Dalam hal pernikahan, Islam telah menjelaskan banyak hal.
Dari sejak mencari kriteria calon pendamping hidup, hingga bagaimana cara
berinteraksi dengannya tatkala resmi menjadi pasangan hidup.
Berikut akan kami nukilkan beberapa penjelasan seputar
indahnya pernikahan dalam Islam yang terangkum dalam sebuah hadist dari sahabat
Abdullah bin mas’ud radhiyallahu 'anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر, و أحصن للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
"Wahai sekalian pemuda! Siapa di antara kalian yang sudah sanggup berkeluarga maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menjaga pandangan dan lebih memelihara syahwat (kemaluan). Namun, siapa yang belum sanggup (menikah), maka hendaklah ia berpuasa karena itu meredakan (syahwat)”. [Muttafaqun ‘alaihi]
Makna kalimat :
- “معشر” adalah ungkapan untuk sekelompok orang yang ada kesamaan sifat, misalnya mas'syara al-anbiaya, ma'syara an-nisaa' dan lain-lain.
- “الشباب” adalah bentuk jama' dari kata “الشاب”, yang artinya adalah orang yang sudah baligh dan belum sampai berumur 30 tahun.
- “الباءة” secara etimologi artinya adalah jima', bersetubuh, hubungan intim, atau biaya/materi. Jadi maksud kalimat ba'ah dalam hadits adalah: siapa yang sudah sanggup jima' maka hendaklah ia menikah, atau siapa yang ada biaya hendaklah ia nikah. Akan tetapi yang lebih bagusnya adalah menggabungkan makna yang dua ini, yaitu" siapa yang sudah mampu dzahir-batin (biaya-jima') maka hendaklah ia menikah.
- " فليتزوج" kalimat Az-zawaj disini adalah Nikah, yaitu: akad atas perempuan dan menggaulinya sehingga tercapai tujuan nikah.
- " أغض" artinya lebih memejamkan, yang asal kalimatnya adalah ghaddu yang maknanya: memejamkan mata, seperti menghalangi mata supaya tidak melihat maksiat.
- " أحصن" asalnya Al-ihshaan artinya; mencegah, benteng, tembok.
- " الصوم" menurut bahasa artinya: menahan, dan menurut istilah fiqih adalah: menahan diri dari makan, minum dan segala hal yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar kedua sampai terbenam matahari/maghrib.
- " وجاء" dalam Hadits ini mempunyai arti bahwa puasa itu memutus syahwat.
****************
KANDUNGAN HADITS
Pertama: Khithob (yang diajak berbicara) Ditujukan Untuk Para Pemuda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengarahkan seruan hadits ini kepada pemuda
pemudi, karena di usia muda inilah semangat untuk menikah itu kuat, juga
gejolak nafsu itu tinggi. Supaya tidak terjerumus ke jalan yang salah, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan jalan yang benar, yaitu menikah bagi orang yang
sanggup, sementara yang belum sanggup dianjurkan untuk berpuasa. Walaupun pada
dzhahir-nya hadits ini ditujukan kepada kawula muda, tapi khitabnya (yg dituju)
juga mencakup orang tua dan lanjut usia. Karenanya kita tidak boleh beranggapan
negatif ketika ada laki-laki umur enam puluhan mau menikah, sebab ini
dianjurkan dalam agama, ulama terdahulu bahkan sahabat juga melakukannya. Dalam
sebuah riwayat, ketika Khalifah Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu berjumpa dengan Abdullah bin
Mas'ud radhiyallahu 'anhu yang sudah tua, sang Khalifah menganjurkan supaya dia menikah lagi dan
memilih gadis muda, siapa tahu jiwa mudanya kembali berulang dengan beristri
muda.
***********
Kedua: Anjuran Untuk Menikah
Banyak ayat al-quran juga hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menganjurkan
untuk menikah, diantaranya: Allah shallallahu 'alaihi wa sallam berfirman,
وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلٗا مِّن قَبۡلِكَ وَجَعَلۡنَا لَهُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَذُرِّيَّةٗۚ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَن يَأۡتِيَ بَِٔايَةٍ إِلَّا بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ لِكُلِّ أَجَلٖ كِتَابٞ ٣٨
“Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. bagi tiap-tiap masa ada Kitab (yang tertentu)”. [Q.S. ar-ra’d: 38]
وَأَنكِحُواْ ٱلۡأَيَٰمَىٰ مِنكُمۡ وَٱلصَّٰلِحِينَ مِنۡ عِبَادِكُمۡ وَإِمَآئِكُمۡۚ إِن يَكُونُواْ فُقَرَآءَ يُغۡنِهِمُ ٱللَّهُ مِن فَضۡلِهِۦۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٞ ٣٢
“Dan kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian dari kalian, dan orang-orang yang baik dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memberikan mereka kecukupan dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. [Q.S. annuur: 32]
Adapun diantara hadits yang menganjurkan menikah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Juga Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الدنيا متاع, وخير متاع الدنيا المراة الصالحة
"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan yang solehah". (H.R Muslim dan Ahmad dll).Di dalam hadits ini kita lihat bagaimana Allah subhanahu wa ta'ala memuliakan kaum wanita (yang shalihah) sampai pada tahap sebaik-baik perhiasan dunia. Tak berharga emas permata, tak bernilai dinar dan dirham kalau dibandingkan dengan wanita shalihah. [H.R Muslim, Ahmad dan selainnya]
ما استفاد المؤمن بعد تقوى الله عز وجل خيرا له من زوجة صالحة, إن أمرها أطاعته, وإن نظر إليها سرته, وإن أقسم عليها أبرته
وإن غاب عنها حفظته فى نفسها وماله
“Tidaklah ada hal yang paling bermanfaat bagi seorang mukmin setelah taqwa kepada Allah lebih baik dari istri solehah, apabila diperintah ia menurut, apabila dipandang menyenangkan, apabila suami bersumpah ia tetap berbuat baik, dan apabila suami tidak di sampingnya ia menjaga dirinya dan harta suaminya”. [H.R Ibnu Majah]
Juga Baginda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أربع من سنن المرسلين جميعا: الحياء, والتعطر, والسواك, والنكاح
”Empat hal yang termasuk dari kebiasaan semua Rasul ‘alaihimussalaam, yaitu: sifat malu, memakai harum-haruman, bersiwak dan nikah”. [H.R Ahmad dan Tirmidzi].
Ketiga:
Hukum Nikah
Mengenai hukum nikah, para ulama berselisih pendapat. Madzhab Zahiriyah, segelintir ulama Syaafi'iyyah dan satu
riwayat yang bersumber dari Ahmad bin Hanbal mengatakan kalau nikah itu
hukumnya wajib, dalil mereka antara lain hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
يا معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر, و أحصن للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai sekalian pemuda! Barang siapa di antara kalian yang sudah sanggup berkeluarga maka hendaklah ia menikah, karena hal itu lebih menjaga pandangan, dan memelihara syahwat (kemaluan), dan sipa yang belum sanggup (menikah), maka hendaklah ia berpuasa karna itu meredakan (syahwat)”. [Muttafaqun ‘alaihi]
Akan tetapi Imam Nawawi, salah satu ulama Syaafi'iyyah
mengatakan: mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah hadits di atas adalah
perintah sunnah bukan perintah wajib. Perintah hadits di atas adalah perintah
untuk menikah bagi yang ingin dan sanggup menikah, dan itu pun menurut pendapat
madzhab kita (Syaafi'iy) bukan perintah wajib. Maka nikah atau menggauli hamba
perempuan itu tidak wajib, walaupun karena takut jatuh kepada dosa.
Seperti ini
mayoritas pendapat semua madzhab, tidak ada satu madzhab yang mewajibkan nikah
kecuali Daud Az-zhahiry (Pendiri madzhab Zhahiriyah) dan satu riwayat yang
bersumber dari Ahmad bin Hanbal, mereka mengatakan bahwa siapa yang takut
terjerumus kepada dosa maka ia wajib menikah atau menggauli hambanya. Bahkan
sebagian mereka mengatakan walaupun bukan karna takut dosa nikah itu tetap
wajib hukumnya.
Imam Ibnu Hazm dari ulama Zhahiriyah mengatakan, "bagi
orang yang sanggup berhubungan suami isteri, maka wajib baginya menikah, jika
ia tidak mampu maka ia harus banyak berpuasa." Imam Al-Mazriy dari madzhab
Maliki mengatakan, "Nikah itu sunnah, tetapi terkadang ia jadi wajib
apabila takut jatuh kepada zina." Imam Al-Qurtubiy mengatakan, "Orang
yang sanggup menikah dan takut terjerumus kepada zina, tidak diperselisihkan
lagi tentang wajibnya nikah baginya."
Banyak sekali pernyataan ulama dalam masalah ini, lebih
netralnya adalah pendapat yang diambil Imam Ibnu Hajar (ulama Syaafi'iyyah)
dari perkataan Ibnu Daqiq Al-'Id (ulama Syaafi'iyyah) yang mengatakan:
“Sebagian ulama mengatakan bahwa nikah itu mencakup hukum yang lima; Wajib bagi
orang yang takut terjerumus kepada dosa, sedangkan ia mampu untuk menikah.
Haram bagi orang yang tidak mampu bersetubuh dan tidak punya materi juga akan
membahayakan pasangannya karena ada beberapa sebab.
Makruh bagi orang yang
tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan untuk
berhubungan seksual. Sunnah bagi orang yang mampu dan berniat untuk menyalurkan
syahwat di jalan yang benar dan memperoleh keturunan.
Dan Mubah (boleh) bagi orang
yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah.
Sebenarnya, mayoritas ulama memang mengatakan bahwa nikah
itu hukumnya tidak wajib, tapi madzhab yang empat sependapat di suatu kondisi
jika hukum nikah itu bisa menjadi wajib.
Madzhab Maliki berpendapat: nikah itu wajib apabila
seseorang takut terjerumus kepada zina dan tidak mampu membeli hamba perempuan
untuk menyalurkan syahwatnya, sementara ia tidak sanggup berpuasa, atau ia
sanggup tapi puasa itu sudah tidak mampu membendung hasratnya.
Madzhab Hanafi berpendapat: nikah itu jadi wajib kalau
memenuhi empat syarat: 1. benar-benar yakin akan terjerumus kepada zina, kalau
masih sekedar takut terjerumus, belum diwajibkan. 2. benar-benar tidak sanggup
berpuasa sebagai inisiatif lain mengatasi gejolak nafsu. 3. tidak sanggup
membeli hamba sahaya perempuan sebagai inisiatif lain buat menyalurkan syahwat.
4. mampu memberikan mahar dari harta yang halal.
Madzhab Syaafi'iy
berpendapat: sebenarnya pada dasarnya nikah itu mubah (boleh). Jadi seorang
boleh menikah dengan tujuan supaya mendapat kenikmatan dan kelezatan. Kalau
seseorang menikah dengan niat untuk memperoleh keturunan dan mengikuti sunnah
maka ia jadi sunnah. Dan nikah itu jadi wajib bagi laki-laki yang takut
terjatuh ke zina, begitu juga misalnya perempuan yang tidak aman kecuali dengan
menikah maka ia wajib menikah.
Madzhab Hanbali berpendapat: nikah itu wajib bagi laki-laki
atau perempuan yang takut terjerumus kepada zina, tidak ada perbedaan bagi
orang yang mampu memberikan nafkah atau pun tidak, semuanya wajib. Yang
terpenting adalah kapan ia bisa menikah ia wajib melaksanakannya.
Kesimpulan dari ini semua bahwa nikah itu wajib dalam
beberapa kondisi. Dan pendapat yang paling roojih (benar) adalah bahwa mengenai
hukum perintah nikah itu mencakup hukum yang lima, yaitu: wajib, haram, makruh,
sunat dan mubah. Mengenai klasifikasi hukum ini tergantung kondisi seseorang.
**********
Keempat:
Tujuan Pernikahan
Menikah dalam Islam memiliki banyak faedah yang sangat
besar, diantara faedah yang bisa didapatkan dari menikah adalah:
1.) Memperoleh
ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketenteraman jiwa
mereka.
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. [Q.S Ruum: 21]
2.) Membentengi masyarakat dari perilaku yang keji yang dapat menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan dan membentuk masyarakat yang baik dan berbudi. Menjaga kehormatan dan kemaluan dari perbuatan zina yang diharamkan lagi merusak tatanan masyarakat. Allah ta'ala berfirman,
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya perbuatan zina adalah perbuatan keji dan sejelek-jelek jalan”. [Q.S al-Isra’: 32]
3.) Memperoleh keturunan, ada banyak faedah dari memperoleh keturunan ini antara lain: membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangga dengan banyaknya umatnya nanti di akhirat. Dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban disebutkan “bahwa Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh umatnya menikah dan sangat melarang untuk membujang.” Karena dengan menikah akan memperoleh keturunan yang akan menambah jumlah kaum muslimin. Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تزوجوا الودود الولود, فإني مكاثر بكم الأمم يوم القيامة
“Nikahilah wanita yang penyayang lagi banyak anak, karena aku akan bangga dengan banyaknya jumlah ummatku pada hari kiamat”. [H.R Ahmad dan Abu Daud]
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ… ٣٤
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." [Q.S Annisa’: 34]
5.) Menyalurkan
fitrah kemanusiaan secara benar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كل مولود يولد على الفطرة
“Setiap anak pasti dilahirkan di atas fitrah”. [H.R Bukhari, Ahmad dan Abu Daud]
Fitrah kemanusiaan selalu menuntut penyaluran. Banyak
kalangan menyalurkan secara sembarangan tanpa etika dan aturan. Lahirlah
berbagai penyakit fisik, psikis maupun penyakit sosial (LGBT) akibat fitrah yang
disalurkan secara sembarangan. Dengan pernikahan, syahwat dan kebutuhan
biologis tersalurkan secara halal dan benar, bahkan memberikan pahala dan
berkah dalam kehidupan.
6.) Menguatkan
ibadah, manusia memerlukan teman untuk melaksanakan berbagai aktivitas
kehidupan, termasuk ibadah. Menikah adalah sebuah ibadah, dan setelah hidup
berumah tangga akan mendapatkan teman untuk menjalankan ibadah. Suami, istri
dan anak-anak saling menguatkan dalam menjalankan ibadah, sehingga mereka akan
menjadi satu tim yang berinteraksi secara positif untuk menguatkan sisi-sisi
kebaikan masing-masing. Allah ta'ala berfirman,
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ… ١٣٢
“Dan perintahkanlah keluargamu (istri dan anakmu) untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam melakukannya”. [Q.S Toha: 132]
7.) Menyalurkan
potensi kebapakan dan keibuan. Ada potensi kebapakan pada setiap lelaki, dan
ada potensi keibuan pada setiap perempuan. Potensi ini akan tersalurkan secara
optimal apabila manusia melaksanakan pernikahan dan hidup berumah tangga.
Lahirnya anak-anak dari pernikahan akan menjadi sarana penyaluran potensi
kebapakan dan keibuan secara optimal.
8.) Mendapatkan
pahala dari setiap titik interaksi bersama keluarga, bahkan menikah menambah
ladang pahala dan menambah keberkahan yang panjang dari semua interaksi bersama
semua anggota keluarga. Tanpa menikah, menyalurkan hasrat biologis kepada
pasangan jenis merupakan dosa yang sangat keji. Dengan menikah, hubungan suami
istri menjadi sedekah dan berpahala. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وفي بضع أحدكم صدقة، قالوا: يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر؟!، قال : أرأيتم لو وضعها في حرام أكان عليه وزر، فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر
“Dan pada kelamin kalian pun ada sedekah, para sahabat berkata: wahai Rasulullah! Apakah jika salah satu dari kami mendatangi syahwatnya (men-jima’i istrinya) dia bisa dapat pahala? Rasul menjawab: tahukah kalian jika dia meletakkan syahwatnya di tempat yang haram apakah dia mendapat dosa?! Maka seperti itu juga jika dia menempatkan syahwatnya pada yang halal, maka dia akan mendapat pahala”. [H.R Muslim].
**********
Masih banyak sekali manfaat menikah dalam Islam yang
didapatkan oleh pelakunya, dan kami cukupkan sampai di sini penjelasan singkat
tentang indahnya pernikahan, akhir kata wabillaahittaifiq wal hidaayah.
وصلى الله على نبينا محمد وأله وأصحابه و التابعين, والحمد لله رب العالمين
____________________