artikel pilihan


SEGERA NIKAHKAN PUTRIMU


Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِينَهُ فَزَوِّجُوهُ ، إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ
“Jika datang kepada kalian seorang pelamar putri kalian yang kalian ridhoi akhlaknya dan agamanya maka nikahkanlah, jika kalian tidak melakukannya maka akan terjadi fitnah (bencana) di muka bumi dan kerusakan yang luas.” [HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Shahih Ibni Majah: 1601]

Al-Imam Al-Munawi rahimahullah berkata,

المراد إن لم تزوجوا من ترضون ذلك منه ونظرتم إلى ذي مال أو جاه يبق أكثر النساء بلا زوج والرجال بلا زوجة فيكثر الزنا ويلحق العار فيقع القتل ممن نسب إليه العار فتهيج الفتن وتثور المحن
“Maknanya, apabila kalian tidak menikahkan putri kalian dengan orang yang kalian ridhoi akhlak dan agamanya, lalu kalian lebih mengutamakan orang yang memiliki harta atau kedudukan, sehingga kebanyakan wanita akan tetap dalam kondisi tanpa suami dan kaum lelaki tanpa istri, maka akan terjadi banyak perbuatan zina dan orang yang menanggung malu, dan bisa jadi muncul pembunuhan dari orang yang menanggung malu tersebut, sehingga fitnah-fitnah akan semakin berkobar dan bencana-bencana semakin meluas.” [Faidhul Qodir, 1/313]

***********

Beberapa Pelajaran:


1) Perintah kepada setiap orang tua dan para wali untuk menyegerakan pernikahan putri mereka apabila telah ada pelamar yang memiliki kriteria;
  • Baik akhlaknya,
  • Baik pengamalan agamanya,
  • Putri mereka menyukainya.
Termasuk kezaliman orang tua dan para wali yang diperingatkan para ulama adalah menunda-nunda atau bahkan mempersulit dan menghalangi pernikahan putri mereka tanpa alasan syar’i. Bentuk mempersulit pernikahan juga beraneka ragam, kadang dengan menetapkan persyaratan-persyaratan yang berat, mahar dan biaya resepsi yang terlalu mahal, hingga alasan-alasan yang mengandung kesyirikan yang merupakan dosa terbesar, seperti takut sial karena tanggal lahir calon suami dan istri menurut mereka akan sial jika terjadi pernikahan.

Dan ini adalah kebiasaan jahiliyyah yang telah dilarang dalam Islam. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallaahu’anha berkata,

تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– فِى شَوَّالٍ وَبَنَى بِى فِى شَوَّالٍ فَأَىُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم– كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّى
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menikahiku di bulan Syawwal dan mulai berkeluarga denganku di bulan Syawwal, maka siapakah istri Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang lebih beliau cintai daripada aku.” [HR. Muslim]
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata,

وقصدت عائشة بهذا الكلام رد ما كانت الجاهلية عليه وما يتخيله بعض العوام اليوم من كراهة التزوج والتزويج والدخول في شوال وهذا باطل لا أصل له وهو من آثار الجاهلية كانوا يتطيرون بذلك
“Dan maksud Aisyah dengan ucapan ini adalah untuk membantah kesyirikan Jahiliyah dan takhayul sebagian orang-orang awam hari ini yang menganggap makruhnya menikah, menikahkan dan mulai berkeluarga di bulan Syawwal. Ini adalah anggapan yang batil, tidak ada asalnya (dalam syari’at), dan ini dari sisa-sisa Jahiliyah, yang dulu mereka melakukan thathayyur (merasa sial) untuk menikah di bulan Syawwal.” [Syarah Muslim, 9/209]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَة مِنْ حَاجَته ، فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa yang dihalangi oleh perasaan sial untuk melakukan hajatnya maka ia telah berbuat syirik.”[HR. Ahmad dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 6264]
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

الطِّيَرَةُ شِرْكالطِّيَرَةُ شِرْك وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
“Takut sial itu syirik, takut sial itu syirik, dan tidaklah dari kita kecuali merasa takut sial, akan tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 3098]
Padahal pernikahan adalah ibadah dan kebutuhan yang harus dipermudah dan dibantu orang yang mengamalkannya. Sebaliknya, sebagian orang malah mempermudah yang haram dengan membiarkan putri-putri mereka berpacaran, bercampur baur dan bergaul bebas dengan lawan jenisnya, hingga tidak sedikit keluarga yang akhirnya menanggung malu karena putri mereka hamil di luar nikah…!


2) Peringatan dari bahaya menunda-nunda pernikahan, diantaranya;
  • Merebaknya perzinahan,
  • Keluarnya para wanita di jalan-jalan sehingga ‘fitnah’ (godaan syahwat) semakin merajalela,
  • Lapangan-lapangan pekerjaan semakin sempit karena persaingan antara laki-laki dan wanita,
  • Rusaknya rumah tangga karena perselingkuhan,
  • Hilangnya rasa malu,
  • Munculnya berbagai macam penyakit psikis dan fisik,
  • Dan lain-lain.


3) Perintah memperhatikan dua perkara terpenting dalam memilih pasangan:

Pertama: Kemuliaan akhlak, karena itu merupakan salah satu faktor terbesar langgengnya rumah tangga dan baiknya hubungan antara dua keluarga besar suami dan istri.

Kedua: Kebaikan agama,maknanya adalah;
  • Ketakwaan,
  • Kelurusan aqidah,
  • Keselamatan manhaj dari berbagai penyimpangan,
  • Istiqomah di atas sunnah,
  • Menjauhi syirik, bid’ah dan maksiat.
Inilah faktor terbesar langgengnya rumah tangga, bukan hanya di dunia tapi yang lebih penting sampai di akhirat kelak.


4) Hadits yang mulia ini tidak bermakna pemaksaan terhadap para wanita untuk menerima pelamar yang baik akhlak dan agamanya, walau ia tidak suka secara fisik dan hartanya. 

Wanita boleh menolak apabila ia tidak menyukai seorang pelamar dari sisi fisik dan hartanya, meski baik akhlak dan agamanya. Adapun makna hadits ini adalah peringatan bagi para wali yang menolak seorang pelamar padahal putri mereka menyukainya dan baik agama serta akhlaknya.

Sebaliknya, orang tua atau wali harus menolak pelamar yang jelek agama dan akhlaknya, walau putri mereka menyukainya. Maka orang tua atau wali berkewajiban untuk mencarikan calon suami untuk putri mereka, yang baik agama dan akhlaknya. Dan orang tua atau wali tidak boleh memaksa putri mereka untuk dinikahi pelamar yang tidak ia sukai, walau baik agama dan akhlaknya. Apabila orang tua atau wali tidak suka kepada pelamar tanpa alasan syar’i, boleh bagi seorang wanita untuk minta dinikahkan kepada wali yang lain. Apabila seluruh walinya tidak mau menikahkan tanpa alasan syar’i, maka hendaklah dilaporkan ke Mahmakah Syari’at (Pengadilan Agama) atau minta dinikahkan oleh Pemerintah, dan di Negara Indonesia telah ditetapkan sebuah lembaga oleh pemerintah untuk menikahkan yaitu Kantor Urusan Agama (KUA), jadi yang dimaksud wali hakim itu adalah Pemerintah muslim, bukan yang lain.

Adapun menikah tanpa wali, baik wali dari kalangan keluarga dan wali hakim (Pemerintah), maka tidak sah.


5) Pentingnya menghiasi dengan akhlak mulia. Akhlak bagian dari agama, tetapi dalam hadits yang mulia ini disebutkan bersamaan untuk menekankan pentingnya akhlak mulia dalam Islam.

Dan para ulama menjelaskan, apabila disebutkan akhlak secara bersendirian (tidak disebutkan bersama dengan agama atau ketakwaan) di dalam nash-nash syari’at maka itu sudah mencakup;
Akhlak kepada Allah ‘azza wa jalla (dan ini yang lebih utama untuk diperhatikan),
Dan akhlak kepada manusia.
Namun apabila akhlak disebutkan bersama dengan agama atau ketakwaan maka akhlak yang dimaksud adalah kepada manusia.


وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم


__________________________


Ditulis Oleh Ustadz Sofyan Chalid Ruray


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course