Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ ٨٢
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah.” [Al-An’am: 82]
Beberapa
Pelajaran dari Ayat yang Mulia Ini:
1. Siapakah Orang yang Beriman?
Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan
di dalam ayat yang mulia ini bahwa orang yang beriman adalah yang benar-benar
mentauhidkan Allah subhanahu wa ta'ala, yaitu tidak melakukan kezaliman sedikit pun, dan
kezaliman yang dimaksud dalam ayat ini adalah kesyirikan, sebagaimana
ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat berikut, Sahabat yang Mulia
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu 'anhu berkata,
لَمَّا نَزَلَتْ {الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ}، قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّنَا لاَ يَظْلِمُ نَفْسَهُ؟ قَالَ: " لَيْسَ كَمَا تَقُولُونَ {لَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ} بِشِرْكٍ، أَوَلَمْ تَسْمَعُوا إِلَى قَوْلِ لُقْمَانَ لِابْنِهِ يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Ketika turun ayat, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” kami pun berkata: Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak menzalimi dirinya sendiri? Beliau bersabda: Tidak seperti yang kalian katakan, tetapi maksud “Tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman” adalah dengan kesyirikan, tidakkah kalian mendengar ucapan Luqman kepada anaknya:
يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai Anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, karena menyekutukan Allah itu adalah kezaliman yang besar.” (Luqman: 13).” [HR. Al-Bukhari dan Muslim, dan ini lafaz Al-Bukhari] Al-Imam Al-Mufassir Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Firman Allah ta'ala, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman”.Maknanya: Mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta'ala yang satu saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mereka tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, merekalah yang akan mendapatkan keamanan di hari kiamat dan hidayah di dunia dan akhirat.” [Tafsir Ibnu Katsir, 3/294, Fathul Majid, hal. 32]
2. Keutamaan Terbesar untuk Orang yang
Mentauhidkan Allah subhanahu wa ta'ala
Ayat yang mulia ini menerangkan
tentang keutamaan terbesar yang akan diraih oleh orang yang mentauhidkan Allah subhanahu wa ta'ala dan menjauhi kesyirikan adalah keamanan dan hidayah, yang mencakup di dunia
dan akhirat [lihat Al-Qoulul Mufid, 1/63];
- Keamanan di dunia dan akhirat; yaitu keamanan dari azab Allah subhanahu wa ta'ala, baik di dunia, di kubur, di hari kebangkitan dan keamanan dari azab neraka, namun dengan syarat istiqomah di atas tauhid dan sunnah sampai akhir hayat.
- Hidayah mencakup dua macam hidayah; hidayah kepada ilmu dan hidayah kepada amalan, yaitu taufiq dari Allah subhanahu wa ta'ala untuk senantiasa menuntut ilmu dan mengamalkannya. Dan tidak diragukan lagi, ilmu dan amal adalah syarat meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
3. Macam-macam Kezaliman dan Bahayanya
Ayat yang mulia ini
memperingatkan bahwa semua bentuk kezaliman dapat memberikan pengaruh terhadap
keamanan dan hidayah bagi seorang hamba, dan kezaliman itu ada tiga bentuk [lihat Al-Qoulul Mufid, 1/61-62];
- Kezaliman terbesar, yaitu syirik dan kufur kepada Allah subhanahu wa ta'ala,
- Kezaliman terhadap diri sendiri, yaitu semua perbuatan dosa, dan atau tidak memberikan hak kepada dirinya seperti berpuasa tanpa berbuka, sholat malam tanpa tidur, dan lan-lain.
- Kezaliman terhadap orang lain, yaitu menyakiti orang lain tanpa alasan yang benar, baik menyakiti dengan ucapan seperti menghina dan melakukan ghibah, maupun perbuatan seperti memukul dan membunuh;
Siapa yang menyempurnakan tauhidnya
dengan menjauhi semua bentuk kezaliman, maka ia akan mendapatkan keamanan dan
hidayah secara sempurna,
Siapa yang hanya menjauhi kezaliman
terbesar (syirik) namun tidak menjauhi kezaliman terhadap diri sendiri dan
orang lain, maka ia tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah secara
sempurna, ia masih terancam dengan azab Allah subhanahu wa ta'ala, nasibnya di bawah kehendak
Allah subhanahu wa ta'ala, apakah diampuni atau diazab, namun andaikan diazab, azabnya tidak
kekal seperti orang-orang yang melakukan syirik.
Siapa yang tidak menjauhi kezaliman
terbesar (syirik) walau tidak melakukan kezaliman terhadap diri sendiri (selain
syirik) dan tidak pula kezaliman terhadap orang lain, maka ia tidak akan
mendapatkan keamanan dan hidayah sama sekali, ia pasti diazab dengan azab yang
sangat pedih dan kekal di neraka selama-lamanya jika ia mati sebelum bertaubat.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Siapa yang
selamat dari tiga bentuk kezaliman ini, maka ia akan mendapatkan keamanan dan
hidayah secara sempurna, dan siapa yang tidak selamat dari kezaliman terhadap
dirinya sendiri, maka ia hanya mendapatkan keamanan dan hidayah secara umum
saja, artinya ia tetap akan masuk surga (walau mungkin diazab dulu) sebagaimana
telah dijanjikan dalam ayat yang lain.
Dan sungguh Allah subhanahu wa ta'ala akan memberikan hidayah untuknya kepada jalan yang lurus yang akhirnya akan mengantarkan ke surga, namun akan berkurang keamanan dan hidayah baginya sesuai dengan kadar berkurangnya iman karena kezalimannya terhadap diri sendiri.” [Al-Iman, hal. 69, Tahqiq Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah, Al-Maktab Al-Islami Amman Yordania, 1416 H]
Dan sungguh Allah subhanahu wa ta'ala akan memberikan hidayah untuknya kepada jalan yang lurus yang akhirnya akan mengantarkan ke surga, namun akan berkurang keamanan dan hidayah baginya sesuai dengan kadar berkurangnya iman karena kezalimannya terhadap diri sendiri.” [Al-Iman, hal. 69, Tahqiq Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah, Al-Maktab Al-Islami Amman Yordania, 1416 H]
4. Jagalah Tauhid dari Dua Perkara
Berbahaya
Ayat yang mulia ini memberi
faidah hendaklah setiap hamba menjaga tauhidnya dari dua perkara;
- Pembatal-pembatal tauhid, yaitu segala macam bentuk kesyirikan dan kekafiran yang dapat menghilangkan tauhid sama sekali,
- Perkara-perkara yang dapat mengurangi kesempurnaannya, yaitu semua bentuk perbuatan dosa dan maksiat; agar ia mendapatkan keamanan dan hidayah secara sempurna.
Asy-Syaikh
Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
“Maka ayat
ini menunjukkan keutamaan tauhid dan menjadi sebab terhapusnya dosa-dosa,
kerena siapa yang menyempurnakan tauhid maka ia akan mendapatkan keamanan dan
hidayah secara sempurna, serta masuk surga tanpa hisab, namun siapa yang
mengurangi kesempurnaannya dengan dosa-dosa yang belum sempat ia bertaubat
darinya (sampai mati), maka;
- Apabila itu dosa-dosa kecil, akan terhapus dengan menjauhi dosa-dosa besar, berdasarkan ayat dalam surat An-Nisa: 31 dan An-Najm: 32,
- Apabila itu dosa-dosa besar maka ia di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta'ala, apakah Allah subhanahu wa ta'ala menghendaki untuk mengampuninya atau mengazab-nya, dan tempat kembali akhirnya adalah surga (andai ia diazab, ia tidak kekal di neraka seperti orang-orang yang musyrik dan kafir), wallaahu a’lam.” [Taisirul ‘Azizil Hamid, hal. 51]
Asy-Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Apabila
iman sempurna tidak tercampur maksiat, maka jaminan keamanan pun sempurna,
namun apabila iman tidak sempurna, maka jaminan keamanan pun tidak sempurna,
contohnya: Pelaku dosa besar (selain syirik dan kufur), ia aman dari azab
neraka secara kekal, namun belum aman sama sekali dari azab (masih mungkin
diazab walau tidak kekal di neraka), keadaannya di bawah kehendak Allah subhanahu wa ta'ala,
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ ٤٨
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisa: 48).” [Al-Qoulul Mufid, 1/62]
5. Syirik adalah Sebab Hilangnya Nikmat
Keamanan dan Hidayah
Ayat yang mulia ini
memperingatkan dengan keras dari bahaya syirik, bahwa orang yang menyekutukan
Allah subhanahu wa ta'ala tidak akan mendapatkan keamanan dan hidayah;
• Orang yang menyekutukan Allah subhanahu wa ta'ala pasti tersesat dalam kehidupan dunia, bahkan dialah orang yang paling sesat.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
ۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ ضَلَّ ضَلَٰلَۢا بَعِيدًا ١١٦
“Barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” [An-Nisa: 116]
Allah subhanahu wa ta'ala juga befirman,
وَمَنۡ أَضَلُّ مِمَّن يَدۡعُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَن لَّا يَسۡتَجِيبُ لَهُۥٓ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَهُمۡ عَن دُعَآئِهِمۡ غَٰفِلُونَ ٥
وَإِذَا حُشِرَ ٱلنَّاسُ كَانُواْ لَهُمۡ أَعۡدَآءٗ وَكَانُواْ بِعِبَادَتِهِمۡ كَٰفِرِينَ ٦
“Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa) nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka? Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka.” [Al-Ahqof: 5-6]
• Orang yang menyekutukan Allah subhanahu wa ta'ala pasti akan mendapatkan azab di dunia atau di akhirat, bahkan kekal di neraka
untuk selama-lamanya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ ٧٢
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” [Al-Maidah: 72]
Allah subhanahu wa ta'ala juga berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمۡ شَرُّ ٱلۡبَرِيَّةِ ٦
“Sesungguhnya orang-orang kafir dari ahli kitab (Yahudi dan Nashrani) dan orang-orang musyrik (akan masuk) neraka jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluq.” [Al-Bayyinah: 6]
6. Tauhid
adalah Pilar Utama Kemakmuran Negeri
Apabila
syirik adalah sebab hancurnya suatu negeri karena hilangnya keamanan dan
hidayah, maka tauhid yang melahirkan iman dan amal shalih adalah kunci
kemakmuran negeri. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِينَهُمُ ٱلَّذِي ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنٗاۚ ٥٥
“Dan Allah subhanahu wa ta'ala telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur: 55]
Dan Allah subhanahu wa ta'ala telah berjanji untuk menganugerahkan kehidupan yang baik kepada ahlut tauhid.
Allah subhanahu wa ta'ala juga berfirman,
مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧
“Barangsiapa mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” [An-Nahl: 97]
Makna
Kehidupan yang Baik bagi Ahlut Tauhid
- Rezeki yang baik lagi halal di dunia dan diberikan dari arah yang tidak ia sangka-sangka.
- Bersifat qona’ah (merasa cukup berapa pun rezeki yang Allah ta'ala anugerahkan).
- Beriman kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan selalu taat kepada-Nya.
- Meraih manisnya ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
- Keselamatan dan kecukupan.
- Kebahagiaan di dunia.
- Ridho dengan takdir Allah subhanahu wa ta'ala.
- Kenikmatan di kubur.
- Kenikmatan di surga.Ketenangan jiwa.
[Lihat
Tafsir Ath-Thabari, 17/289-291, Zadul Masir libnil Jauzi, 2/582 dan Tafsir
As-Sa’di, hal. 448]
(Disalin
dari buku: Tauhid, Pilar Utama Membangun Negeri, hal. 21-30)