artikel pilihan


UNTUKMU YANG MENGHARAPKAN KEUTAMAAN BULAN MUHARRAM


Dari Khutbah Jum'at Syaikh Dr. Shalih Fauzan Al-Fauzan حفظه الله

**********


Khutbah Pertama:
Segala puji hanya bagi Allah, kita memuji hanya kepada-Nya, meminta pertolongan,  memohon ampunan-Nya dan bertaubat kepada-Nya. Kita bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, dan kita bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada beliau, keluarga dan para sahabat beliau. Semoga Allah memberikan keselamatan yang melimpah kepada mereka semua. Adapun setelah itu,

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian semua kepada Allah Ta’âlâ, dan bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya baik yang nampak atau yang tersembunyi. Dia senantiasa menolong kalian pada musim-musim kebaikan dan penuh keutamaan. Telah selesai bulan-bulan haji sampai sekarang dan tibalah sekarang bulan Allah yaitu bulan Muharram. Bulan ini, Allah mengistimewakannya dengan beberapa keistimewaan. Di antaranya:

Pertama, bahwa (bulan) Muharram ini termasuk di antara bulan-bulan yang di dalamnya Allah mengharamkan peperangan. Allah Ta’âlâ berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” [At-Taubah: 36]
Keempat bulan ini adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’âlâ mengharamkan peperangan di dalamnya demi memberikan rasa aman kepada para jamaah haji dan umrah dalam perjalanan mereka menuju haji dan umrah. Maka ketika agama Islam datang, segala puji hanya bagi Allah, keamanan pun  terwujud, orang-orang kafir pun kalah dan diperintahkanlah perang di jalan Allah Azza wa Jalla di setiap waktu pada saat yang memungkinkan untuk berperang.
Bulan ini memiliki beberapa keutamaan. Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah (puasa) pada bulan Allah, yaitu Muharram.”
Maka dianjurkan untuk memperbanyak puasa pada bulan itu.

Bulan ini juga termasuk dari keempat bulan (yang) haram (untuk berperang). Bulan yang dipilih oleh para shahabat radhiyallâhu anhum pada zaman Umar bin Al-Khaththab radhiyallâhu anhu agar menjadi bulan yang pertama dalam penanggalan tahun Hijriyah. Bulan ini memiliki banyak keutamaan.

Di antara keutamaannya yang paling besar adalah bahwa di dalam bulan ini terdapat hari ‘Asyura yang mana Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa puasa pada hari tersebut (pahalanya) berupa dihapusnya dosa-dosa setahun yang lalu. Nabi Musa ‘alaihissalâm juga berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukurnya kepada Allah ketika Allah menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya. Maka beliau berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah. Kemudian orang-orang Yahudi sepeninggal beliau pun berpuasa pada hari itu.

Ketika Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu. Beliau bertanya, “Puasa apakah yang kalian lakukan ini?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya hari ini adalah hari di mana Allah memuliakan Musa serta pengikutnya dan menghinakan Fira’un dan bala tentaranya, dan Musa juga berpuasa pada hari ini. Maka kami pun berpuasa pada hari ini.” Maka beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,


نَحْنُ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْكُمْ” أو “أولا بِمُوسَى مِنْكُمْ
“Kami lebih berhak atas perbuatan Musa daripada kalian.” Atau dalam riwayat yang lain, “Kami lebih pantas dengan perbuatan Musa daripada kalian.”
Maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari itu dan memerintahkan untuk berpuasa pada hari tersebut. Maka puasa ‘Asyura hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang ditekankan). Namun beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam ingin agar kita menyelisihi orang-orang Yahudi dengan memerintahkan untuk berpuasa sehari sebelumnya, yaitu pada tanggal kesembilan Muharam. Dan di dalam riwayat yang lain, “Atau berpuasa sehari setelahnya.” Akan tetapi berpuasa pada tanggal sembilan lebih ditekankan. Maka berpuasa pada hari kesembilan ini merupakan perbuatan yang meneladani para nabi Allah ‘alaihimushshalatu wassalâm, yaitu meneladi nabi Musa dan nabi Muhammad ‘alaihimushshalâtu wassalâm pada puasanya yaitu pada hari di mana kaum muslimin Allah muliakan melalui perantara nabi Musa ‘alahissalam. Itulah pertolongan bagi kaum muslimin hingga hari kiamat dan merupakan sebuah nikmat dari Allah Azza wa Jalla. Wajib disyukuri dan itu dengan berpuasa pada hari itu. Maka puasanya merupakan ajaran Nabi yang ditekankan.

Seorang muslim hendaknya berpuasa pada hari kesembilan dan hari kesepuluh yang merupakan hari ‘Asyura. Dan sunnah itu telah berjalan di tengah-tengah umat ini, segala puji hanya bagi Allah. Maka hukum puasanya lebih ditekankan demi mengharapkan pahala dan balasan dari Allah dan bentuk syukur kepada-Nya.

Ajaran para nabi dan para pengikutnya adalah bahwa mereka bersyukur kepada Allah atas pertolongan–pertolongan yang ada. Dan hal itu direalisasikan dengan menjalankan ketaatan, berpuasa dan dzikir kepada Allah serta bersyukur kepada-Nya. Tidak melakukan kebidahan-kebidahan dan kemungkaran-kemungkaran dengan adanya pertolongan-pertolongan ini. Karena sesungguhnya perbuatan ini merupakan kebiasan-kebiasan orang-orang Jahiliyah. Demikian juga dengan membuat perayaan demi perayaan. Akan tetapi hendaklah mereka bersyukur kepada Allah di dalamnya dan berpuasa karena menghidupkan sunnah perkara yang diharapkan dari umat ini. Di dalam puasanya terdapat pahala yang besar berupa diampuninya dosa-dosa selama setahun.

Tidak sepantasnya seorang muslim untuk meremehkan hal ini. Adapun menjadikan hari ‘Asyura (sebagai) hari kesedihan, hari menangis, meronta-ronta dan meratap sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Syi’ah, semoga Allah melaknat mereka, sebagai bentuk kesedihan atas terbunuhnya Husein radhiyallâhu anhu, maka perbuatan itu termasuk perang pada hari Asyura ini, yaitu pada tanggal sepuluh Muharam. Akan tetapi musibah janganlah kamu menyambutnya dengan meratap, berbuat kemaksiatan dan kebid’ahan. Akan tetapi hendak disambut dengan menjalankan ketaatan, sabar dan mengharap pahala dari Allah.

Terbunuhnya Husein tidak diragukan lagi bahwa itu adalah musibah. Akan tetapi Allah memerintahkan kita ketika terjadi musibah untuk bersabar dan mengharap pahala.

Yang disunahkan pada hari ini adalah sunnah yang dilakukan para nabi, semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada mereka, yaitu dengan melakukan puasa bukan dengan membuat perkara baru di hari itu atau perbuatan yang lain. Demikian juga sebaliknya dari orang-orang bodohnya kaum muslimin dan orang-orang bodohnya Ahlus Sunnah yang menamakan hari ini sebagai hari kebahagiaan. Dan sebagian mereka menamakan hari ini sebagai hari raya setiap tahun sebagaimana yang biasa mereka ucapkan, padahal hari ini bukan hari raya. Hari ini hanyalah hari pertolongan dan kesyukuran kepada Allah. Mereka bergembira bersama anak-anak mereka dan memberikan serta saling memberikan hadiah di antara mereka. Maka ini adalah bid’ah perkara baru dan tidak dibolehkan. Dan ini kebalikan dari perbuatan orang-orang Syi’ah. Orang-orang Syi’ah bersedih sedangkan mereka bergembira. Apakah mereka bergembira dengan terbunuhnya Al-Husein radhiyallâhu anhu, maksudnya membuat mereka membenci Syi’ah dengan bergembira atas terbunuhnya Al Husein radhiyallâhu anhu? Tidak, ini tidak boleh.

Maka yang wajib bagi setiap muslim untuk mengikuti sunnah dan meninggalkan bid’ah. Inilah yang diinginkan. Kebid’ahan tidak akan bisa dilawan dengan yang lebih jelek lagi berupa kebid’ahan yang lain. Bidah itu hanya bisa dilawan dengan meninggalkannya dan menghidupkan yang sunnah.

Semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada kita semua kepada perkara yang dicintai dan diridhai-Nya. Aku ucapkan perkataan ini. Aku mohon ampun kepada Allah untukku dan kalian serta untuk kaum muslimin dari setiap dosa. Maka mohonlah ampun kepada-Nya dan bertaubatlah sesungguhnya Dia Maha Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



**********

Khutbah Kedua:

Segala puji hanya bagi Allah atas keutamaan dan kebaikan-Nya. Aku bersyukur atas taufik dan nikmat-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya sebagai pengagungan akan keberadaan-Nya, dan Aku bersaksi bahwa Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam itu adalah hamba dan rasul-Nya yang menyerukan kepada ridha-Nya. Semoga shalawat dan salam atas beliau, keluarga, para sahabat, para kawan dan para penolongnya. Semoga Allah memberikan keselamatan yang melimpah kepada mereka semua. Adapun setelah itu,

Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah. Dan ketahuilah bahwasanya tidak akan diterima suatu perbuatan yang sunnah atau yang dianjurkan sampai perbuatan yang wajib dikerjakan. Maka bersungguh-sungguhlah untuk melaksanakan amalan-amalan yang wajib terlebih dahulu. Karena perbuatan yang wajib itu lebih dicintai Allah dari perbuatan yang sunnah. Allah Jalla wa ‘Alâ berfirman di dalam sebuah hadits Qudsi,


مَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنَا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَلَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ
“Tidaklah seorang hamba-Ku itu mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sebuah perbuatan yang lebih Aku cintai daripada perbuatan yang telah Aku wajibkan atasnya. Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan perbuatan-perbuatan yang sunnah hingga Aku mencintainya.”
Maka amalan-amalan sunnah menyempurnakan amalan-amalan yang fardhu (wajib). Adapun dengan melakukan amalan-amalan sunnah dan bermudah-mudahan dalam melaksanakan amalan-amalan fardhu maka ini perkara yang terbalik.

Yang wajib setiap muslim yang menjaga amalan-amalan yang fardhu lebih dahulu dan sebelum melakukan perbuatan apa pun. Kemudian dia melakukan amalan-amalan yang sunnah setelahnya agar menyempurnakan yang fardhu dan sebagai tambahan dan kebaikan bagi seorang muslim.

Bertakwalah kepada Allah wahai para hamba Allah, dan ketahuilah bahwa sebaik-baik ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan. Setiap bid’ah adalah kesesatan dan hendaklah kalian bersatu karena sesungguhnya Tangan Allah di atas persatuan. Dan barangsiapa yang berpecah belah maka dia berpecah belah di neraka.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” [Al-Ahzâb: 56]
Ya Allah, berilah shalawat dan salam kepada hamba dan rasul-Mu, yaitu nabi kami nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan ridhailah para Khulafâur Rasyidin beliau, para pimpinan yang mendapatkan hidayah, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan para shahabat yang lain semuanya, juga para tabi’in dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Ya Allah, muliakan Islam dan kaum muslimin dan hinakanlah kesyirikan dan orang-orang yang melakukan kesyirikan, hancurkanlah mereka para musuh agama, jadikanlah negeri ini negeri yang damai dan sentosa dan seluruh negeri kaum muslimin wahai Rabb seluruh alam semesta. Ya Allah, jagalah untuk kami keamanan, keimanan dan kesejahteraan di negeri-negeri kami, perbaikilah para pemimpin kami, janganlah Engkau menyiksa kami karena perbuatan orang-orang bodoh di kalangan kami, jagalah kami dari fitnah yang jelek, baik yang terlihat atau pun yang tidak terlihat. Ya Allah, tunjukkanlah kepada kebenaran itu sebagai kebenaran dan anugerahkanlah kepada kami untuk bisa mengikutinya, tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai kebatilan dan anugerahkanlah kepada kami untuk bisa menjauhinya, cintakanlah kepada kami keimanan dan hiasilah ia di dalam hati kami, bencikanlah kepada kami kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan, jadikanlah kami orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ya Allah, perbaikilah para pemimpin kami. Ya Allah, berilah mereka taufik kepada kebaikan yang ada pada mereka dan yang ada pada kebaikan agama Islam dan kaum muslimin. Ya Allah, jagalah keamanan kami dengan perantara mereka, satukanlah kekuatan kami dengan perantara mereka, lembutkanlah jamaah kami dengan sebab mereka, Wahai Dzat yang Maha Hidup dan Maha Mengatur wahai Dzat yang mendengarkan doa. Ya Allah, jagalah negeri kaum muslimin seluruhnya wahai Rabb seluruh alam. Ya Allah, berilah jalan keluar bagi kaum muslimin atas kesusahan dan penderitaan yang mereka alami dari perbuatan tangan para musuh, orang-orang kafir dan munafik.

Ya Allah, berilah jalan keluar bagi kaum muslimin dengan segera. Ya Allah, berilah jalan keluar untuk kaum muslimin dengan pertolongan. Ya Allah, berilah jalan keluar bagi kaum muslimin dari segala tindakan kekerasan dan dari segala kesusahan wahai Dzat yang mendengarkan doa, wahai Dzat yang mengeluarkan dari segala macam kesusahan, wahai Dzat yang mendengarkan semua, doa wahai Dzat yang menolong dari semua perkara yang menenggelamkan, wahai Dzat yang Maha Hidup, wahai Dzat yang mendengar doa, wahai Dzat yang memiliki kemuliaan dan kehormatan.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ya Allah, terimalah amalan kami, sesungguhnya Engkau Maha Melihat dan Maha Mengetahui.” [Al-Baqarah: 127]
Wahai hamba Allah,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran. Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kalian berjanji dan janganlah kalian membatalkan sumpah-sumpah (kalian) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kalian telah menjadikan Allah sebagai saksi kalian (terhadap sumpah-sumpah kalian itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian perbuat.” [An-Nahl: 90-91]
Ingatlah Allah niscaya Dia juga akan mengingat kalian, bersyukurlah kalian atas nikmat-Nya niscaya Dia akan menambahnya. Dan sesungguhnya mengingat Allah itu amat besar. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang apa kalian ketahui.


Khutbah Jumat, pada tanggal 27-12-1434


__________________________

Ditulis Oleh Syaikh Dr. Shalih Bin Fauzan Al Fauzan
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN

http://alfawzan.af.org.sa/node/15019

Diterjemahkan oleh tim Redaksi alfawzan.net



Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course