Sesungguhnya
dari nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala yang paling besar adalah sampainya seorang hamba pada
waktu-waktu yang Allah Subhanahu wa ta'ala berikan keutamaan di dalamnya. Kemudian Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan
taufiq kepada seorang hamba agar bisa meraih pahala yang sempurna dan menyambutnya dengan
melaksanakan ketaatan-ketaatan yang telah Allah Subhanahu wa ta'ala syariatkan.
Diantara
bulan yang Allah ta’ala berikan keutamaan adalah bulan Muharram. Bulan Muharram
adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah
subhanahu wata’ala. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ [التوبة:36
“Sesungguhnya jumlah bulan di Kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram demikiat itu adalah agama yang lurus maka janganlah kalian menzhalimi diri-diri kalian di dalamnya ” [QS. At Taubah: 36]
Kata
Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram
sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh kaum Jahiliyah. Pada bulan
ini mereka dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan juga bentuk
kezhaliman yang lain.
Al Imam Al
Qurtubi rahimahullah berkata dalma tafsirnya: "Allah Subhanahu wata'ala mengkhususkan bulan-bulan haram dalam penyebutannya dalam ayat dan melarang
kezhaliman di dalamnya sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan
tersebut,Walaupun kezhaliman itu dilarang pada bulan apapun.tafsiran ini yang
dikuatkan oleh banyak ahli tafsir[1]".
Dinamakan
bulan Muharram karena sangat ditekankannya larangan untuk perang pada bulan
ini,dikarenakan orang jahiliyah dahulu sering mengganti bulan haram ini yaitu bulan Muharram,terkadang
menjadikanya bulan yang diharamkan dan terkadang tidak.[2]
Qatadah rahimahullah
beliau adalah seorang imam ahli hadits dan ahli tafsir dari kalangan tabi’in menyatakan
“Amal sholeh lebih besar pahalanya jika dikerjakan di bulan-bulan haram,
sebagaimana kezhaliman di bulan-bulan haram lebih besar dosanya dibandingkan
dengan kezhaliman yang dikerjakan di bulan-bulan lain, meskipun secara umum
kezhaliman adalah dosa yang besar tetapi Allah membesarkan segala urusannya
sesuai apa yang dikehendaki-Nya.”[3]
Diriwayatkan
dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَان
“Setahun terdiri dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan, yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Al-Muharram, serta Rajab mudhar yang terletak antara Jumada dan Sya’ban." [ HR Al-Bukhari(3197) Muslim(1679/4383)]
Berkata Al
Hafizh Ibnu Rajab:
Para ulama
berbeda pendapat bulan manakah yang paling mulia diantara empat bulan haram
tersebut, Al Imam Al hasan Al-Bashri mengatakan bahwa Muharram adalah bulan yang
paling mulia, kemudian beliau berkata:
"Sungguh Allah subhanahu wa ta’ala telah menutup tahun dengan bulan yang mulia -DzulHijjah- ,dan memulai tahun dengan bulan yang mulia -Muharram-dan tidak ada bulan yang paling mulia setelah bulan Ramadhan selain bulan Muharram."
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah (yaitu) Muharram dan shalat yang paling utama setelah puasa wajib adalah shalat lail”. [HR. Muslim(747)]
Hadits ini menunjukan
keutamaan puasa di bulan Muharram secara umum,dan bahwa puasa yang paling utama
setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharram, akan tetapi kenapa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diriwayatkan paling banyak puasa selain
bulan Ramadhan di bulan Sya’ban dan bukan pada bulan Muharram?
Al Imam An
Nawawi berkata : bahwa kemungkinan besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak mengetahui keutamaan bulan Muharram tersebut kecuali di akhir
umurnya atau karena pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memiliki banyak udzur seperti: safar, sakit atau yang lainnya.[4]
Sejarah
Hari ‘Asyura Yaitu 10 Muharram
Diriwayatkan
dari Ummil Mu’minin ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam
Shalihain beliau berkata:
يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَه
“Dulu hari ‘Asyura, orang-orang Quraisy mempuasainya di masa Jahiliyah. Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam juga mempuasainya. Ketika beliau pindah ke Madinah, beliau mempuasainya dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa ‘Asyura’. Barang siapa yang ingin, maka silakan berpuasa. Barang siapa yang tidak ingin, maka silahkan meninggalkannya.”[ H.R Bukhari(2002) Muslim (1125)]
Hadits ini
menunjukan bahwa hari ‘Asyura’ adalah hari yang mulia disisi orang-orang arab
jahiliyah ketika itu,dari masa sebelum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mereka sudah mengagungkannya.
Oleh karena
itu,pada hari ‘Asyura’ juga ka’bah diberi kiswah(penutup),sebagaimana datang
dari riwayat ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha juga bahwa beliau berkata:
قالت: كانوا يصومون عاشوراء قبل أن يفرض رمضان، وكان يومًا تُسترُ فيه الكعبة... الحديث أخرجه البخاري
Mereka dahulu berpuasa hari ‘Asyura’ sebelum diwajibkannya bulan Ramadhan,dan waktu itu adalah hari dimana ka’bah diberi penutup...Al Hadist [H.R Bukhari (1952)]
Memang hari
‘Asyura dari zaman jahiliyah sudah diagungkan bangsa Arab dengan mereka
berpuasa pada hari tersebut,kemungkinan besar mereka mengetahui keutamaanya
dari syari’at Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘Alaihimassalam karena orang-orang
jahiliyah dalam berhaji mereka juga bersandar pada syari’at Nabi Ibrahim dan Isma’il
‘Alaihimassalam, sebagaimana dijelaskan Al Imam Al Qurtubi dalam kitabnya.[5]
Pada Awalnya puasa hari ‘Asyura diwajibkan oleh Allah ta’ala
sebagaimana dalam hadits dari Salamah Bin Al akwa’ Radhiallahu ‘anhu beliau berkata:
كما في حديث سلمة بن الأكوع رضي الله عنه قال: «أمر النبي صلى الله عليه وسلم رجلًا من أسلم أن أذن في الناس: أن من كان أكل فليصم بقية يومه، ومن لم يكن أكل فليصم، فإن اليوم يوم عاشوراء» متفق عليه
“Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan seorang lelaki yang telah masuk Islam agar mengumumkan kepada para manusia : sesungguhnya barang siapa yang yang telah makan di awal harinya, maka hendaklah ia berpuasa di sisa hari yang ia jalani, dan barangsiapa yang belum makan apapun, maka hendaklah dia berpuasa, karena pada hari ini adalah hari ‘Asyura’ atau tanggal sepuluh Muharram” [ H.R Bukhari (2007) Muslim (1135)].
Akan tetapi setelah diwajibkan puasa Ramadhan pada tahun kedua Hijriyah maka dihapuskan kewajibannya dan hanya sunnah hukumnya.Kemudian
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ber’azam (bertekad) untuk puasa juga
pada tanggal 9 Muharram juga dikarenakan untuk menyelisihi orang-orang ahli
kitab ketika itu.Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat yang akan datang.
**********
Keutamaan Puasa ‘Asyura
Sangat dianjurkan untuk berpuasa di hari ‘Asyura karena
keutamaanya yang banyak,dan di antara keutaman tersebut adalah :
1.Menghapus dosa setahun yang lalu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ففي صحيح مسلم من حديث أبي قتادة الأنصاري رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئل عن صوم يوم عرفة فقال: يكفر السنة الماضية والباقية، وسئل عن صوم يوم عاشوراء فقال: يُكفر السنة الماضية
Dalam Shahih Muslim dari hadist Abu Qotadah Al Anshari Radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi was sallam ditanya puasa hari ‘Arafah maka beliau bersabda : Menghapus setahun yang lalu dan akan datang,dan ditanya puasa hari ‘Asyura beliau bersabda : menghapus setahun yang lalu. [H.R Muslim (2804)].
Yang dimaksud menghapus dosa setahun yang lalu disini adalah
dosa-dosa kecil bukan dosa besar.Karena pelaku dosa besar dalam aqidah
Ahlussunnah wal jama’ah adalah dibawah kehendak Allah ta’ala,jika Allah
berkehendak akan mengampuninya jika tidak maka Allah akan mengazabnya sesuai
kadar dosanya jika dia tidak bertaubat sampai dia meninggal atau tertutupnya
pintu taubat baginya.
Dan dari keutamaanya adalah :
2. Mencontoh Nabi Musa ‘alaihissalam,dan bersyukur kepada
Allah subhanahu wa ta’ala atas dieselamatkanya kaum mu’minin yang bersama Nabi
Musa ‘Alaihissalam.
فرسول الله صلى الله عليه وسلم حين قدم المدينة رأى اليهود تصوم عاشوراء، قال: «ما هذا؟»، قالوا: هذا يوم صالح، هذا يوم نجى الله بني إسرائيل من عدوهم، فصامه موسى. قال صلى الله عليه وسلم: «فأنا أحق بموسى منكم» فصامه وأمر بصيامه
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika datang ke Madinah beliau melihat kaum Yahudi berpuasa hari ‘Asyura dan berkata : Apa ini?? Mereka berkata : ini adalah hari baik,ini adalah hari dimana Allah ta’ala menyelamatkan Bani Isra’il dari musuhnya,maka Nabi Musa pun berpuasa padanya,Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : Saya lebih berhak terhadap nabi musa daripada kalian,maka beliau berpuasa padanya den menyuruh untuk berpuasa padanya.[H.R Bukhari (2004)dan Muslim (2714)].
3.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berupaya keras
untuk puasa pada hari itu. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhuma beliau
berkata:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلَّا هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَهَذَا الشَّهْرَ يَعْنِي شَهْرَ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu Ramadhan.” [ H.R. Bukhari (1867) dan Muslim(1914) ]
**********
Bagi yang ingin berpuasa ‘Asyura hendaknya berpuasa juga
sehari sebelumnya
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata : Ketika Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan kaum
muslimin berpuasa, mereka (para shahabat) menyampaikan, “Ya Rasulullah ini
adalah hari yang diagungkan Yahudi dan Nasrani”. Maka Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam pun bersabda:
فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Jika tahun depan insya Allah (kita bertemu kembali dengan bulan Muharram), kita akan berpuasa juga pada hari kesembilan (tanggal sembilan Akan tetapi belum tiba Muharram tahun depan hingga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat di tahun tersebut [HR. Muslim (1134)]
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma beliau berkata, “Berpuasalah pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram, berbedalah dengan orang Yahudi” [Diriwayatkan dengan sanad yang shohih oleh Baihaqi di As Sunan Al Kubro (8665) dan Ath Thobari di Tahdzib Al Aatsaar (1110)]
**********
Tingkatan berpuasa ‘Asyura yang disebutkan oleh para Ulama’
Para ulama membuat beberapa tingkatan dalam berpuasa di hari
‘Asyura ini, sebagai berikut:
1.Tingkatan paling utama adalah: berpuasa pada tanggal
9, 10 dan 11 Muharram.
Dikarenakan ada riwayat yang menyatakan
Diterangkan dalam riwayat yang telah lalu tentang keutamaan memperbanyak puasa di bulan Muharram,tentu orang yang berpuasa lebih banyak(tiga hari) akan lebih utama daripada yang berpuasa satu atau dua hari saja.
صوموا يومًا قبله ويومًا بعده
Puasalah pada hari sebelumnya dan setelahnya[6]
Diterangkan dalam riwayat yang telah lalu tentang keutamaan memperbanyak puasa di bulan Muharram,tentu orang yang berpuasa lebih banyak(tiga hari) akan lebih utama daripada yang berpuasa satu atau dua hari saja.
Orang yang berpuasa sebelum dan sesudah lebih yakin akan
mendapatkan hari ‘Asyura dikarenakan terkadang dalam penentuan bulan Muharram
kurang tepat.Oleh karena itu bagi yang berpuasa tiga hari akan lebih yakin.
2.Tingkatan kedua: Berpuasa pada tanggal 9 dan 10
Muharram.
Dalam riwayat yang telah lalu Rasulullah berkeinginan kuat
untuk puasa pada tanggal 9,untuk menyelisihi orang-orang ahli kitab dari kalangan
Yahudi ketika itu.
3.Tingkatan ketiga: Berpuasa pada tanggal 10 dan 11
Muharram.
Tingkatan yang ketiga ini lebih utama daripada tingkatan
yang ke 4,karena keumuman perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau berpuasa pada 'Asyura saja dan
berpuasa tanggal 11 dalam rangka menyelisihi kaum Yahudi.
4.Tingkatan keempat: Berpuasa hanya pada tanggal 10
Muharram.
Tingkatan yang paling terakhir adalah seseorang hanya puasa
pada hari ‘Asyura saja,karena keumuman perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam,akan tetapi sebagian ulama’ memakruhkannya karena dalam riwayat yang
telah lalu diterangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
kita untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, karena mereka hanya puasa pada hari ‘Asyura saja.
Akan tetapi para ulama yang lain seperti Syaikh Abdul Aziz Ibn Baz Rahimahullah tetap membolehkannya namun dia telah meninggalkan yang afdhal. Karena yang paling afdhal adalah menambahkan satu hari sebelumnya atau setelahnya.
Wallahu ta’ala a’lam bishawab
[1] Al
Jami’ Li Ahkamil Qur’an Imam Al Qurtubi (8/135).
[2] Tafsir Alqur’an Al Azhim Ibnu Kastsir
(4/ 128-129)
[3] Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1793.
[4] Syarah Shahih Muslim Imam An Nawawi (7-8/296).
[5] Al Mufhim Lima Asykala Min Talkhis Muslim,Abul
Abbas Al Qurtubi (3/190)
[6] Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma.Tidak
shahih secara marfu’ akan tetapi dari perkataan Ibnu Abbas.Lihat Kitab Silsilah
Adho’ifah Syaikh Al Albani no (4297).