunya, sedangkan Ibrahim yang menyusun batu-batu tersebut. Sampai ketika bangunan itu tinggi, Ibrahim pun berpijak pada sebuah batu yang kemudian dikenal dengan nama maqam Ibrahim. Jadi yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah tempat pijakan kaki Ibrahim ketika membangun kembali baitullah. Bukan maqam yang bermakna kuburan seperti yang dikira sebagian orang.

Setelah Baitullah selesai dibangun, maka Ibrahim dan putranya Ismail berdoa kepada Allah agar amalan mereka berdua diterima oleh Allah,


رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ العَلِيمُ
 “Wahai Rabb kami, terimalah dari kami... Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui..” [1]
Setelah meninggalnya Nabi Ismail, orang-orang Jurhum kemudian menguasai Makkah dan menjadí penguasa di tempat itu. Namun, mereka melakukan kerusakan demi kerusakan sampai kemudian kekuasaan mereka dikudeta dan diusir oleh Bani Khuza’ah. Tatkala orang-orang Jurhum akan mengungsi keluar Mekkah, mereka menyumbat sumur Zamzam. Mereka pun kemudian kembali ke negeri asal mereka, Yaman. [2]

Bani Khuza’ah pun kemudian menjadi penguasa Kota Makkah. Di masa Bani Khuza’ah inilah peribadahan kepada berhala muncul di Kota Makkah. Pemujaan terhadap berhala ini dibawa oleh pemimpin mereka yang bernama 'Am bin Luhay. Dia membawa berhala-berhala dari Syam yang kemudian dia sembah dan kemudian diikuti oleh penduduk Makkah. Tentang Amr bin Luhay ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


رَأَيْتُ جَهَنَّمَ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا، وَرَأَيْتُ عَمْرًا يَجُرُّ قُصْبَهُ فِى النَّارِ، وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَيَّبَ السَّوَائِب
 “Aku melihat neraka jahannam, sebagian apinya membakar sebagian yang lain. Dan aku melihat ‘Amr (bin Luhay al Khuza’i) menarik-narik isi perutnya di dalam neraka. Dan dia adalah orang pertama yang memberikan persembahan berupa saa’ibah kepada berhala.” [HR. Al Bukhari] [3]
Adapun anak keturunan Ismail mereka pun menyebar ke pinggiran kota Makkah dan menempati rumah-rumah yang berpencar-pencar. Namun begitu, mereka tidak memiliki wewenang apa pun baik dalam pengurusan kota Makkah ataupun Ka'bah. Periode kekuasaan Khuza'ah berlangsung selama tiga abad. Sampai kemudian muncullah Qushay bin Kilab (leluhur Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) dari suku Quraisy yang kemudian berhasil mengusir Khuza’ah dari Makkah. Qushay pun memimpin kota Makkah. Maka, jadilah Makkah berada di bawah kepemimpinan suku Quraisy. [4]

Di antara peran Qushay bagi masyarakat Makkah adalah mendirikan Darun Nadwah di sebelah utara Masjid Ka'bah, dan menjadikan pintunya mengarah ke masjid. Darun Nadwah merupakan tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy. Di dalamnya dibahas hal-hal yang sangat penting bagi mereka. Oleh karena itu, ia mendapatkan tempat tersendiri di hati mereka karena dapat mencetak kata sepakat di antara mereka dan menyelesaikan sengketa secara baik.[5]

Di antara wewenang Qushay sebagai kepala pemerintahan kota Makkah adalah sebagai berikut :

1.) Menjadi Pemimpin Darun Nadwah.
Dalam Darun Nadwah ini mereka bermusyawarah tentang masalah-masalah penting. Darun Nadwah juga dijadikan sebagai tempat menikahkan putri-putri mereka.

2.) Pemegang panji pasukan.
Panji perang tidak boleh dipegang melainkan oleh tangannya.

3.) Hijabah (wewenang atas Ka'bah)
Pintu Ka'bah tidak boleh dibuka kecuali olehnya, Dia pula yang berwenang memutuskan pengurusan dan siapa yang menjadi juru kunci ka’bah.

4.) Siqayah (pembagian air minum bagi jemaah haji)
Di bawah kepemimpinannya, disiapkanlah air bagi para jamaah haji. Para jemaah haji yang datang ke Mekkah bisa dengan mudah untuk memperolehnya.

5.) Rifadah (Menyediakan makanan)
Qushai mewajibkan iuran kepada Quraisy yang dikeluarkan pada setiap musim haji dan hal tersebut kemudian dipergunakan untuk membeli persediaan makanan buat jemaah haji, khususnya bagi mereka yang tidak membawa makanan atau bekal yang cukup.[6]

Setelah era Qushay, Makkah lalu dipimpin oleh anaknya yang bernama Abdu Manaf. Lalu, kepemimpinan Makkah dibagi-bagi di antara anak-anaknya, Hasyim, Al Mutthalib, Abdus Syam, dan Naufal. Abdul Mutthalib bin Hasyim (kakek Rasulullah) adalah pemimpin Makkah saat Abrahah berusaha untuk menyerang Ka'bah yang kemudian Allah gagalkan dan hancurkan Peristiwa itu dikenal dalam sejarah dengan sebutan Tahun Gajah. Tahun itu adalah tahun di mana Rasulullah dilahirkan pada tahun 570 M/52 sebelum Hijrah.[7]

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


CATATAN KAKI:

[1] Untuk membaca kisah ini secara lebih mendetail, silakan merujuk ke Shahih Al Bukhari, nomor hadits 3365.
[2] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 21.
[3] Ibrahim Al ‘Alim Shahih As Sirah An Nabawiyyah, (Amman: Daarun Nafaais, 2010), hlm. 36.
[4] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Beirut: Darul Hilal, t.t.) hlm. 22.
[5] Ibid., hlm. 23.
[6] Ibid., hlm. 23-24.
[7] Ahmad Ma’mur Al ‘Usairy, Mujaz At Tarikh Al Islami, (1996), hlm. 47. 



_____________________

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

#4 | MENGAPA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DITURUNKAN DI ARAB

#4 | MENGAPA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DITURUNKAN DI ARAB


Pertanyaan yang sering muncul dari banyak orang, mengapa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus di Jazirah Arab, bukan di Kepulauan Nusantara misalnya,mengapa beliau diutus di Kota Makkah, bukan di Jakarta atau di Jogja? Sebenarnya dari dua artikel yang kami tulis sebelum ini, kita akan punya gambaran bagaimana kondisi Jazirah Arab dan penduduknya, sehingga memang wajar kalau Allah pilih menjadi tempat turunnya wahyu yang terakhir. Namun untuk memperjelas hal tersebut, kita akan coba kembali memaparkan alasan-alasan tersebut dengan lebih sistematis.


1. Keberadaan Baitullah

Sebelum Rasulullah diutus, Allah telah menentukan bahwa Baitullah (Ka’bah) dibangun di jantung Jaziratul Arab, yaitu Kota Makkah. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”  (Ali Imran: 96).
Jadi jauh sebelum Nabi terakhir dilahirkan di Makkah, kota tersebut sudah disiapkan untuk menerima kehadirannya. Di Kota Makkah pula Allah telah mengukuhkan dakwah bapak para nabi, yaitu Ibrahim 'alahissalam. Dengan segala bentuk keistimewaan itu, kawasan yang penuh berkah ini memang layak menjadi pondasi bagi dakwah Islam yang merupakan kelanjutan dari millah Ibrahim, menjadi tempat kelahiran dan diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai nabi terakhir, di mana beliau juga masih keturunan langsung dari Nabi lbrahim ‘alaihissalam. [1]

Makkah Al-Mukarramah juga telah menjadi tempat yang dengan banyaknya orang yang berkunjung ke sana. Mulai dari para jamaah haji, para pedagang, demikian juga para sastrawan dan juga penyair. Keadaan ini tentunya akan mempermudah dakwah. Orang-orang yang datang ke Makkah, maka mereka akan pulang ke negerinya dengan membawa berita kerasulan. Bukankah dahulu kaum Anshar masuk Islam di  musim haji? Bukankah mereka juga membuat baiat, janji setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  di musim haji pula? [2]


2. Faktor Bahasa

Ketika Nabi shallallahu ‘alahi wasallam di utus, Jazirah Arab yang demikian luas hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu Bahasa Arab. Bahasa Arab yang dipakai oleh para penduduk Jazirah Arab termasuk bahasa yang sangat tua. Semakin tua sebuah bahasa, akan semakin kaya dengan kosakata dan semakin sempurna tata bahasanya. Kalau saja mau meneliti karakter berbagai macam bahasa yang ada di dunia, kita akan dapatkan bahwa bahasa Arab sedemikian istimewa dibandingkan bahasa-bahasa yang lain. Oleh karena itu, pantaslah ia dijadikan bahasa utama umat Islam yang tinggal di seluruh penjuru dunia. [3]


3. Ummi-nya Bangsa Arab

Di antara faktor yang menyebabkan di utusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Jazirah Arab, adalah karena kondisi bangsa Arab yang mayoritasnya ummi, yaitu tidak bisa membaca dan menulis tulisan. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis tulisan) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (Al A’raf: 157)

Kalau saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  diturunkan di tengah-tengah bangsa yang memiliki budaya literasi, maka bisa saja orang menuduh bahwa beliau mengarang ajaran Islam dari buku-buku yang pernah beliau baca.
Al Imam Asy-Syaukani rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya,
لَوْ كُنْتَ مِمَّنْ يَقْدِرُ عَلَى التِّلَاوَةِ وَالْخَطِّ لَقَالُوا لَعَلَّهُ وَجَدَ مَا يَتْلُوهُ عَلَيْنَا مِنْ كُتُبِ اللَّهِ السَّابِقَةِ، أَوْ مِنَ الْكُتُبِ الْمُدَوَّنَةِ فِي أَخْبَارِ الْأُمَمِ، فَلَمَّا كُنْتَ أُمِّيًّا لَا تَقْرَأُ، وَلَا تَكْتُبُ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مَوْضِعٌ لِلرِّيبَةِ، وَلَا مَحَلٌّ لِلشَّكِّ أَبَدًا، بَلْ إِنْكَارُ مَنْ أَنْكَرَ، وَكُفْرُ مَنْ كَفَرَ مُجَرَّدُ عِنَادٍ، وَجُحُودٍ بِلَا شُبْهَةٍ
“Seandainya engkau (Muhammad) adalah orang yang mampu membaca dan menulis, tentu orang-orang akan berkata bahwa ajaran beliau hanyalah dari hasil membaca kitab-kitab Allah yang ada sebelumnya atau hasil dari menelaan kitab-kitab yang disusun tentang kisah umat-umat terdahulu.
Maka ketika engkau (wahai Muhammad) adalah seorang yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis tulisan, maka tidak ada lagi peluang untuk meragukan kebenaran risalah. Sehingga yang pengingkaran dan kekufuran kepada beliau hanyalah karena sikap keras kepala, sombong atau termakan syubhat.” [4] 


4. Kepolosan Bangsa Arab

Maksudnya kepolosan di sini bahwa bangsa Arab kala itu adalah bangsa yang belum terkontaminasi oleh peradaban yang ada di sekitarnya. Pikiran mereka belum dicemari berbagai macam filsafat yang rumit. Seperti ke-ummi-an mereka, kepolosan bangsa Arab ini adalah untuk menyingkirkan keraguan dari dada semua manusia. Kalau saja nabi yang diutus Allah subhanahu wa ta’ala itu lahir dari kalangan intelektual yang menguasai kitab-kitab filsafat, sejarah-sejarah bangsa dan peradaban seperti bangsa Yunani, Romawi dan Persia, pastilah orang akan menganggap Islam merupakan buah pikir manusia, bukan wahyu. [5]


5. Letak yang Strategis untuk Memulai Dakwah

Jika ditinjau dari letak geografis, Jazirah Arab yang dipilih oleh Allah sebagai tempat kelahiran dakwah agung ini begitu strategis seperti yang telah kita sebutkan pada pembahasan kita sebelum ini. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa Jazirah Arab adalah bagian tengah dari peradaban dunia. Al Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya bahkan menyebutkan bahwa Ka’bah adalah pertengahan bumi.[6] 

Namun hendaknya Anda jangan membayangkan dunia seperti di zaman kita sekarang. Tapi bayangkanlah dunia di masa pengutusan Rasulullah, sebelum adanya penemuan benua baru dan perpindahan besar-besaran manusia ke sana. Letak yang strategis ini akan semakin terbukti dengan perjalanan penyebaran Islam di masa-masa Khulafaur Rasyidin dan kerajaan-kerajaan Islam setelahnya.[7]


6. Fanatisme Kesukuan 

Dahulu sistem sosial yang berlaku pada kebanyakan bangsa Arab adalah sistem qabily (kesukuan). Maka hubungan kekerabatan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sistem sosial kemasyarakatan semacam ini. Maka ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mulai berdakwah, beliau pun mendapatkan perlindungan dan pertolongan yang signifikan dari qabilah beliau, Bani Hasyim, terutama dari paman beliau Abu Thalib. [8]

Demikian beberapa faktor yang disebutkan oleh para ulama sebagai alas an mengapa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah di Jazirah Arabia. Ini semua merupakan hikmah yang agung yang pastinya telah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala yang Maha Hakim.

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


CATATAN KAKI:
  1. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 49.
  2. Zaid bin Abdul Karim Az Zaid, Fiqhus Sirah, (Riyadh: Darut Tadmuriyyah, 1424 H) hlm. 22. 
  3. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 50.
  4. Muhammad bin Ali Asy Syaukani, Fathul Qadir, (Damaskus: Daar Ibni Katsir, 1414 H), Jilid 4 hlm. 239.
  5. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 48-49.
  6. Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Darul Kutub Al Mishriyyah, 1964), jilid 2, hlm. 153.
  7. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 49.
  8. Zaid bin Abdul Karim Az Zaid, Fiqhus Sirah, (Riyadh: Darut Tadmuriyyah, 1424 H) hlm. 20. 


------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN


Pertanyaan yang sering muncul dari banyak orang, mengapa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus di Jazirah Arab, bukan di Kepulauan Nusantara misalnya,mengapa beliau diutus di Kota Makkah, bukan di Jakarta atau di Jogja? Sebenarnya dari dua artikel yang kami tulis sebelum ini, kita akan punya gambaran bagaimana kondisi Jazirah Arab dan penduduknya, sehingga memang wajar kalau Allah pilih menjadi tempat turunnya wahyu yang terakhir. Namun untuk memperjelas hal tersebut, kita akan coba kembali memaparkan alasan-alasan tersebut dengan lebih sistematis.


1. Keberadaan Baitullah

Sebelum Rasulullah diutus, Allah telah menentukan bahwa Baitullah (Ka’bah) dibangun di jantung Jaziratul Arab, yaitu Kota Makkah. Allah ta’ala berfirman,
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”  (Ali Imran: 96).
Jadi jauh sebelum Nabi terakhir dilahirkan di Makkah, kota tersebut sudah disiapkan untuk menerima kehadirannya. Di Kota Makkah pula Allah telah mengukuhkan dakwah bapak para nabi, yaitu Ibrahim 'alahissalam. Dengan segala bentuk keistimewaan itu, kawasan yang penuh berkah ini memang layak menjadi pondasi bagi dakwah Islam yang merupakan kelanjutan dari millah Ibrahim, menjadi tempat kelahiran dan diutusnya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai nabi terakhir, di mana beliau juga masih keturunan langsung dari Nabi lbrahim ‘alaihissalam. [1]

Makkah Al-Mukarramah juga telah menjadi tempat yang dengan banyaknya orang yang berkunjung ke sana. Mulai dari para jamaah haji, para pedagang, demikian juga para sastrawan dan juga penyair. Keadaan ini tentunya akan mempermudah dakwah. Orang-orang yang datang ke Makkah, maka mereka akan pulang ke negerinya dengan membawa berita kerasulan. Bukankah dahulu kaum Anshar masuk Islam di  musim haji? Bukankah mereka juga membuat baiat, janji setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  di musim haji pula? [2]


2. Faktor Bahasa

Ketika Nabi shallallahu ‘alahi wasallam di utus, Jazirah Arab yang demikian luas hanya memiliki satu bahasa untuk komunikasi di antara mereka, yaitu Bahasa Arab. Bahasa Arab yang dipakai oleh para penduduk Jazirah Arab termasuk bahasa yang sangat tua. Semakin tua sebuah bahasa, akan semakin kaya dengan kosakata dan semakin sempurna tata bahasanya. Kalau saja mau meneliti karakter berbagai macam bahasa yang ada di dunia, kita akan dapatkan bahwa bahasa Arab sedemikian istimewa dibandingkan bahasa-bahasa yang lain. Oleh karena itu, pantaslah ia dijadikan bahasa utama umat Islam yang tinggal di seluruh penjuru dunia. [3]


3. Ummi-nya Bangsa Arab

Di antara faktor yang menyebabkan di utusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Jazirah Arab, adalah karena kondisi bangsa Arab yang mayoritasnya ummi, yaitu tidak bisa membaca dan menulis tulisan. Di dalam Al Qur’an Allah berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang yang mengikut Rasul (yang merupakan) Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis tulisan) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan hal-hal yang ma’ruf dan melarang mereka dari hal-hal yang mungkar, menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk, dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) adalah orang-orang yang beruntung.” (Al A’raf: 157)

Kalau saja Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam  diturunkan di tengah-tengah bangsa yang memiliki budaya literasi, maka bisa saja orang menuduh bahwa beliau mengarang ajaran Islam dari buku-buku yang pernah beliau baca.
Al Imam Asy-Syaukani rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya,
لَوْ كُنْتَ مِمَّنْ يَقْدِرُ عَلَى التِّلَاوَةِ وَالْخَطِّ لَقَالُوا لَعَلَّهُ وَجَدَ مَا يَتْلُوهُ عَلَيْنَا مِنْ كُتُبِ اللَّهِ السَّابِقَةِ، أَوْ مِنَ الْكُتُبِ الْمُدَوَّنَةِ فِي أَخْبَارِ الْأُمَمِ، فَلَمَّا كُنْتَ أُمِّيًّا لَا تَقْرَأُ، وَلَا تَكْتُبُ لَمْ يَكُنْ هُنَاكَ مَوْضِعٌ لِلرِّيبَةِ، وَلَا مَحَلٌّ لِلشَّكِّ أَبَدًا، بَلْ إِنْكَارُ مَنْ أَنْكَرَ، وَكُفْرُ مَنْ كَفَرَ مُجَرَّدُ عِنَادٍ، وَجُحُودٍ بِلَا شُبْهَةٍ
“Seandainya engkau (Muhammad) adalah orang yang mampu membaca dan menulis, tentu orang-orang akan berkata bahwa ajaran beliau hanyalah dari hasil membaca kitab-kitab Allah yang ada sebelumnya atau hasil dari menelaan kitab-kitab yang disusun tentang kisah umat-umat terdahulu.
Maka ketika engkau (wahai Muhammad) adalah seorang yang ummi, yang tidak bisa membaca dan menulis tulisan, maka tidak ada lagi peluang untuk meragukan kebenaran risalah. Sehingga yang pengingkaran dan kekufuran kepada beliau hanyalah karena sikap keras kepala, sombong atau termakan syubhat.” [4] 


4. Kepolosan Bangsa Arab

Maksudnya kepolosan di sini bahwa bangsa Arab kala itu adalah bangsa yang belum terkontaminasi oleh peradaban yang ada di sekitarnya. Pikiran mereka belum dicemari berbagai macam filsafat yang rumit. Seperti ke-ummi-an mereka, kepolosan bangsa Arab ini adalah untuk menyingkirkan keraguan dari dada semua manusia. Kalau saja nabi yang diutus Allah subhanahu wa ta’ala itu lahir dari kalangan intelektual yang menguasai kitab-kitab filsafat, sejarah-sejarah bangsa dan peradaban seperti bangsa Yunani, Romawi dan Persia, pastilah orang akan menganggap Islam merupakan buah pikir manusia, bukan wahyu. [5]


5. Letak yang Strategis untuk Memulai Dakwah

Jika ditinjau dari letak geografis, Jazirah Arab yang dipilih oleh Allah sebagai tempat kelahiran dakwah agung ini begitu strategis seperti yang telah kita sebutkan pada pembahasan kita sebelum ini. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa Jazirah Arab adalah bagian tengah dari peradaban dunia. Al Imam Al-Qurthubi di dalam tafsirnya bahkan menyebutkan bahwa Ka’bah adalah pertengahan bumi.[6] 

Namun hendaknya Anda jangan membayangkan dunia seperti di zaman kita sekarang. Tapi bayangkanlah dunia di masa pengutusan Rasulullah, sebelum adanya penemuan benua baru dan perpindahan besar-besaran manusia ke sana. Letak yang strategis ini akan semakin terbukti dengan perjalanan penyebaran Islam di masa-masa Khulafaur Rasyidin dan kerajaan-kerajaan Islam setelahnya.[7]


6. Fanatisme Kesukuan 

Dahulu sistem sosial yang berlaku pada kebanyakan bangsa Arab adalah sistem qabily (kesukuan). Maka hubungan kekerabatan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam sistem sosial kemasyarakatan semacam ini. Maka ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mulai berdakwah, beliau pun mendapatkan perlindungan dan pertolongan yang signifikan dari qabilah beliau, Bani Hasyim, terutama dari paman beliau Abu Thalib. [8]

Demikian beberapa faktor yang disebutkan oleh para ulama sebagai alas an mengapa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus oleh Allah di Jazirah Arabia. Ini semua merupakan hikmah yang agung yang pastinya telah ditentukan oleh Allah subhanahu wata’ala yang Maha Hakim.

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


CATATAN KAKI:
  1. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 49.
  2. Zaid bin Abdul Karim Az Zaid, Fiqhus Sirah, (Riyadh: Darut Tadmuriyyah, 1424 H) hlm. 22. 
  3. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 50.
  4. Muhammad bin Ali Asy Syaukani, Fathul Qadir, (Damaskus: Daar Ibni Katsir, 1414 H), Jilid 4 hlm. 239.
  5. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 48-49.
  6. Muhammad bin Ahmad Al Qurthubi, Al Jami’ li Ahkamil Qur’an, (Kairo: Darul Kutub Al Mishriyyah, 1964), jilid 2, hlm. 153.
  7. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi, Fiqhus Sirah An Nabawiyah, (Beirut: Darul Fikr, 1999), hlm. 49.
  8. Zaid bin Abdul Karim Az Zaid, Fiqhus Sirah, (Riyadh: Darut Tadmuriyyah, 1424 H) hlm. 20. 


------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

RINGKASAN PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM

RINGKASAN PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM



Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting didalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik berupa perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.

Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla terhadap pendidikan putra-putri islam. Tentang perkara ini, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. [At-Tahrim: 6]
Dan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap diantara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”

Untuk itu seharusnya seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beberapa tuntunan tersebut antara lain:


1.) Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan didalam azab neraka. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” [An- Nisa: 48]
Oleh karena itu, didalam Al-Quran pula Allah‘Azza Wa Jalla kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi,

َيا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. [Luqman: 13]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas Radhiallahu 'anhu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (di atas kendaraan), beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah‘Azza Wa Jalla, niscaya Allah‘Azza Wa Jalla akan menjagamu. Jagalah Allah‘Azza Wa Jalla, niscaya engkau akan dapati Allah‘Azza Wa Jalla di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah‘Azza Wa Jalla. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah‘Azza Wa Jalla. Ketahuilah, seandainya seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, hal itu tidak akan bermanfaat bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah‘Azza Wa Jalla (akan bermanfaat bagimu).Ketahuilah, seandainya seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakanmu, hal itu tidak akan mampu mencelakakanmu sedikit-pun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah‘ Azza Wa Jalla (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu di atas adalah perkara tauhid.

Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang dimana Allah‘Azza Wa Jalla berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah‘Azza Wa Jalla itu berada di atas ‘Arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” [Thaha: 5]

Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in. Adapun dari hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah‘Azza Wa Jalla ?”. Budak tersebut menjawab, “Allah‘Azza Wa Jalla di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa Aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah ‘Azza Wa Jalla”. Rasulullah‘Azza Wa Jalla kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita beriman”. [HR. Muslim dan Abu Daud].


*****

2.) Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah

Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

 “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” [HR. Al-Bukhari]

“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” [Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani].

Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, Insya Allah‘Azza Wa Jalla ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.


*****

3.) Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak

Dimulai dengan surat Al-Fatihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghafal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghafalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC, dll.


*****

4.) Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlak yang Mulia

Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.

Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlak-akhlak mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlak lainnya.


*****

5.)  Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan

Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, berjudi, minum khamr (minuman beralkohol), mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.

Termasuk dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik! Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda tentang musik,


لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
 “Sungguh akan ada kaum-kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al ma’azif (alat-alat musik)”. [Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud]
Maknanya: akan datang dari muslimin, kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinaan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamr, dan bermain musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.

Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana, dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Lonceng itu serulingnya syaithan”. [HR. Muslim]

Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) telah bersabda,

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (maKhluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengazab dia di neraka jahannam” [HR. Muslim]
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya disisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” [HR. Muslim]

Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat, dan yang semacamnya maka hal ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidup didalamnya.


*****

6.) Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian

Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.

Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah ‘Azza Wa Jalla. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah ‘Azza Wa Jalla.

Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.


*****

7.) Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i

Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat. Tentang hal ini, Rasulullah wasallam Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” [Shahih, HR. Abu Daud]
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika mereka dewasa, akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.

Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendak-nya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar kesalahan mereka.



Semoga bisa bermanfaat, terutama bagi orangtua dan para pendidik.



Wallahu a’lam bis shawab.


Diringkas dari kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu dan hadits-hadits tentang hukum gambar ditambahkan dari Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah karya Syaikh Muqbil bin Hadi Rahimahullah


Artikel ini Juga dipublikasikan di KIDS.tauhid.or.id
https://kids.tauhid.or.id/2018/12/ringkasan-pendidikan-anak-dalam-islam.html

______________________

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy


Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting didalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik berupa perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.

Seorang pendidik, baik orang tua maupun guru hendaknya mengetahui betapa besarnya tanggung-jawab mereka di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla terhadap pendidikan putra-putri islam. Tentang perkara ini, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. [At-Tahrim: 6]
Dan didalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap diantara kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban”

Untuk itu seharusnya seorang guru atau orang tua harus tahu apa saja yang harus diajarkan kepada seorang anak serta bagaimana metode yang telah dituntunkan oleh junjungan umat ini, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beberapa tuntunan tersebut antara lain:


1.) Menanamkan Tauhid dan Aqidah yang Benar kepada Anak

Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa tauhid merupakan landasan Islam. Apabila seseorang benar tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Sebaliknya, tanpa tauhid dia pasti terjatuh ke dalam kesyirikan dan akan menemui kecelakaan di dunia serta kekekalan didalam azab neraka. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki” [An- Nisa: 48]
Oleh karena itu, didalam Al-Quran pula Allah‘Azza Wa Jalla kisahkan nasehat Luqman kepada anaknya. Salah satunya berbunyi,

َيا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. [Luqman: 13]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah memberikan contoh penanaman aqidah yang kokoh ini ketika beliau mengajari anak paman beliau, Abdullah bin Abbas Radhiallahu 'anhu dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dengan sanad yang hasan. Ibnu Abbas bercerita,
“Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (di atas kendaraan), beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku: “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat: Jagalah Allah‘Azza Wa Jalla, niscaya Allah‘Azza Wa Jalla akan menjagamu. Jagalah Allah‘Azza Wa Jalla, niscaya engkau akan dapati Allah‘Azza Wa Jalla di hadapanmu. Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah‘Azza Wa Jalla. Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah‘Azza Wa Jalla. Ketahuilah, seandainya seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, hal itu tidak akan bermanfaat bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah‘Azza Wa Jalla (akan bermanfaat bagimu).Ketahuilah, seandainya seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk mencelakakanmu, hal itu tidak akan mampu mencelakakanmu sedikit-pun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah‘ Azza Wa Jalla (akan sampai dan mencelakakanmu). Pena telah diangkat, dan lembaran-lembaran telah kering”.
Perkara-perkara yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu di atas adalah perkara tauhid.

Termasuk aqidah yang perlu ditanamkan kepada anak sejak dini adalah tentang dimana Allah‘Azza Wa Jalla berada. Ini sangat penting, karena banyak kaum muslimin yang salah dalam perkara ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla ada dimana-mana. Sebagian lagi mengatakan bahwa Allah ‘Azza Wa Jalla ada di hati kita, dan beragam pendapat lainnya. Padahal dalil-dalil menunjukkan bahwa Allah‘Azza Wa Jalla itu berada di atas ‘Arsy, yaitu di atas langit. Dalilnya antara lain,

الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ

“Ar-Rahman beristiwa di atas ‘Arsy” [Thaha: 5]

Makna istiwa adalah tinggi dan meninggi sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari dari tabi’in. Adapun dari hadits, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak wanita, “Dimana Allah‘Azza Wa Jalla ?”. Budak tersebut menjawab, “Allah‘Azza Wa Jalla di langit”. Beliau bertanya pula, “Siapa Aku?” budak itu menjawab, “Engkau Rasulullah ‘Azza Wa Jalla”. Rasulullah‘Azza Wa Jalla kemudian bersabda, “Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah wanita beriman”. [HR. Muslim dan Abu Daud].


*****

2.) Mengajari Anak untuk Melaksanakan Ibadah

Hendaknya sejak kecil putra-putri kita diajarkan bagaimana beribadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mulai dari tata cara bersuci, shalat, puasa serta beragam ibadah lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

 “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” [HR. Al-Bukhari]

“Ajarilah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika mereka berusia sepuluh tahun (bila tidak mau shalat-pen)” [Shahih. Lihat Shahih Shahihil Jami’ karya Al-Albani].

Bila mereka telah bisa menjaga ketertiban dalam shalat, maka ajak pula mereka untuk menghadiri shalat berjama’ah di masjid. Dengan melatih mereka dari dini, Insya Allah‘Azza Wa Jalla ketika dewasa, mereka sudah terbiasa dengan ibadah-ibadah tersebut.


*****

3.) Mengajarkan Al-Quran, Hadits serta Doa dan Dzikir yang Ringan kepada Anak-anak

Dimulai dengan surat Al-Fatihah dan surat-surat yang pendek serta doa tahiyat untuk shalat. Dan menyediakan guru khusus bagi mereka yang mengajari tajwid, menghafal Al-Quran serta hadits. Begitu pula dengan doa dan dzikir sehari-hari. Hendaknya mereka mulai menghafalkannya, seperti doa ketika makan, keluar masuk WC, dll.


*****

4.) Mendidik Anak dengan Berbagai Adab dan Akhlak yang Mulia

Ajarilah anak dengan berbagai adab Islami seperti makan dengan tangan kanan, mengucapkan basmalah sebelum makan, menjaga kebersihan, mengucapkan salam, dll.

Begitu pula dengan akhlak. Tanamkan kepada mereka akhlak-akhlak mulia seperti berkata dan bersikap jujur, berbakti kepada orang tua, dermawan, menghormati yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda, serta beragam akhlak lainnya.


*****

5.)  Melarang Anak dari Berbagai Perbuatan yang Diharamkan

Hendaknya anak sedini mungkin diperingatkan dari beragam perbuatan yang tidak baik atau bahkan diharamkan, seperti merokok, berjudi, minum khamr (minuman beralkohol), mencuri, mengambil hak orang lain, zhalim, durhaka kepada orang tua dan segenap perbuatan haram lainnya.

Termasuk dalam permasalahan ini adalah musik dan gambar makhluk bernyawa. Banyak orangtua dan guru yang tidak mengetahui keharaman dua perkara ini, sehingga mereka membiarkan anak-anak bermain-main dengannya. Bahkan lebih dari itu –kita berlindung kepada Allah ‘Azza Wa Jalla, sebagian mereka menjadikan dua perkara ini sebagai metode pembelajaran bagi anak, dan memuji-mujinya sebagai cara belajar yang baik! Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda tentang musik,


لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ اَلْحِرَ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
 “Sungguh akan ada kaum-kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutra, khamr dan al ma’azif (alat-alat musik)”. [Shahih, HR. Al-Bukhari dan Abu Daud]
Maknanya: akan datang dari muslimin, kaum-kaum yang meyakini bahwa perzinaan, mengenakan sutra asli (bagi laki-laki, pent.), minum khamr, dan bermain musik sebagai perkara yang halal, padahal perkara tersebut adalah haram.

Dan al-ma’azif adalah setiap alat yang bernada dan bersuara teratur seperti kecapi, seruling, drum, gendang, rebana, dan yang lainnya. Bahkan lonceng juga, karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

“Lonceng itu serulingnya syaithan”. [HR. Muslim]

Adapun tentang gambar, guru terbaik umat ini (Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) telah bersabda,

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ، يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُوْرَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ
“Seluruh tukang gambar (maKhluk hidup) di neraka, maka kelak Allah akan jadikan pada setiap gambar-gambarnya menjadi hidup, kemudian gambar-gambar itu akan mengazab dia di neraka jahannam” [HR. Muslim]
إِنِّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَاباً عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ اَلْمُصَوِّرُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang paling keras siksanya disisi Allah pada hari kiamat adalah para tukang gambar.” [HR. Muslim]

Oleh karena itu hendaknya kita melarang anak-anak kita dari menggambar mahkluk hidup. Adapun gambar pemandangan, mobil, pesawat, dan yang semacamnya maka hal ini tidaklah mengapa selama tidak ada gambar makhluk hidup didalamnya.


*****

6.) Menanamkan Cinta Jihad serta Keberanian

Bacakanlah kepada mereka kisah-kisah keberanian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam peperangan untuk menegakkan Islam agar mereka mengetahui bahwa beliau adalah sosok yang pemberani, dan sahabat-sahabat beliau seperti Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan Muawiyah telah membebaskan negeri-negeri.

Tanamkan pula kepada mereka kebencian kepada orang-orang kafir. Tanamkan bahwa kaum muslimin akan membebaskan Al-Quds ketika mereka mau kembali mempelajari Islam dan berjihad di jalan Allah ‘Azza Wa Jalla. Mereka akan ditolong dengan seizin Allah ‘Azza Wa Jalla.

Didiklah mereka agar berani beramar ma’ruf nahi munkar, dan hendaknya mereka tidaklah takut melainkan hanya kepada Allah ‘Azza Wa Jalla. Dan tidak boleh menakut-nakuti mereka dengan cerita-cerita bohong, horor serta menakuti mereka dengan gelap.


*****

7.) Membiasakan Anak dengan Pakaian yang Syar’i

Hendaknya anak-anak dibiasakan menggunakan pakaian sesuai dengan jenis kelaminnya. Anak laki-laki menggunakan pakaian laki-laki dan anak perempuan menggunakan pakaian perempuan. Jauhkan anak-anak dari model-model pakaian barat yang tidak syar’i, bahkan ketat dan menunjukkan aurat. Tentang hal ini, Rasulullah wasallam Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk mereka.” [Shahih, HR. Abu Daud]
Untuk anak-anak perempuan, biasakanlah agar mereka mengenakan kerudung penutup kepala sehingga ketika mereka dewasa, akan mudah untuk mengenakan jilbab yang syar’i.

Demikianlah beberapa tuntunan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mendidik anak. Hendaknya para orang tua dan pendidik bisa merealisasikannya dalam pendidikan mereka terhadap anak-anak. Dan hendak-nya pula mereka ingat, untuk selalu bersabar, menasehati putra-putri Islam dengan lembut dan penuh kasih sayang. Jangan membentak atau mencela mereka, apalagi sampai mengumbar kesalahan mereka.



Semoga bisa bermanfaat, terutama bagi orangtua dan para pendidik.



Wallahu a’lam bis shawab.


Diringkas dari kitab Kaifa Nurabbi Auladana karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu dan hadits-hadits tentang hukum gambar ditambahkan dari Hukmu Tashwir Dzawatil Arwah karya Syaikh Muqbil bin Hadi Rahimahullah


Artikel ini Juga dipublikasikan di KIDS.tauhid.or.id
https://kids.tauhid.or.id/2018/12/ringkasan-pendidikan-anak-dalam-islam.html

______________________

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy

HUKUM SUAP-MENYUAP DAN GRATIFIKASI DALAM SYARI'AT ISLAM

HUKUM SUAP-MENYUAP DAN GRATIFIKASI DALAM SYARI'AT ISLAM




Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya , suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dengan tangan ke dalam mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia) Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap , bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut dan makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang dan KPK.
Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai :  “dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Adapun dalam bahasa arab, suap atau sogok dikenal dengan riswah, yang diartikan sebagai “Apa-apa yang diberikan agar ditunaikan kepentingannya atau apa-apa yang diberikan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar “ (Mu’jamul Wasith) .
Dan dalam syariat islam, perkara suap-menyuap ini ini sangat ditentang dan diancam dengan ancaman yang mengerikan, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , beliau bersabda :
لعنة الله على الراشي والمرتشي
“Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap” (HR. Ahmad dan selainnya dari Abdullah bin Amr’ Rhadiyallahu ‘anhuma , Dishohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 5114 dan dalam kitab-kitab beliau lainnya)”
Maka hadits ini bagi orang-orang beriman akan membuat mereka akan menjauhi perbuatan ini, dan ditambah lagi para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang semisal seperti ini, yaitu lafadz “Allah melaknat” menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk kategori dosa besar yang tidak akan diampuni kecuali dia bertaubat, adapun ketika dia mati dalam keadaan belum bertaubat maka di bawah kehendak Allah apakah akan mengadzabnya atau tidak.
Akan tetapi manusia pengejar dunia akan selalu mendengar bisikan setan dan hawa nafsunya, mereka akan mencari seribu satu cara pembenaran agar seakan-akan perbuatan mereka itu dapat dibenarkan. Begitu juga dengan riswah ini, mereka mempunyai seribu satu alasan untuk membenarkan pemberian kepada mereka, diantara alasan mereka yang paling sering dinukil adalah :
  • Ini adalah uang lelah, uang tips atau hadiah
  • Tidak ada pihak yang dirugikan, semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai aturan .
  • Kami hanya diberi, kami tidak pernah meminta.
Maka pemberian inilah yang sekarang dikenal dengan istilah Gratifikasi , yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. (Wikipedia)
Maka sekarang kembali ke hukum syariatnya, benarkah pemberian kepada pagawai adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk diterima ??
Telah datang hadits dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
حَدِيْثُ أَبِيْ حُمَيْدِ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَعْمَلَ عَامِلاً فَجَاءَهُ الْعَامِلُ حِيْنَ فَرَغَ مِنْ عَمَلِهِ فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ هـذَا لَكُمْ وهـذَا أُهْدِيَ لِيْ. فَقَالَ لَهُ: أَفَلاَ قَعَدْتَ فِى بَيْتِ أَبِيْكَ وَأُمِّكَ  فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لاَ ؟ ثُمَّ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةً بَعْدَ الصَّلاَةِ فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَمَا بَالُ الْعَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِـيْنَا فَيَقُوْلُ: هـذَا مِنْ عَمَلِكُمْ وَهـذَا أُهْدِيَ لِيْ أَفَلاَ قَعَدَ فِيْ بَيْتِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ؟ فَوَ الَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَيَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْـأً إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ كَانَ بَعِيْرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا خُوْارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ فَقَدْ بَلَّغْتُ فَقَالَ أَبُوْ حُمَيْدٍ: ثُمَّ رَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ حَتَّى إِنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى عُفْرَةِ إِبْطَيْهِ
 Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu . berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam . mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . dan berkata, “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . bersabda kepadanya, “Mengapakah engaku tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu apakah di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . berdiri, setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak?. Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam ., mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”
Berkata Ibnu Utsaimin Rahimahullahu  tentang hadits ini :
“Dan dari hadits ini kita mengetahui besarnya kejelekkan riswah, dan sesungguhnya hal tersebut termasuk dari perkara-perkara besar yang sampai menyebabkan nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam berdiri berkhutbah kepada manusia dan memperingatkan dari perbuatan ini.
Karena sesungguhnya apabila riswah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi riswah, kita berlindung kepada Allah. 
Dan riswah , terlaknat yang mengambilnya dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil riswah menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan riswah maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah maka yang seperti ini mendapatkan udzur.  
Sebagaimana ditemukan sekarang (kita berlindung kepada Allah) di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang  tidak menunaikan hak-hak manusia kecuali dengan riswah ini (kita belindung kepada Allah) maka dia telah memakan harta dengan batil, dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. 
Kita memohon kepada Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya.( Syarah Riyadhus Sholihin , 1/187)
Berkata Ibnu Baaz Rahimahullahu  :
“Dan hadits ini menunjukkan bahwa wajib atas pegawai di pekerjaaan apa saja untuk Negara untuk menunaikan apa-apa yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh bagi dia untuk menerima hadiah yang terkait dengan pekerjaaanya. Dan apabila dia mengambilnya maka dia harus menaruhnya di Baitul Mal , dan tidak boleh bagi dia untuk mengambil bagi dirinya sendiri berdasarkan hadits shohih ini karena sesungguhnya hal itu merupakan perantara kejelekkan dan pelanggaran amanat.” (Fatawa Ulama Baladil Haram Hal. 655)
Mungkin sebagian orang akan mengatakan, bahwa ini adalah fatwa ulama-ulama masa kini, maka kita butuh ucapan ulama-ulama terdahulu. Maka perhatikanlah ucapan para imam-imam kita terdahulu :
Imam Bukhori membuat bab di dalam shohihnya yang mencantumkan hadits ini : “Bab Hadiah untuk pegawai” dan di tempat lain  beliau membuat bab : “Bab orang-orang yang tidak menerima hadiah dikarenakan sebab”
Imam Nawawi membuat bab dalam Shohih Muslim : “Bab haramnya hadiah untuk pegawai”
Maka sungguh benar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , seandainya saja kira-kira kita duduk di rumah apakah akan ada yang datang orang yang tidak dikenal memberi kita hadiah ??? seandainya kita tidak di posisi sedang memegang urusan atau proyek apakah kita akan diberi hadiah?? apakah apabila kita tidak sedang berada di loket-loket pelayanan masyarakat kita akan diberi hadiah sementara pegawai lain , pegawai biasa yang tidak memegang urusan tidak diberi hadiah ???
Umar bin Abdil aziz Rahimahullahu  , beliau berkata ” Hadiah pada zaman Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam adalah hadiah, adapun hari ini hadiah (hakikatnya) adalah sogokan” (Syarh Ibnu Bathol 7/111)
Lajnah Da’imah Lilbuhuts Wal Ifta’ ditanya tentang 3 bentuk pemberian dalam pekerjaaan :
Pertama,  Pemberian setelah ditunaikannya seluruh pekerjaan dengan baik, tanpa adanya penyia-nyiaan, penipuan, penambahan atau pengurangan dan tanpa mengutamakan seseorang dibanding yang lainnya
Kedua ,  Dengan diminta , baik secara jelas ataupun dengan isyarat.
Ketiga, Uang pemberian orang sebagai tambahan jam kerja yang sudah habis,. Misalnya jam kerja sudah habis, tapi masyarakat atau rekanan masih minta dilayani dan mereka siap membayar uang lembur kita.
Maka mereka menjawab :
Bentuk pertama adalah salah satu bentuk memakan harta manusia dengan cara yang batil
Bentuk kedua termasuk dalam hadits
لعنة الله على الراشي والمرتشي
Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap”
Bentuk ketiga tetap tidak boleh, karena kita berkerja pada pimpinan dan Negara, kalau memang mereka ingin kita berkerja lebih maka mereka harus meminta kepada pimpinan kita secara resmi agar kita berkerja lebih dan kemudian kita dibayar oleh Negara atau perusahaan bukan dari masyarakat atau rekanan.
(Sumber Fatwa No. 9374 dengan ringkasan dan perubahan)
Dan sebagai tambahan untuk penguat hati-hati yang masih ragu, sebuah hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam tentang hadiah bagi para pegawai, beliau Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
هدايا العمال غلول
“Hadiah untuk pegawai adalah khianat”
(HR. Ahmad dan Baihaqi dari Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu , di shohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ No. 7021)
Maka bagi orang-orang yang beriman, hendaknya taat dan tunduk dengan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya, jangan lagi mencari pembenaran-pembenaran untuk mengikuti hawa nafsunya.
Allah berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36)
 Wallahu a’lam



------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz  Ibnu Dzulkifli As-Samarindy





Kata suap-menyuap pada hari-hari ini ini begitu akrab di telinga dikarenakan seringnya media massa menukilnya, sampai-sampai kata suap-menyuap lebih sering digunakan melebihi makna yang sebenarnya , suap makna sebenarnya adalah memasukkan makanan dengan tangan ke dalam mulut (Kamus Besar bahasa Indonesia) Maka pada hari-hari ini, apabila seseorang mendengar kata suap , bukanlah yang tergambar di benaknya sesuatu yang terkait tangan, mulut dan makanan tapi yang langsung terbayang adalah korupsi, sidang dan KPK.
Suap sendiri dalam makna yang kedua ini tidak ditemukan di dalam kamus bahasa Indonesia, yang ditemukan adalah yang sepadan dengannya yaitu sogok yang diartikan sebagai :  “dana yang sangat besar yang digunakan untuk menyogok para petugas” Sungguh pengertian yang kurang sempurna, karena apabila pengertiannya seperti ini maka tentunya dana-dana kecil tidak termasuk sebagai kategori sogok atau suap.
Adapun dalam bahasa arab, suap atau sogok dikenal dengan riswah, yang diartikan sebagai “Apa-apa yang diberikan agar ditunaikan kepentingannya atau apa-apa yang diberikan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar “ (Mu’jamul Wasith) .
Dan dalam syariat islam, perkara suap-menyuap ini ini sangat ditentang dan diancam dengan ancaman yang mengerikan, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , beliau bersabda :
لعنة الله على الراشي والمرتشي
“Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap” (HR. Ahmad dan selainnya dari Abdullah bin Amr’ Rhadiyallahu ‘anhuma , Dishohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ 5114 dan dalam kitab-kitab beliau lainnya)”
Maka hadits ini bagi orang-orang beriman akan membuat mereka akan menjauhi perbuatan ini, dan ditambah lagi para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang semisal seperti ini, yaitu lafadz “Allah melaknat” menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah termasuk kategori dosa besar yang tidak akan diampuni kecuali dia bertaubat, adapun ketika dia mati dalam keadaan belum bertaubat maka di bawah kehendak Allah apakah akan mengadzabnya atau tidak.
Akan tetapi manusia pengejar dunia akan selalu mendengar bisikan setan dan hawa nafsunya, mereka akan mencari seribu satu cara pembenaran agar seakan-akan perbuatan mereka itu dapat dibenarkan. Begitu juga dengan riswah ini, mereka mempunyai seribu satu alasan untuk membenarkan pemberian kepada mereka, diantara alasan mereka yang paling sering dinukil adalah :
  • Ini adalah uang lelah, uang tips atau hadiah
  • Tidak ada pihak yang dirugikan, semua pekerjaan telah diselesaikan sesuai aturan .
  • Kami hanya diberi, kami tidak pernah meminta.
Maka pemberian inilah yang sekarang dikenal dengan istilah Gratifikasi , yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. (Wikipedia)
Maka sekarang kembali ke hukum syariatnya, benarkah pemberian kepada pagawai adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk diterima ??
Telah datang hadits dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim :
حَدِيْثُ أَبِيْ حُمَيْدِ السَّاعِدِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَعْمَلَ عَامِلاً فَجَاءَهُ الْعَامِلُ حِيْنَ فَرَغَ مِنْ عَمَلِهِ فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللهِ هـذَا لَكُمْ وهـذَا أُهْدِيَ لِيْ. فَقَالَ لَهُ: أَفَلاَ قَعَدْتَ فِى بَيْتِ أَبِيْكَ وَأُمِّكَ  فَنَظَرْتَ أَيُهْدَى لَكَ أَمْ لاَ ؟ ثُمَّ قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشِيَّةً بَعْدَ الصَّلاَةِ فَتَشَهَّدَ وَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ، ثُمَّ قَالَ: أَمَّا بَعْدُ، فَمَا بَالُ الْعَامِلِ نَسْتَعْمِلُهُ فَيَأْتِـيْنَا فَيَقُوْلُ: هـذَا مِنْ عَمَلِكُمْ وَهـذَا أُهْدِيَ لِيْ أَفَلاَ قَعَدَ فِيْ بَيْتِ أَبِيْهِ وَأُمِّهِ فَنَظَرَ هَلْ يُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ؟ فَوَ الَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَيَغُلُّ أَحَدُكُمْ مِنْهَا شَيْـأً إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى عُنُقِهِ إِنْ كَانَ بَعِيْرًا جَاءَ بِهِ لَهُ رُغَاءٌ وَإِنْ كَانَتْ بَقَرَةً جَاءَ بِهَا خُوْارٌ وَإِنْ كَانَتْ شَاةً جَاءَ بِهَا تَيْعَرُ فَقَدْ بَلَّغْتُ فَقَالَ أَبُوْ حُمَيْدٍ: ثُمَّ رَفَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ حَتَّى إِنَّا لَنَنْظُرُ إِلَى عُفْرَةِ إِبْطَيْهِ
 Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu . berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam . mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat kemudian sesudah selesai, ia datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . dan berkata, “Ini untukmu dan yang ini untuk hadiah yang diberikan orang padaku.” Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . bersabda kepadanya, “Mengapakah engaku tidak duduk saja di rumah ayah atau ibumu apakah di beri hadiah atau tidak (oleh orang)?” Kemudian sesudah shalat, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam . berdiri, setelah tasyahud dan memuji Allah selayaknya, lalu bersabda. “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, “Ini hasil untuk kamu dan ini aku berikan hadiah, mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau ibunya untuk menunggu apakah ia diberi hadiah atau tidak?. Demi Allah yang jiwa Muhamad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi), melainkan ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya. Jika berupa onta bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sungguh aku telah menyampaikan.” Abu Humaidi berkata, “kemudian Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam ., mengangkat kedua tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.”
Berkata Ibnu Utsaimin Rahimahullahu  tentang hadits ini :
“Dan dari hadits ini kita mengetahui besarnya kejelekkan riswah, dan sesungguhnya hal tersebut termasuk dari perkara-perkara besar yang sampai menyebabkan nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam berdiri berkhutbah kepada manusia dan memperingatkan dari perbuatan ini.
Karena sesungguhnya apabila riswah merajalela di sebuah kaum maka mereka akan binasa dan akan menjadikan setiap dari mereka tidak mengatakan kebenaran, tidak menghukumi dengan kebenaran dan tidak menegakkan keadilan kecuali jika diberi riswah, kita berlindung kepada Allah. 
Dan riswah , terlaknat yang mengambilnya dan terlaknat pula yang memberi kecuali apabila dalam keadaan yang mengambil riswah menghalangi hak-hak manusia dan tidak akan memberikannya kecuali dengan riswah maka dalam keadaan seperti ini laknat jatuh terhadap yang mengambil dan tidak atas yang memberi karena sesungguhnya pemberi hanya menginginkan mengambil haknya, dan tidak ada jalan bagi dia untuk itu kecuali dengan membayar riswah maka yang seperti ini mendapatkan udzur.  
Sebagaimana ditemukan sekarang (kita berlindung kepada Allah) di sebagian pejabat di Negara-negara Islam yang  tidak menunaikan hak-hak manusia kecuali dengan riswah ini (kita belindung kepada Allah) maka dia telah memakan harta dengan batil, dia telah menimpakan kepada dirinya sendiri dengan laknat. 
Kita memohon kepada Allah ampunan, dan wajib bagi orang-orang Allah telah mempercayakan kepadanya pekerjaan untuk melaksanakannya dengan keadilan dan menegakkannya dengan perkara-perkara yang wajib ditegakkan di dalamnya sesuai kemampuannya.( Syarah Riyadhus Sholihin , 1/187)
Berkata Ibnu Baaz Rahimahullahu  :
“Dan hadits ini menunjukkan bahwa wajib atas pegawai di pekerjaaan apa saja untuk Negara untuk menunaikan apa-apa yang dipercayakan kepadanya dan tidak boleh bagi dia untuk menerima hadiah yang terkait dengan pekerjaaanya. Dan apabila dia mengambilnya maka dia harus menaruhnya di Baitul Mal , dan tidak boleh bagi dia untuk mengambil bagi dirinya sendiri berdasarkan hadits shohih ini karena sesungguhnya hal itu merupakan perantara kejelekkan dan pelanggaran amanat.” (Fatawa Ulama Baladil Haram Hal. 655)
Mungkin sebagian orang akan mengatakan, bahwa ini adalah fatwa ulama-ulama masa kini, maka kita butuh ucapan ulama-ulama terdahulu. Maka perhatikanlah ucapan para imam-imam kita terdahulu :
Imam Bukhori membuat bab di dalam shohihnya yang mencantumkan hadits ini : “Bab Hadiah untuk pegawai” dan di tempat lain  beliau membuat bab : “Bab orang-orang yang tidak menerima hadiah dikarenakan sebab”
Imam Nawawi membuat bab dalam Shohih Muslim : “Bab haramnya hadiah untuk pegawai”
Maka sungguh benar Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam , seandainya saja kira-kira kita duduk di rumah apakah akan ada yang datang orang yang tidak dikenal memberi kita hadiah ??? seandainya kita tidak di posisi sedang memegang urusan atau proyek apakah kita akan diberi hadiah?? apakah apabila kita tidak sedang berada di loket-loket pelayanan masyarakat kita akan diberi hadiah sementara pegawai lain , pegawai biasa yang tidak memegang urusan tidak diberi hadiah ???
Umar bin Abdil aziz Rahimahullahu  , beliau berkata ” Hadiah pada zaman Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam adalah hadiah, adapun hari ini hadiah (hakikatnya) adalah sogokan” (Syarh Ibnu Bathol 7/111)
Lajnah Da’imah Lilbuhuts Wal Ifta’ ditanya tentang 3 bentuk pemberian dalam pekerjaaan :
Pertama,  Pemberian setelah ditunaikannya seluruh pekerjaan dengan baik, tanpa adanya penyia-nyiaan, penipuan, penambahan atau pengurangan dan tanpa mengutamakan seseorang dibanding yang lainnya
Kedua ,  Dengan diminta , baik secara jelas ataupun dengan isyarat.
Ketiga, Uang pemberian orang sebagai tambahan jam kerja yang sudah habis,. Misalnya jam kerja sudah habis, tapi masyarakat atau rekanan masih minta dilayani dan mereka siap membayar uang lembur kita.
Maka mereka menjawab :
Bentuk pertama adalah salah satu bentuk memakan harta manusia dengan cara yang batil
Bentuk kedua termasuk dalam hadits
لعنة الله على الراشي والمرتشي
Allah melaknat orang yang memberi suap, dan yang menerima suap”
Bentuk ketiga tetap tidak boleh, karena kita berkerja pada pimpinan dan Negara, kalau memang mereka ingin kita berkerja lebih maka mereka harus meminta kepada pimpinan kita secara resmi agar kita berkerja lebih dan kemudian kita dibayar oleh Negara atau perusahaan bukan dari masyarakat atau rekanan.
(Sumber Fatwa No. 9374 dengan ringkasan dan perubahan)
Dan sebagai tambahan untuk penguat hati-hati yang masih ragu, sebuah hadits Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam tentang hadiah bagi para pegawai, beliau Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda :
هدايا العمال غلول
“Hadiah untuk pegawai adalah khianat”
(HR. Ahmad dan Baihaqi dari Abu Humaidi Assa’idy  Rhadiyallahu ‘anhu , di shohihkan Al-Albani dalam Shohihul Jami’ No. 7021)
Maka bagi orang-orang yang beriman, hendaknya taat dan tunduk dengan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah dan RasulNya, jangan lagi mencari pembenaran-pembenaran untuk mengikuti hawa nafsunya.
Allah berfirman :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab : 36)
 Wallahu a’lam



------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz  Ibnu Dzulkifli As-Samarindy


SAVE ROHINGYA

SAVE ROHINGYA


Kita mengikuti dengan kesedihan hati pada berbagai kejadian yang melanda umat Islam saudara-saudara kita kaum muslimin di berbagai belahan dunia ini, itu semua adalah teguran-teguran yang harusnya kita selalu merenunginya dan mengambil pelajaran darinya.

Yang paling terakhir adalah apa yang menimpa saudara-saudara kita yang berada di Burma dan seluruh hal ini harusnya kita memandang padanya beberapa pelajaran yang berharga dan merenungkan di dalamnya beberapa hal yang seharusnya selalu menjaga kita berada diatas ketaatan dan selalu membawa kita untuk selau bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan lebih mendekatkan diri kepadaNya.

Ada beberapa hal yang hendaknya kita perhatikan dan kita ingat dibelakang kejadian-kejadian ini;

1. Bahwa permusuhan orang-orang kafir terhadap umat Islam itu akan terus berlanjut dan tidak akan berhenti Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan makhluk yang mengkabarkan hal tersebut,


{وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا}
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka mampu untuk hal tersebut." (QS. Al-Baqarah: 217)

Dan Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridho kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah: 120)

Dan Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.(Surah At Taubah ; 33)

keberadan mereka selalu tidak senag adalah ciri apa yang terpendam dalam hati-hati mereka.Allah Subhanahu watala yang mengkabarkanya.Untuk itu hendaknya umat islam sesalu mempersiapkan bekal-bekalnya dan selalu menjaga dirinya diatas tuntunan dan ketaatan.Bukan artinya seorang itu tatkala mengetahui hati-hati orang kafir yang sedemikian rupa kemudian kita melaukan hal-hal yang tidak diizinkan oleh syari’at,tetapi benci dari kekafiran dan kesyirikan itu adalah dasar pokok dari agama dan itu adalah makna syahadat la ilaha illa Allah dan konsekuensi dari seseorang mengikuti agama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Karena itulah yang seharusnya berada didalam hati seorang hamba supaya dia mengingat mengambil kehati-hatianya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala

[يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا } [النساء: 71}
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian selalu mengambil kehati-hatian kalian(An-Nisa 71)

Kemudian yang kedua dari hal yang hendaknya kita renungi dan kita perhatikan didalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Abu Daud dan selainya hadsit dari Tsauban


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Dari Tsauban, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Hampir-hampir bangsa-bangsa (kafir) saling mengajak untuk memerangi kamu, sebagaimana orang-orang yang akan makan saling mengajak menuju piring besar mereka”, Seorang sahabat bertanya: “Apakah disebabkan dari sedikitnya kita pada hari itu?” Beliau menjawab: “Tidak, bahkan pada hari itu kamu banyak, tetapi kamu buih (sampah), seperti buih (sampah) banjir. Dan Allah akan menghilangkan rasa gentar (takut) dari dada (hati) musuhmu terhadap kamu. Dan Allah akan menimpakan wahn (kelemahan) di dalam hati kamu,” Seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cinta dunia dan takut menghadapi kematian”.

Cinta dunia dan takut mati ini pernah dibahasakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan Bahasa yang lain sekaligus disebutkan solusi dari apa yang menimpa ketika musibah ini turun.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ.
Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi,[1] kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma].

Maka dalam hadist yang mulia ini ada dua hal yang hendaknya kita perhatikan secara garis besar dan ini dua perkara yang harus senantiasa kita renungi dan kita mengambil pelajaran darinya. 
Dari sebab-sebab yang melemahkan umat ini apa yang menyebabkan umat ini menjadi lemah atau menyebabkan musuh menguasai mereka.

Dan ini telah diterangkan dalam berbagai ayat dan hadist-hadist sebab-sebab kelemahan tersebut tersebut dan bagaimana mushibah dan malapetaka bisa turun ditengah umat hanya saja banyak dari umat ini yang lalai darinya tidak memikirkanya dengan baik oleh karena itu teguran-teguran yang datang,kejadian-kejadian yang datang dan melanda umat ini harusnya kita mengambil pelajaran,memperhatikanya dengan seksama.

Diantara sebab pokok yang menyebabkan kerendahan di umat ini adalah keberadaan mereka memalingkan peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wata'ala dan ini adalah sumber petaka dan sumber musibah dan Allah subhanahu wata'ala berfirman ;
Allah Ta’ala berfirman,


وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92)

Ini dari ucapan kekafiran dan kesyirikan yang keluar dari orang-orang Yahudi mereka mengatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah dan orang Nashara mengatakan bahwa Almasih Isa adalah anak Allah dan kaum musyrikin yang mengatakan bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah maka Allah berfirman لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّ
sungguh kalian telah mendatangkan perkara yang sangat besar sebuah kemungkaran yang sangat dahsyat
تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh.

Perhatikan bagaimana keadaan langit,bumi,gunung tatkala terjadi kesyirikan,maka ini adalah dosa yang paling besar dan sebab kerendahan ditengah umat ini dan hanya membuat mereka bercrai berai hanya membuat mereka lemah sebab turunya musibah dan mala petaka,hanya melemahkan hati,badan dan pemikiran mereka sebab akal yang kuat adalah akal yang tidak pernah berpikir kepada selain Allah Subhanahu wata'ala akal yang hanya bergantung kepada Allah Subhanahu wata'ala akal yang hati yang selalu terpaut dan terikat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala berlepas dari segala yang selain Allah Subhanahu wa ta'ala.

Karena itu banyaknya di tengah umat Islam ini dari praktek-praktek mendatangi kuburan-kuburan yang dikeramatkan berdo'a kepada selain Allah Subhanahu wa ta'ala mengharap dari siapa yang selain Allah subhanahu wa ta'ala ini dari sebab musibah dan malapetaka dari pokok kelemahan yang seharusnya diingat.

Selain daripada itu dosa dan kemaksiatan ini adalah dari sumber pokok kehancuran dibanyak umat karena itu dibeberapa ayat Alqur'an ketika disebut umat-umat yang dihancurkan diterangkan sebagian sebabnya disebagian ayat ada yang disebutkan
{فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ }
kami binasakan mereka lantaran dosa-dosa mereka(Al Anfal 54)

Maka dosa dan maksiat itu adalah sebab banyaknya prahara dan kejadian yang menimpa ditengah umat karena itu ketika ada kejadian-kejadian yang menimpa tidak cukup seorang itu dengan menangisinya meratapinya dan tidak berbuat apa-apa dalam memperbaikinya jangan sampai dia menyedihkan sesuatu dan dirinya sendiri justru melakukan perbuatan-perbuatan yang mengundang kemurkaan Allah yang bisa mendatangkan musibah dan malapetaka yang mungkin lebih besar dari kejadian-kejadian yang telah terjadi.

Maka ini renungan yang harusnya selalu ada di hati-hati setiap muslim yang membawanya kepada kebaikan.

Kemudian dari sebab kerendahan ditengah umat ini adalah keberadaan mereka berpecah-pecah tidak bersatu hatinya antara satu dan yang lainya terpisah apabila berada di dalam sebuah negri mereka berkelompok-kelompok bergolongan-golongan dan ini semuanya adalah sebab kelemahan Allah Subhanahu wata'ala menerangkan bahwa itu adalah ciri kaum musyrikin


{لَا تَكُونُوا مِنْ الْمُشْرِكِينَ مِنْ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينهمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلّ حِزْب بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}
Dan janganlah kalian seperti orang-orang musrik yang mereka itu memecah belah agamanya setiap dari mereka setiap dari mereka merasa bangga terhadap apa yang mereka miliki.(Ar Rum 32)

Dan banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini dan Allah Subhanahu wa ta'ala juga berfirman :


{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ}
Ta'atilah Allah dan Rasulnya dan jangan kalian berselisih sehingga kalian akan menjadi kalah dan hilang kekuatan kalian(Al Anfal 46)

Karena itu banyaknya perselisihan yang terjadi dan keberadaan umat di dalam sebuah negri tetapi urusanya selalu mencela pemerintahnya selalu mengjhujat dari penguasanya hatinya selalu panas dengan keadaan yang berada di sekitarnya
Harusnya umat ini dan kejadian-kejadian yang menimanya mereka memperbaiki diri,hanya kesabaran dan memulai dari diri sendiri sebelum mengurus orang lain karena perubahan itu mengangkat dari kejelekan itu dimulai dari diri sendiri


إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesugguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka sendiri yang merubah keadaanya(Ar Ra'd ayat 11)

Kemudian dari untaian yang hendaknya kita perhatikan umat ini harusnya selalu mempersiapkan sebab-sebab kekuatan dan kejayaan mereka umat ini Allah jamin dengan kejayaan Allah telah beri kabar gembira dalam hal tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Beri kabar gembira umat ini dengan ketinggian,kemapanan,dan mereka akan diangkat didalam agama”
Itu adalah kabar gembira bagi umat ini tapi kabar gembira tersebut dengan sebab-sebab nya seorang mengambil dari sebab-sebab kekuatan,dan kekuatan yang paling pokok adalah seorang berpegang dengan Al qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam Allah Subhanahu wata'ala berfirman:


{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا }
Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan jangan kalian bercerai berai(Ali Imron 103)

Karena itu para Nabi sebelumnya dari sebeb kekuatan mereka apabila mereka berpegang dengan kuat


{يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ}
Wahai Yahya,ambilah kitab itu dengan kekuatan(Maryam 12)

Maka hal yang membuatnya kuat dan itu adalah sumber kekuatan dari umat dia berpegang dengan kitabnya berpegang dengan Al-Qur'an dan Assunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengamalkanya secara dhohir dan batin dan laksanakan dari segala tuntunan ini atau yang terkait dengan keyakinan ucapan maupun amalanya dan itulah umat Islam.

Kemudian dari sebab keagungan dan kejayaan umat ini apabila mereka selalu bersama selalu bersatu dan selalu menjaga dirinya diatas kebaikan dia bersatu dengan menjaga dirinya diatas Al-Qur'an dan As Sunnah maka apabila dia adalah penduduk negri dia jaga ketaatan terhadap pemerintahnya kepada pemimpinya yang muslim sepanjang pemimpin itu adalah muslim maka didengarkan dan ditaati walaupun ada hal-hal yang buruk terjadi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengijinkan kepada siapapun utntuk keluar dari ketaatan terhadap pemimpin dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam MuslimRasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : 
"Dengar dan taat kepada pemimpin walaupun dipukul punggungmu dan diambil hartamu".

Karena ini adalah pokok kebaikan ditengah umat seorang jangan berfikir untuk dirinya sendiri dia berpikir jauh kedepan sebagaimana Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam memikirkan umat ini.

Ketika ada kezholiman yang terjadi di tengah pemerintah kemudian ada seorang individu yang melakukan dari kudeta keluar terhadapnya atau semisal denganya makan akan terjadi dari bencana kerusakan bukan hanya menimpa dia saja tapi menimpa orang lain oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terhadap orang yang dizholimi dia sabar terhadap dirinya itu adalah hal yang menimpa dirinya dia bersabar dan Allah Subhanahu wata'ala tidak melantarkan hak siapapun,
Kalau tidak diberi di dunia pasti Allah akan memberinya di akhirat tetapi dia menjadi sebab terjadinya kerusakan ditengah manusia ini adalah musibah diatas musibah karena itulah hendaknya setiap orang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata'ala dan melihat dari sebab-sebab yang menyebabkan umat ini dijayakan dan dimulyakan.

Dan diantara sebab kejayaan itu juga adalah seorang hamba selalu mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena itu dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu 'anhu Rasulullah Shallallhau 'alaihi wa sallam bersabda :
“Akan berperang sekelompok dari manusia ditengah umat ini maka ditanyakan apakah diantara akalian ada yang melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan : iya maka mereka pun berperang dan Allah berika n kemenangna untuk mereka kemudian datang lagi sekelompok dari manusia ditengah umat ini mereka berperang maka ditanyakan apakah diantara akalian ada yang berjumpa sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan : iya maka mereka pun berperang dan Allah bukakan kemenangan untuk mereka.kemudian datang lagi masa setelah nya kemudian ditanyakan kepada pasukan itu,apakah ditengaah kalian ada yang melihat orang yang melihat sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan iya maka Allah membukakan kemenangan untuk mereka”.

Maka demikianlah umat ini sepanjang diantara mereka ada yang mengikuti jalan dari para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mengagungkan jalan para sahabat Rasulullah dan para sahabatnya maka kejayaan akan dicatatkan untuk mereka semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu menjadikan kita sebagai hamba-hambanya yang menghindari dari segala kemurkaan dan siksanya dan selalu mengharap ridhonya.

Khutbah ke 2

Dari renungan yang hendaknya kita perhatikan didalam kejadian-kejadian ini bahwa setiap ujian dan cobaan itu sudah digariskan didalam kehidupan seorang muslim dan muslimah tidak ada di dalam kehidupan sorang mu'min dan mu'midah tidak ada ujian jangankan kita,Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya kena ujian dan cobaan mereka pernah mengalami kekalahan dan Allah Subhanahu wa ta'ala menegur dibelakang kekalahan tersebut yang artinya :
“apakah kalian ketika tertimpa oleh musibah kalian bertanya kenapa kita bisa tertimpa musibah maka Allah berfirman katakan wahai Muhammad kepada mereka bahwa musibah itu datang diakibatkan oleh diri-diri kalian sendiri”

maka selalu seorang itu untuk introspeksi diri mengambil pelajaran dia bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dia beristighfar dan memperbaiki dirinya.Ujian dan cobaan itu akan dihadapi oleh setiap hamba dan janganlah dia merasa aman akan hal tersebut Allah Ta'ala berfirman yang artinya :
“Hati-hati kalian terhadap fitnah yang tidak menimpa orang yang fajir secara khusus”.

Kewajiban kita terhadap saudara-saudara kita yang tertimpa oleh musibah dan bencana yang diusir dari negri-negrinya yang dizalimi oleh musuh-musuh nya adalah kita mendoakan kebaikan untuk mereka dan do'a adalah senjata seorang mu'min adalah hal yang sangat berharga jangan ada yang meremehkanya tidaklah Allah Subhanahu wa ta'ala membinasakan Fir'aun dan bala tentaranya kecuali hanya do'a yang dilakukan nabi Harun nabi Musa dan Bani Israil itulah yang mereka miliki dan tidak ada didalam sejarah mereka perlawanan dengan tangan mengangkat senjata melawan fir'aun dan bala tentaranya karena mereka tidak memiliki kemampuan di dalam hal tersebut tapi do'a kepada Allah Subhanahu wata'ala dan kesabaran yang dimiliki oleh mereka itulah yang menyebabkan mereka dimenangkan dan dijayakan oleh Allah Subhanahu wata'ala maka do'a dilakukan kepada mereka dengan cara yang paling baik di dalam sholat kita di dalam sujud kita di waktu-waktu yang mustajabah apalagi hari jum'at ini,hari juma'at adalah seluruhnya adalah waktu mustajabah khususnya setelah ashar sampai sholat maghrib,maka kita berdo'a mentuluskan do'a-do'a kita di dalam hal tersebut
Adapun qunut nazilah adalah sebuah syari'at yang datangnya ketentuanya dengan izin pemerintah,apabila pemerintah meneyrukan untuk hal tersebut dikumandangkan dan dilakukan qunut nazilah dibelakang sholat 5 waktu dan itu bukan hak orang perorang bukan urusan kepala ormas,kepala partai untuk menyerukanya tapi itu adalah wewenang dari pemerintah karena dibelakang hal-hal ini terdapat kemaslahatan-kemaslahatan yang hanya dipandang oleh seorang pimpinan negara,oleh karena itu tidak ada dalam sejarah qunut nazilah ada yang memerintahkanya kecuali Rasulullah sahallallahu 'alaihi wa sallam,dan tidak ada tindakan khusus di kalangan sahabat didalam hal tersebut padahal mereka memiliki banyak masjid,memiliki jama'ah jama'ah yang selalu hadir di majelis tersebut.
Kemudian siapa yang bisa membantu dari saudara-saudaranya dengan menyiapkan keimanan mereka,menguatkan mereka.mengingaykan supaya senantiasa bersabar,membantu mereka dengan harta dan materi maka itu adalah salah satu dari hal yang paling sesdikit yang denganya seorang itu menunjukan keimananya dan menunjukan persaudaraanya.

Diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslin dari Abu Musa Al Asy'asry Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam orang mu'min terhadap orang mu'min yang lain adalah ssebagian menguatkan sebagian yang lain.
Dalam didalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim juga yang lain yang diriwayatkan oleh An Nu'man ibn Basyir bahwa Rasulullah bersabda :

مَثَلُ المؤمنين في تَوَادِّهم وتراحُمهم وتعاطُفهم: مثلُ الجسد، إِذا اشتكى منه عضو: تَدَاعَى له سائرُ الجسد بالسَّهَرِ والحُمِّى

Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

Kemudian,hendaknya seorang itu mempersiapkan apa yang terbaik untuk saudaranya,adapun menyeru intuk berangkat jihad kesana membuat dan membentuk kelompok-kelompok laskar-laskar untuk berangkat kesana,ini bukan wewenang orang perorang yang dari hal yang keluar dari jalur syari'ah keluar dari tuntunan agama,jihad itu disyaratkan dibelakang pimpinan kepemimpinan seorang pemimpin,itu syarat sebuah jihad.

Dari Abi Huroiroh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya seorang pemimpin adalah perisai,melakukan peperangan didalamnya".

Segala bentung perang itu harus dibawah perintah soerang pemimpin seorang kepala negara dan ini bukan urusan orang-perorang,urusan kepala jama'ah,kepala oramas dan yang lainya tapi ini adalah urusan pimpinan negara dia melihat kewajibanya di situ,siapa yang dianggapnya kurang maka menegur dengan cara yang bagus kalau dia tidak laksanakan dari kewajibanya,maka itu bukan tanggung jawab orang yang ada di dalamnya


لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Tidaklah Allah membebani seorang pun kecuali dengan apa yang dia mampu”





*Ditulis dari Khutbah Al-Ustadz Dzulqarnin M Sunusi yang disampaikan pada Jum’at 17 Dzulhijjah 1438/8 September 2017 di Masjid Ibnu Abbas Jakarta Selatan.

Link terkait







Kita mengikuti dengan kesedihan hati pada berbagai kejadian yang melanda umat Islam saudara-saudara kita kaum muslimin di berbagai belahan dunia ini, itu semua adalah teguran-teguran yang harusnya kita selalu merenunginya dan mengambil pelajaran darinya.

Yang paling terakhir adalah apa yang menimpa saudara-saudara kita yang berada di Burma dan seluruh hal ini harusnya kita memandang padanya beberapa pelajaran yang berharga dan merenungkan di dalamnya beberapa hal yang seharusnya selalu menjaga kita berada diatas ketaatan dan selalu membawa kita untuk selau bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan lebih mendekatkan diri kepadaNya.

Ada beberapa hal yang hendaknya kita perhatikan dan kita ingat dibelakang kejadian-kejadian ini;

1. Bahwa permusuhan orang-orang kafir terhadap umat Islam itu akan terus berlanjut dan tidak akan berhenti Allah Subhanahu wa ta’ala yang menciptakan makhluk yang mengkabarkan hal tersebut,


{وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا}
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka mampu untuk hal tersebut." (QS. Al-Baqarah: 217)

Dan Allah Subhanahu wa ta’ala juga berfirman

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridho kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah: 120)

Dan Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al quran) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.(Surah At Taubah ; 33)

keberadan mereka selalu tidak senag adalah ciri apa yang terpendam dalam hati-hati mereka.Allah Subhanahu watala yang mengkabarkanya.Untuk itu hendaknya umat islam sesalu mempersiapkan bekal-bekalnya dan selalu menjaga dirinya diatas tuntunan dan ketaatan.Bukan artinya seorang itu tatkala mengetahui hati-hati orang kafir yang sedemikian rupa kemudian kita melaukan hal-hal yang tidak diizinkan oleh syari’at,tetapi benci dari kekafiran dan kesyirikan itu adalah dasar pokok dari agama dan itu adalah makna syahadat la ilaha illa Allah dan konsekuensi dari seseorang mengikuti agama Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan persaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Karena itulah yang seharusnya berada didalam hati seorang hamba supaya dia mengingat mengambil kehati-hatianya sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala

[يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا خُذُوا حِذْرَكُمْ فَانْفِرُوا ثُبَاتٍ أَوِ انْفِرُوا جَمِيعًا } [النساء: 71}
Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kalian selalu mengambil kehati-hatian kalian(An-Nisa 71)

Kemudian yang kedua dari hal yang hendaknya kita renungi dan kita perhatikan didalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,Abu Daud dan selainya hadsit dari Tsauban


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Dari Tsauban, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Hampir-hampir bangsa-bangsa (kafir) saling mengajak untuk memerangi kamu, sebagaimana orang-orang yang akan makan saling mengajak menuju piring besar mereka”, Seorang sahabat bertanya: “Apakah disebabkan dari sedikitnya kita pada hari itu?” Beliau menjawab: “Tidak, bahkan pada hari itu kamu banyak, tetapi kamu buih (sampah), seperti buih (sampah) banjir. Dan Allah akan menghilangkan rasa gentar (takut) dari dada (hati) musuhmu terhadap kamu. Dan Allah akan menimpakan wahn (kelemahan) di dalam hati kamu,” Seorang sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Cinta dunia dan takut menghadapi kematian”.

Cinta dunia dan takut mati ini pernah dibahasakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam dengan Bahasa yang lain sekaligus disebutkan solusi dari apa yang menimpa ketika musibah ini turun.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُـمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَيَنْزِعُهُ شَيْئٌ حَتَّى تَرْجِعُواْ إِلَى دِيْنِكُمْ.
Apabila kalian melakukan jual beli dengan cara ‘inah, berpegang pada ekor sapi,[1] kalian ridha dengan hasil tanaman dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan membuat kalian dikuasai oleh kehinaan yang tidak ada sesuatu pun yang mampu mencabut kehinaan tersebut (dari kalian) sampai kalian kembali kepada agama kalian.” [HR. Abu Dawud dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma].

Maka dalam hadist yang mulia ini ada dua hal yang hendaknya kita perhatikan secara garis besar dan ini dua perkara yang harus senantiasa kita renungi dan kita mengambil pelajaran darinya. 
Dari sebab-sebab yang melemahkan umat ini apa yang menyebabkan umat ini menjadi lemah atau menyebabkan musuh menguasai mereka.

Dan ini telah diterangkan dalam berbagai ayat dan hadist-hadist sebab-sebab kelemahan tersebut tersebut dan bagaimana mushibah dan malapetaka bisa turun ditengah umat hanya saja banyak dari umat ini yang lalai darinya tidak memikirkanya dengan baik oleh karena itu teguran-teguran yang datang,kejadian-kejadian yang datang dan melanda umat ini harusnya kita mengambil pelajaran,memperhatikanya dengan seksama.

Diantara sebab pokok yang menyebabkan kerendahan di umat ini adalah keberadaan mereka memalingkan peribadahan kepada selain Allah Subhaanahu wata'ala dan ini adalah sumber petaka dan sumber musibah dan Allah subhanahu wata'ala berfirman ;
Allah Ta’ala berfirman,


وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمَنُ وَلَدًا (88) لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّا (89) تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا (90) أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَنِ وَلَدًا (91) وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا (92)
Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menda’wakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.” (QS. Maryam: 88-92)

Ini dari ucapan kekafiran dan kesyirikan yang keluar dari orang-orang Yahudi mereka mengatakan bahwa 'Uzair adalah anak Allah dan orang Nashara mengatakan bahwa Almasih Isa adalah anak Allah dan kaum musyrikin yang mengatakan bahwa para malaikat adalah anak-anak perempuan Allah maka Allah berfirman لَقَدْ جِئْتُمْ شَيْئًا إِدًّ
sungguh kalian telah mendatangkan perkara yang sangat besar sebuah kemungkaran yang sangat dahsyat
تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu تَكَادُ السَّمَوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh.

Perhatikan bagaimana keadaan langit,bumi,gunung tatkala terjadi kesyirikan,maka ini adalah dosa yang paling besar dan sebab kerendahan ditengah umat ini dan hanya membuat mereka bercrai berai hanya membuat mereka lemah sebab turunya musibah dan mala petaka,hanya melemahkan hati,badan dan pemikiran mereka sebab akal yang kuat adalah akal yang tidak pernah berpikir kepada selain Allah Subhanahu wata'ala akal yang hanya bergantung kepada Allah Subhanahu wata'ala akal yang hati yang selalu terpaut dan terikat kepada Allah Subhanahu wa ta'ala berlepas dari segala yang selain Allah Subhanahu wa ta'ala.

Karena itu banyaknya di tengah umat Islam ini dari praktek-praktek mendatangi kuburan-kuburan yang dikeramatkan berdo'a kepada selain Allah Subhanahu wa ta'ala mengharap dari siapa yang selain Allah subhanahu wa ta'ala ini dari sebab musibah dan malapetaka dari pokok kelemahan yang seharusnya diingat.

Selain daripada itu dosa dan kemaksiatan ini adalah dari sumber pokok kehancuran dibanyak umat karena itu dibeberapa ayat Alqur'an ketika disebut umat-umat yang dihancurkan diterangkan sebagian sebabnya disebagian ayat ada yang disebutkan
{فَأَهْلَكْنَاهُم بِذُنُوبِهِمْ }
kami binasakan mereka lantaran dosa-dosa mereka(Al Anfal 54)

Maka dosa dan maksiat itu adalah sebab banyaknya prahara dan kejadian yang menimpa ditengah umat karena itu ketika ada kejadian-kejadian yang menimpa tidak cukup seorang itu dengan menangisinya meratapinya dan tidak berbuat apa-apa dalam memperbaikinya jangan sampai dia menyedihkan sesuatu dan dirinya sendiri justru melakukan perbuatan-perbuatan yang mengundang kemurkaan Allah yang bisa mendatangkan musibah dan malapetaka yang mungkin lebih besar dari kejadian-kejadian yang telah terjadi.

Maka ini renungan yang harusnya selalu ada di hati-hati setiap muslim yang membawanya kepada kebaikan.

Kemudian dari sebab kerendahan ditengah umat ini adalah keberadaan mereka berpecah-pecah tidak bersatu hatinya antara satu dan yang lainya terpisah apabila berada di dalam sebuah negri mereka berkelompok-kelompok bergolongan-golongan dan ini semuanya adalah sebab kelemahan Allah Subhanahu wata'ala menerangkan bahwa itu adalah ciri kaum musyrikin


{لَا تَكُونُوا مِنْ الْمُشْرِكِينَ مِنْ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينهمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلّ حِزْب بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ}
Dan janganlah kalian seperti orang-orang musrik yang mereka itu memecah belah agamanya setiap dari mereka setiap dari mereka merasa bangga terhadap apa yang mereka miliki.(Ar Rum 32)

Dan banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini dan Allah Subhanahu wa ta'ala juga berfirman :


{وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ}
Ta'atilah Allah dan Rasulnya dan jangan kalian berselisih sehingga kalian akan menjadi kalah dan hilang kekuatan kalian(Al Anfal 46)

Karena itu banyaknya perselisihan yang terjadi dan keberadaan umat di dalam sebuah negri tetapi urusanya selalu mencela pemerintahnya selalu mengjhujat dari penguasanya hatinya selalu panas dengan keadaan yang berada di sekitarnya
Harusnya umat ini dan kejadian-kejadian yang menimanya mereka memperbaiki diri,hanya kesabaran dan memulai dari diri sendiri sebelum mengurus orang lain karena perubahan itu mengangkat dari kejelekan itu dimulai dari diri sendiri


إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
Sesugguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka sendiri yang merubah keadaanya(Ar Ra'd ayat 11)

Kemudian dari untaian yang hendaknya kita perhatikan umat ini harusnya selalu mempersiapkan sebab-sebab kekuatan dan kejayaan mereka umat ini Allah jamin dengan kejayaan Allah telah beri kabar gembira dalam hal tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Beri kabar gembira umat ini dengan ketinggian,kemapanan,dan mereka akan diangkat didalam agama”
Itu adalah kabar gembira bagi umat ini tapi kabar gembira tersebut dengan sebab-sebab nya seorang mengambil dari sebab-sebab kekuatan,dan kekuatan yang paling pokok adalah seorang berpegang dengan Al qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa sallam Allah Subhanahu wata'ala berfirman:


{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا }
Berpegang teguhlah kalian dengan tali Allah dan jangan kalian bercerai berai(Ali Imron 103)

Karena itu para Nabi sebelumnya dari sebeb kekuatan mereka apabila mereka berpegang dengan kuat


{يَا يَحْيَىٰ خُذِ الْكِتَابَ بِقُوَّةٍ}
Wahai Yahya,ambilah kitab itu dengan kekuatan(Maryam 12)

Maka hal yang membuatnya kuat dan itu adalah sumber kekuatan dari umat dia berpegang dengan kitabnya berpegang dengan Al-Qur'an dan Assunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengamalkanya secara dhohir dan batin dan laksanakan dari segala tuntunan ini atau yang terkait dengan keyakinan ucapan maupun amalanya dan itulah umat Islam.

Kemudian dari sebab keagungan dan kejayaan umat ini apabila mereka selalu bersama selalu bersatu dan selalu menjaga dirinya diatas kebaikan dia bersatu dengan menjaga dirinya diatas Al-Qur'an dan As Sunnah maka apabila dia adalah penduduk negri dia jaga ketaatan terhadap pemerintahnya kepada pemimpinya yang muslim sepanjang pemimpin itu adalah muslim maka didengarkan dan ditaati walaupun ada hal-hal yang buruk terjadi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengijinkan kepada siapapun utntuk keluar dari ketaatan terhadap pemimpin dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam MuslimRasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda : 
"Dengar dan taat kepada pemimpin walaupun dipukul punggungmu dan diambil hartamu".

Karena ini adalah pokok kebaikan ditengah umat seorang jangan berfikir untuk dirinya sendiri dia berpikir jauh kedepan sebagaimana Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam memikirkan umat ini.

Ketika ada kezholiman yang terjadi di tengah pemerintah kemudian ada seorang individu yang melakukan dari kudeta keluar terhadapnya atau semisal denganya makan akan terjadi dari bencana kerusakan bukan hanya menimpa dia saja tapi menimpa orang lain oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam terhadap orang yang dizholimi dia sabar terhadap dirinya itu adalah hal yang menimpa dirinya dia bersabar dan Allah Subhanahu wata'ala tidak melantarkan hak siapapun,
Kalau tidak diberi di dunia pasti Allah akan memberinya di akhirat tetapi dia menjadi sebab terjadinya kerusakan ditengah manusia ini adalah musibah diatas musibah karena itulah hendaknya setiap orang bertaqwa kepada Allah Subhanahu wata'ala dan melihat dari sebab-sebab yang menyebabkan umat ini dijayakan dan dimulyakan.

Dan diantara sebab kejayaan itu juga adalah seorang hamba selalu mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya karena itu dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu 'anhu Rasulullah Shallallhau 'alaihi wa sallam bersabda :
“Akan berperang sekelompok dari manusia ditengah umat ini maka ditanyakan apakah diantara akalian ada yang melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan : iya maka mereka pun berperang dan Allah berika n kemenangna untuk mereka kemudian datang lagi sekelompok dari manusia ditengah umat ini mereka berperang maka ditanyakan apakah diantara akalian ada yang berjumpa sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan : iya maka mereka pun berperang dan Allah bukakan kemenangan untuk mereka.kemudian datang lagi masa setelah nya kemudian ditanyakan kepada pasukan itu,apakah ditengaah kalian ada yang melihat orang yang melihat sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam maka dikatakan iya maka Allah membukakan kemenangan untuk mereka”.

Maka demikianlah umat ini sepanjang diantara mereka ada yang mengikuti jalan dari para sahabat Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam mengagungkan jalan para sahabat Rasulullah dan para sahabatnya maka kejayaan akan dicatatkan untuk mereka semoga Allah subhanahu wa ta'ala selalu menjadikan kita sebagai hamba-hambanya yang menghindari dari segala kemurkaan dan siksanya dan selalu mengharap ridhonya.

Khutbah ke 2

Dari renungan yang hendaknya kita perhatikan didalam kejadian-kejadian ini bahwa setiap ujian dan cobaan itu sudah digariskan didalam kehidupan seorang muslim dan muslimah tidak ada di dalam kehidupan sorang mu'min dan mu'midah tidak ada ujian jangankan kita,Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya kena ujian dan cobaan mereka pernah mengalami kekalahan dan Allah Subhanahu wa ta'ala menegur dibelakang kekalahan tersebut yang artinya :
“apakah kalian ketika tertimpa oleh musibah kalian bertanya kenapa kita bisa tertimpa musibah maka Allah berfirman katakan wahai Muhammad kepada mereka bahwa musibah itu datang diakibatkan oleh diri-diri kalian sendiri”

maka selalu seorang itu untuk introspeksi diri mengambil pelajaran dia bertaubat kepada Allah subhanahu wata'ala dia beristighfar dan memperbaiki dirinya.Ujian dan cobaan itu akan dihadapi oleh setiap hamba dan janganlah dia merasa aman akan hal tersebut Allah Ta'ala berfirman yang artinya :
“Hati-hati kalian terhadap fitnah yang tidak menimpa orang yang fajir secara khusus”.

Kewajiban kita terhadap saudara-saudara kita yang tertimpa oleh musibah dan bencana yang diusir dari negri-negrinya yang dizalimi oleh musuh-musuh nya adalah kita mendoakan kebaikan untuk mereka dan do'a adalah senjata seorang mu'min adalah hal yang sangat berharga jangan ada yang meremehkanya tidaklah Allah Subhanahu wa ta'ala membinasakan Fir'aun dan bala tentaranya kecuali hanya do'a yang dilakukan nabi Harun nabi Musa dan Bani Israil itulah yang mereka miliki dan tidak ada didalam sejarah mereka perlawanan dengan tangan mengangkat senjata melawan fir'aun dan bala tentaranya karena mereka tidak memiliki kemampuan di dalam hal tersebut tapi do'a kepada Allah Subhanahu wata'ala dan kesabaran yang dimiliki oleh mereka itulah yang menyebabkan mereka dimenangkan dan dijayakan oleh Allah Subhanahu wata'ala maka do'a dilakukan kepada mereka dengan cara yang paling baik di dalam sholat kita di dalam sujud kita di waktu-waktu yang mustajabah apalagi hari jum'at ini,hari juma'at adalah seluruhnya adalah waktu mustajabah khususnya setelah ashar sampai sholat maghrib,maka kita berdo'a mentuluskan do'a-do'a kita di dalam hal tersebut
Adapun qunut nazilah adalah sebuah syari'at yang datangnya ketentuanya dengan izin pemerintah,apabila pemerintah meneyrukan untuk hal tersebut dikumandangkan dan dilakukan qunut nazilah dibelakang sholat 5 waktu dan itu bukan hak orang perorang bukan urusan kepala ormas,kepala partai untuk menyerukanya tapi itu adalah wewenang dari pemerintah karena dibelakang hal-hal ini terdapat kemaslahatan-kemaslahatan yang hanya dipandang oleh seorang pimpinan negara,oleh karena itu tidak ada dalam sejarah qunut nazilah ada yang memerintahkanya kecuali Rasulullah sahallallahu 'alaihi wa sallam,dan tidak ada tindakan khusus di kalangan sahabat didalam hal tersebut padahal mereka memiliki banyak masjid,memiliki jama'ah jama'ah yang selalu hadir di majelis tersebut.
Kemudian siapa yang bisa membantu dari saudara-saudaranya dengan menyiapkan keimanan mereka,menguatkan mereka.mengingaykan supaya senantiasa bersabar,membantu mereka dengan harta dan materi maka itu adalah salah satu dari hal yang paling sesdikit yang denganya seorang itu menunjukan keimananya dan menunjukan persaudaraanya.

Diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslin dari Abu Musa Al Asy'asry Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam orang mu'min terhadap orang mu'min yang lain adalah ssebagian menguatkan sebagian yang lain.
Dalam didalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim juga yang lain yang diriwayatkan oleh An Nu'man ibn Basyir bahwa Rasulullah bersabda :

مَثَلُ المؤمنين في تَوَادِّهم وتراحُمهم وتعاطُفهم: مثلُ الجسد، إِذا اشتكى منه عضو: تَدَاعَى له سائرُ الجسد بالسَّهَرِ والحُمِّى

Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

Kemudian,hendaknya seorang itu mempersiapkan apa yang terbaik untuk saudaranya,adapun menyeru intuk berangkat jihad kesana membuat dan membentuk kelompok-kelompok laskar-laskar untuk berangkat kesana,ini bukan wewenang orang perorang yang dari hal yang keluar dari jalur syari'ah keluar dari tuntunan agama,jihad itu disyaratkan dibelakang pimpinan kepemimpinan seorang pemimpin,itu syarat sebuah jihad.

Dari Abi Huroiroh yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Sesungguhnya seorang pemimpin adalah perisai,melakukan peperangan didalamnya".

Segala bentung perang itu harus dibawah perintah soerang pemimpin seorang kepala negara dan ini bukan urusan orang-perorang,urusan kepala jama'ah,kepala oramas dan yang lainya tapi ini adalah urusan pimpinan negara dia melihat kewajibanya di situ,siapa yang dianggapnya kurang maka menegur dengan cara yang bagus kalau dia tidak laksanakan dari kewajibanya,maka itu bukan tanggung jawab orang yang ada di dalamnya


لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Tidaklah Allah membebani seorang pun kecuali dengan apa yang dia mampu”





*Ditulis dari Khutbah Al-Ustadz Dzulqarnin M Sunusi yang disampaikan pada Jum’at 17 Dzulhijjah 1438/8 September 2017 di Masjid Ibnu Abbas Jakarta Selatan.

Link terkait






adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course