APA ITU RIBA?
Riba dalam bahasa Arab berarti bertambah, maka sesuatu yang
bertambah dinamakan riba. Sedangkan secara istilah Riba adalah menambahkan
beban kepada yang berhutang (dikenal dengan riba dayn) atau menambahkan takaran
saat melakukan tukar menukar 6 komoditi riba yaitu (Emas, perak, gandum,
sya’ir, kurma, dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar menukar emas
dengan perak dan makanan dengan makanan dengan cara tidak tunai (dikenal dengan
riba bai’).
SEJARAH RIBA
Praktek riba sudah ada sejak dulu dan dipraktekkan oleh
orang-orang yahudi. Bahkan memakan riba adalah sifat orang Yahudi yang
mendapatkan laknat. Al-Qur’an menjelaskan bahwa Bani Israil (Umat Nabi Musa 'Alaihissalam)
telah melakukan riba dan Allah subhanahu wa ta'ala sudah melarang mereka dari memakan riba. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
وَأَخۡذِهِمُ ٱلرِّبَوٰاْ وَقَدۡ نُهُواْ عَنۡهُ وَأَكۡلِهِمۡ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِۚ …١٦١
“Dan disebabkan mereka (Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan jalan yang batil “ [Q.S An-Nisa : 161]
Dalam sejarahnya umat Yahudilah yang memperkenalkan riba
kepada bangsa Arab, hingga akhirnya praktek riba makin marak dan makin menjalar
di kota Makkah, dipraktikkan oleh para bangsawan kaum Quraisy jahiliyyah. Dalam
khutbah haji Wada’ di Arafah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
ربا الجاهلية موضوع, وأول ربا أضع ربانا ربا عباس بن عبد المطلب, فإنه موضوع كله
“Riba jahiliah telah dihapuskan, Riba pertama yang kuhapuskan adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib, sesungguhnya riba telah dihapuskan seluruhnya”. [HR.Muslim]
Lalu apa saja bentuk riba yang dipraktikkan orang-orang
jahiliah? Diantara bentuknya antara lain:
- Seseorang memberikan pinjaman 10 keping uang emas selama waktu yang ditentukan dengan syarat nanti dibayar sebanyak 11 keping uang emas.
- Seseorang meminjam 10 keping uang emas, bila jatuh tempo pelunasan dan ia belum mampu membayar, ia mengatakan: “Beri saya tangguh, nanti piutang anda akan saya tambah”.
- Seseorang membeli barang dengan cara tidak tunai. Bila dia belum melunasi hutang pada saat jatuh tempo maka ia harus membayar denda keterlambatan selain melunasi hutang pokok.
Itulah gambaran bagaimana bentuk-bentuk riba di zaman
Jahiliyah yang sudah dihapuskan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam betapa miripnya dengan
transaksi-transaksi yang dilakukan oleh sebagian masyarakat kita.
APA HUKUM RIBA ?
Riba telah diharamkan Allah subhanahu wa ta'ala dengan sangat jelas, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ … ٢٧٥
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [QS.Al Baqarah : 275]
Allah subhanahu wa ta'ala juga memberitahukan bahwa orang yang bermuamalah
dengan riba tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kiamat melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila,
hal ini disebabkan karena mereka memakan riba ketika di dunia.
Allah subhanahu wa ta'ala juga
berjanji akan memasukkan orang-orang yang kembali mengambil riba padahal telah sampai kepadanya larangan
mengambilnya dari Allah subhanahu wa ta'ala ke neraka dalam waktu yang lama.
Allah subhanahu wa ta'ala akan
mencabut keberkahan pada harta yang bercampur riba, yaitu pada firmannya
“Yamhaqullahurr riba,” [Q.S Al-Baqarah 276] sehingga harta hanyalah membuat
kelelahan baginya di dunia, sedang adzab menunggunya di akhirat dan ia tidak
bisa mengambil manfaatnya.
Allah subhanahu wa ta'ala juga menamai pelaku riba sebagai “Kaffar” [Q.S
Al Baqarah 276] yang artinya sangat kufur, yakni sangat kufur terhadap nikmat
Allah subhanahu wa ta'ala, karena ia tidak berbelas kasih kepada orang yang lemah, tidak membantu
orang faqir, tidak memberi tempo kepada orang yang kesusahan, dan bisa keluar
dari agama islam jika ia menganggap halal melakukan riba.
Allah subhanahu wa ta'ala juga telah
memerintahkan orang-orang yang beriman agar meninggalkan riba dan mengancam
akan memerangi orang-orang yang tidak menuruti perintahnya untuk meninggalkan
riba (Q.S Al Baqarah 278-279). Kalau Allah subhanahu wa ta'ala yang Maha Memberi Rizki sudah
mengumumkan perang terhadap pelaku riba bagaimana mungkin sebuah transaksi atau
usaha akan menuai keberkahan, atau sebuah negeri akan mendapatkan kejayaan kalau ternyata masih mempraktikkan
riba.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga memasukkan dosa memakan harta riba ke dalam 7 dosa yang
membinasakan, serta menyatakan bahwa
riba memiliki 72 pintu, dosa riba yang paling ringan adalah bagaikan seorang
laki-laki yang menzinai ibu kandungnya. Begitu besarnya dosa riba sampai-sampai
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendoakan laknat bagi semua
orang yang ikut serta dalam akad riba, beliau melaknat orang yang memberi
pinjaman (yakni yang mengambil riba), orang yang meminjam (yakni yang akan
memberikan riba), penulis yang mencatat akad riba, dan 2 orang saksinya. Imam Muslim
meriwayatkan dari Jaabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu ia berkata,
لعن الله آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه وقال : هم سواء
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, dan 2 orang saksinya. Beliau mengatakan : “Mereka sama (dosanya)”
DAMPAK RIBA
Ciri khas masyarakat madani ditandai dengan hubungan saling
mengasihi dan mencintai antar individu masyarakatnya, bagaikan satu tubuh,
apabila satu organnya sakit maka organ lain akan merasakan perihnya, kondisi
yang seperti ini tidak akan tercipta apabila di masyarakat masih mempraktekkan
riba.
Dalam masyarakat kita dikenal istilah “RENTENIR” atau “LINTAH DARAT”.
Masyarakat sebenarnya mengenal istilah ini dengan konotasi yang negatif, Kalau
kita mendengar istilah ini yang terbersit di benak kita adalah orang yang tidak
berbelas kasihan, seolah seperti lintah yang menghisap darah orang yang diberi
kredit tanpa rasa belas kasih, tak mempedulikan isak tangis orang yang
diberinya kredit karena belum mampu membayar hutang berikut bunganya, serta
merta ia menyita aset si miskin untuk menutupi hutang-hutangnya. Kondisi si
miskin pun semakin terpuruk.
Dari sini tidak menutup kemungkinan si miskin akan
menempuh jalan pintas yang tidak terhormat guna menyambung hidup mereka dan
anak-anak mereka, maka akan muncullah dampak lain dari riba yaitu munculnya
berbagai tindak kejahatan, pencurian, perampokan, dan lain sebagainya.
Riba juga bisa merusak potensi sumber daya manusia, karena
riba menghalangi manusia dari giat bekerja. Bagaimana tidak, si pemilik harta
yakin akan mendapatkan laba dengan meminjamkan uang ke pihak lain tanpa perlu
mengeluarkan keringat dan tanpa menuai resiko kerugian.
Riba juga akan menciptakan kesenjangan sosial antara si kaya
dan si miskin. Dalam islam kesenjangan sosial semacam ini diberantas dengan
penerapan zakat dan pelarangan riba. Islam menginginkan harta yang merupakan
karunia Allah subhanahu wa ta'ala bisa dinikmati oleh sebanyak mungkin umat manusia. Ini sangat
bertentangan dengan prinsip riba.
Belum lagi
dampak-dampak negatif lain dari riba yang sifatnya lebih luas. Riba
menghambat laju pertumbuhan ekonomi, riba adalah penyebab utama terjadinya
inflasi dan juga faktor utama terjadinya krisis ekonomi global dll.
BENTUK-BENTUK RIBA
A. Pertama Riba Dayn (Riba yang objeknya penambahan hutang)
1.) Riba dalam Hutang Piutang
Yaitu pemberi hutang mensyaratkan kepada peminjam untuk
mengembalikan hutang ditambah bunganya, atau penjual barang secara kredit
mensyaratkan denda jika si pembeli telat melunasi kewajiban bayarnya yang telah jatuh tempo, atau si pembeli
sendiri yang mengajukan persyaratan untuk membayar denda dengan mengucapkan:
“Beri saya tenggang waktu dan akan saya bayar dengan harga yang lebih besar
dari semula”
Contoh kasus :
- A meminjam uang kepada si B sebesar 100 ribu, B mensyaratkan bahwa si A harus mengembalikan sebesar 150 ribu.
- A meminjam uang kepada si B sebesar 100 ribu, A mengatakan bahwa akan melunasi hutang sebulan kemudian. Pada saat jatuh tempo ternyata A belum mampu membayar hutangnya. A mengatakan kepada B : “Beri saya waktu 1 minggu, saya akan bayar lebih menjadi 150 rb.
- A membeli barang secara kredit kepada B dengan harga 150 ribu dicicil 3 kali selama 3 bulan, jatuh tempo tanggal 10 tiap bulan. B mensyaratkan apabila A terlambat membayar cicilan (membayar setelah tanggal 10) akan dikenakan denda keterlambatan sebesar 10 ribu.
Riba jenis ini hukumnya adalah haram secara mutlak, sedikit
maupun banyak. Kecuali dalam keadaan darurat yaitu kondisi dimana orang yang
berada dalam kondisi ini akan binasa atau hampir binasa bila ia tidak melakukan
hal yang dilarang tersebut. Juga dengan ketentuan bahwa orang yang dalam
keadaan darurat tidak mempunyai pilihan selain selain melakukan hal yang
diharamkan. Dan kadar haram yang boleh dia lakukan hanyalah sebatas
menghilangkan kondisi darurat-nya.
2.) Riba Bunga Bank
Kata “bunga” begitu indah ketika terdengar di telinga, namun
bunga yang satu ini hanya indah didengar tetapi sangat buruk pada hakikatnya.
Orang-orang ingin memoles sesuatu yang buruk dengan nama-nama yang indah, akan
tetapi perlu dicamkan bahwa NAMA TIDAK AKAN MERUBAH HAKIKAT-NYA, jangan tertipu
dengan nama, sesuatu yang hakikatnya buruk tetaplah buruk meskipun dinamai
dengan nama-nama yang indah, riba tetaplah riba meskipun dinamakan dengan
bunga.
Apa itu bunga bank?
Bunga (interest) adalah imbalan yang dibayar oleh peminjam
atas dana yang diterimanya, bunga dinyatakan dalam persen.
Bank konvensional (bank yang tidak islami) sebagian besar
usahanya bergantung kepada bunga, bank mengumpulkan modal dari dana masyarakat
dalam bentuk tabungan, lalu uang yang terhimpun dipinjamkan dalam bentuk modal
kepada suatu pihak.
Bank memberikan bunga kepada para penabung dan menarik
bunga dari para peminjam. Bunga yang ditarik dari para peminjam jauh lebih
besar daripada bunga yang diberikan kepada pemilik rekening tabungan. Selisih 2
bunga dari peminjam dan penabung merupakan laba yang diperoleh bank.
Apa hukum dari bunga bank?
Bunga yang ditarik bank dari peminjam modal maupun yang
diberikan bank kepada nasabah pemilik rekening hukumnya haram dan termasuk
riba.
Bagaimana bisa dikatakan riba?
Karena hakikat riba adalah pinjaman yang dibayar berlebih.
Perhatikan ilustrasi berikut!
Bank memberikan pinjaman kepada pengusaha dalam bentuk
modal, pinjaman tersebut harus dikembalikan dalam jumlah yang sama ditambah
bunga yang dinyatakan dalam persen. Atau bank menarik denda dari pihak peminjam
jika terlambat membayar pada tempo yang telah ditentukan. Ini jelas-jelas sama
dengan riba jahiliah.
Dana yang disimpan nasabah di bank yang dinamakan
tabungan/simpanan, apakah sesuai dengan istilah wadi’ ah (simpanan) dalam
Islam? Jawabannya adalah tidak.
Menabung di bank sekalipun dinamakan simpanan, akan tetapi
dalam pandangan fikih akadnya sebenarnya
adalah pinjaman. Pinjaman (qardh) dalam fikih berarti menyerahkan uang kepada
seseorang untuk dipergunakannya dan dikembalikan dalam bentuk uang senilai
pinjaman.
Assyaikh Utsaimin rahimahullah menukil dalam kitab beliau Assyarhul Mumti’: “Para ahli fikih menjelaskan bahwa bila orang yang menitipkan uang
memberikan izin kepada yang dititip untuk menggunakannya maka akad wadi’ah
(simpanan) berubah menjadi akad qardh (pinjaman)”
Dalam hal ini dana nasabah dipergunakan lagi oleh pihak bank
untuk dipinjamkan kepada satu pihak dalam bentuk modal. Maka yang seperti ini
sejatinya adalah qardh (pinjaman) bukan simpanan (wadi’ah). Dan pinjaman tidak
boleh dikembalikan berlebih, bila dikembalikan berlebih dalam bentuk bunga ini
dinamakan riba.
Kaidah fikih menyatakan bahwa,
كل قرض جر نفعا فهو ربا
“Setiap pinjaman yang memberikan keuntungan bagi pemberi pinjaman adalah riba “
Kesimpulannya bunga bank sama dengan riba hukumnya HARAM.
Insya Allah bersambung pada artikel berikutnya.
__________________