Pada kesempatan kali ini kita akan membahas hadits-hadits tentang bersuci, yang pertama yaitu pembahasan tentang wudhu'. Banyak hadits yang menceritakan dan memberikan petunjuk tentang tata cara berwudhu dengan baik dan benar. Namun dalam pembahasan kali ini akan difokuskan kepada hadits yang menerangkan kewajiban berwudhu bagi orang yang hendak melaksanakan shalat sedangkan ia masih dalam keadaan berhadast.
*****
HADITS PERTAMA
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ نَصْرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Ishaq telah menceritakan kepadaku bahwa ‘Abd al-Razzaq mengisahkan kepada kami dari Ma’mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda: “ Allah tidak akan menerima shalatnya seseorang diantara kamu apabila ia sedang dalam keadaan berhadats hingga ia berwudhu.” [Ṣaḥīḥ al-Bukhārī no.6554, Muslim no 225]
Perawi Hadits: Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang siapakah nama Abu Hurairah Dan yang paling terkenal: Abdul Rahman bin Sakhr. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu masuk islam di awal tahun 7 Hijriyah. Bertepatan dengan peristiwa perang Khaibar dan mengikuti perang tersebut. Dan inilah keterangan yang banyak dinukil dari berbagai ahli sejarah.
Kemudian beliau selalu bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sangat perhatian dengan hadits-nya,dan Rasulullah sendiri yang menyatakan bahwa Abu Hurairah sangat semangat dan mencurahkan perhatiannya dalam mengumpulkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Imam Bukhari berkata Abu Huroiroh adalah orang yang paling hafal hadits pada masanya, beliau meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits, dan meninggal pada tahun 57 H di Madinah.
Penjelasan Hadits
Syari'at yang mulia telah menjelaskan bagi yang hendak menunaikan sholat agar tidak melakukannya kecuali dalam keadaan yang terbaik dan suci karena sholat adalah salah satu cara untuk seorang hamba bermunajat kepada Rabbnya. Oleh karena itu kita diperintah untuk bersuci sebelum melakukanya dan tidak diterima kecuali dengannya.
Para ulama menjelaskan maksud dari perkataan (لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ) yang artinya "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian" maksudnya adalah Allah tidak menganggap sholat yang dikerjakan adalah shalat yang sah. Kemudian Rasulullah melanjutkan perkataannya (إِذَا أَحْدَثَ حَتَى يَتَوَضَّأَ) adalah "jika orang yang berhadats hingga dia berwudhu".Maksud dari hadast disini adalah hadast kecil,sedangkan hadast besar cara untuk bersuci darinya adalah dengan mandi wajib.Sampai dia berwudhu atau yang menggantikanya seperti tayammum.
Di dalam hadits ini juga dipahami bahwasanya seseorang yang hendak melakukan sholat tidak perlu mengulangi wudhu nya karena hadits ini menunjukan bahwa yang wajib berwudhu hanya orang yang berhadast saja,adapun ayat Al-Qur'an yang seolah-olah bertentangan dengan hadits ini adalah firman Allah:
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang siapakah nama Abu Hurairah Dan yang paling terkenal: Abdul Rahman bin Sakhr. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu masuk islam di awal tahun 7 Hijriyah. Bertepatan dengan peristiwa perang Khaibar dan mengikuti perang tersebut. Dan inilah keterangan yang banyak dinukil dari berbagai ahli sejarah.
Kemudian beliau selalu bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sangat perhatian dengan hadits-nya,dan Rasulullah sendiri yang menyatakan bahwa Abu Hurairah sangat semangat dan mencurahkan perhatiannya dalam mengumpulkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Imam Bukhari berkata Abu Huroiroh adalah orang yang paling hafal hadits pada masanya, beliau meriwayatkan hadits sebanyak 5374 hadits, dan meninggal pada tahun 57 H di Madinah.
Penjelasan Hadits
Syari'at yang mulia telah menjelaskan bagi yang hendak menunaikan sholat agar tidak melakukannya kecuali dalam keadaan yang terbaik dan suci karena sholat adalah salah satu cara untuk seorang hamba bermunajat kepada Rabbnya. Oleh karena itu kita diperintah untuk bersuci sebelum melakukanya dan tidak diterima kecuali dengannya.
Para ulama menjelaskan maksud dari perkataan (لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ) yang artinya "Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian" maksudnya adalah Allah tidak menganggap sholat yang dikerjakan adalah shalat yang sah. Kemudian Rasulullah melanjutkan perkataannya (إِذَا أَحْدَثَ حَتَى يَتَوَضَّأَ) adalah "jika orang yang berhadats hingga dia berwudhu".Maksud dari hadast disini adalah hadast kecil,sedangkan hadast besar cara untuk bersuci darinya adalah dengan mandi wajib.Sampai dia berwudhu atau yang menggantikanya seperti tayammum.
Di dalam hadits ini juga dipahami bahwasanya seseorang yang hendak melakukan sholat tidak perlu mengulangi wudhu nya karena hadits ini menunjukan bahwa yang wajib berwudhu hanya orang yang berhadast saja,adapun ayat Al-Qur'an yang seolah-olah bertentangan dengan hadits ini adalah firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki..” [Al-Maidah:6]
Dalam ayat yang mulia ini hanya disebutkan "Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu.... dst" secara dhohirnya menunjukan bahwa setiap akan sholat hendaknya seseorang itu selalu berwudhu. Kata para ulama ini tidak bertentangan,akan tetapi hadits ini justru menjadi penjelas terhadap ayat di atas, bahwasanya orang yang hendak mendirikan shalat dia harus berwudhu tatkala ia berhadats.
Beberapa Faedah dari Hadits:
- Bahwa shalat terbagi menjadi 2 jenis,sholat yang diterima dan sholat yang tidak diterima,jika sholat sesuai dengan perintah syari'at maka diterima akan tetapi apabila tidak sesuai maka ditolak.
- Keumuman lafaz hadits menunjukan bahwa seluruh jenis sholat baik sholat wajib atau sunnah tidak diterima kecuali dengan berwudhu',bahkan bagi orang yang lupa,ketika ingat maka wajib mengulanginya.
- Bahwa shalatnya orang yang berhadast haram,karena Allah tidak menerimanya hingga dia berwudhu'.
- Tidak diwajibkan untuk berwudhu' setiap akan sholat,yang wajib adalah ketika dia berhadast atau melakukan salah satu dari pembatal wudhu'.
- Bahwasanya hadast membatalkan wudhu dan juga membatalkan sholat.
*****
HADITS KEDUA
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ تَخَلَّفَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ سَافَرْنَاهُ فَأَدْرَكَنَا وَقَدْ أَرْهَقْنَا الصَّلاَةَ صَلاَةَ الْعَصْرِ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا ، فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ » . مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثً
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, “Kami pernah tertinggal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu safar. Kami lalu menyusul beliau dan ketinggalan shalat yaitu shalat ‘Ashar. Kami berwudhu sampai bagian kaki hanya diusap (tidak dicuci, -pen). Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil dengan suara keras dan berkata, “Celakalah tumit-tumit dari api neraka.” Beliau menyebut dua atau tiga kali. [HR. Bukhari no. 96 dan Muslim no. 241]
Perawi Hadits: Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash radhiyallahu 'anhu
Beliau adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Al-Ash. Ketika beliau masuk Islam Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mengubah nama beliau dengan Abdullah. Gelar beliau adalah Abu Muhammad atau ada pula yang mengatakan Abdurrahman atau Abu Nushair Al Quraysh As Sahmi. Beliau adalah sahabat yang mulia,ahli ibadah, salah seorang pencatatan dan penghafal hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi tidak banyak hadits yang diriwayatkannya. Beliau radhiyallahu 'anhu meninggal tahun 63 H.
Penjelasan Hadits
Di antara kewajiban wudhu adalah terkenanya basuhan pada setiap bagian tubuh yang menjadi anggota wudhu'. Dan hukum asalnya bahwa setiap anggota wudhu' yang tidak terkena air akan menjadikan wudhu tidak sah baik banyak ataupun sedikit.
Akan tetapi para ulama sepakat bahwa apa yang dibalik kuku,tidak perlu seorang ketika berwudhu harus memasukan air ke dalam celah kuku.Karena demikian itu adalah masyaqqoh -hal yang memberatkan- jika seorang harus memastikan setiap celah kukunya harus terkena air.
Dan juga tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya melakukanya.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa termasuk dari hal yang diampuni adalah jika seorang yang berwudhu tidak sengaja meninggalkan sedikit bagian anggota wudhu' yang tidak terkena air disebabkan karena masyaqqoh seperti seseorang yang bekerja sebagai pengadon roti,atau tukang bangunan yang terkadang masih ada sisa kotoran yang tak sengaja menghalangi air wudhu' dari kulitnya.Akan tetapi bagi soerang muslim hendaknya berhati-hati dan selalu perhatian dalam kesempurnaan wudhu' nya.
Beliau adalah Abdullah bin Amr bin Al-Ash, ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Al-Ash. Ketika beliau masuk Islam Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam mengubah nama beliau dengan Abdullah. Gelar beliau adalah Abu Muhammad atau ada pula yang mengatakan Abdurrahman atau Abu Nushair Al Quraysh As Sahmi. Beliau adalah sahabat yang mulia,ahli ibadah, salah seorang pencatatan dan penghafal hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi tidak banyak hadits yang diriwayatkannya. Beliau radhiyallahu 'anhu meninggal tahun 63 H.
Penjelasan Hadits
Di antara kewajiban wudhu adalah terkenanya basuhan pada setiap bagian tubuh yang menjadi anggota wudhu'. Dan hukum asalnya bahwa setiap anggota wudhu' yang tidak terkena air akan menjadikan wudhu tidak sah baik banyak ataupun sedikit.
Akan tetapi para ulama sepakat bahwa apa yang dibalik kuku,tidak perlu seorang ketika berwudhu harus memasukan air ke dalam celah kuku.Karena demikian itu adalah masyaqqoh -hal yang memberatkan- jika seorang harus memastikan setiap celah kukunya harus terkena air.
Dan juga tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya melakukanya.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan bahwa termasuk dari hal yang diampuni adalah jika seorang yang berwudhu tidak sengaja meninggalkan sedikit bagian anggota wudhu' yang tidak terkena air disebabkan karena masyaqqoh seperti seseorang yang bekerja sebagai pengadon roti,atau tukang bangunan yang terkadang masih ada sisa kotoran yang tak sengaja menghalangi air wudhu' dari kulitnya.Akan tetapi bagi soerang muslim hendaknya berhati-hati dan selalu perhatian dalam kesempurnaan wudhu' nya.
Hadits Ini Mengandung Beberapa Faedah :
- Wajibnya memperhatikan anggota wudhu' dan tidak meremehkannya, baik tumit seperti yang disebutkan dalam hadits atau pun anggota wudhu' yang lain dikiaskan dengannya.
- Orang yang meremehkan dan lalai dalam perkara wudhu' diancam dengan ancaman yang berat.
- Dalil bahwa melalaikan perkara thoharoh bisa terjatuh dalam dosa besar, karena ancaman yang keras seperti di dalam hadits ini.
- Wajibnya mencuci kaki ketika berwudhu'.
Referensi
- Taisirul 'Allam Syarh Umdatul Ahkam,Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam.
- Tanbihul Afham,Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
- Ihkamul Ahkam,Ibnu Daqiqil-Id.
- Syarh Umdatul Ahkam,Sa'ad bin Nashir Asyastry.