Al Imam Ahmad –rahimahullah- di Musnad nya
meriwayatkan dari Abdullah bin Amr
-radhiallahu ‘anhuma- bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَرْبَعٌ إِذَا كُنَّ فِيكَ، فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا: حِفْظُ أَمَانَةٍ، وَصِدْقُ حَدِيثٍ، وَحُسْنُ خَلِيقَةٍ، وَعِفَّةٌ فِى طُعْمة
"Empat perkara yang seandainya ada pada dirimu, tidak akan merugikanmu hal-hal yang engkau luput dari perkara-perkara dunia : Menjaga amanah, bicara jujur, akhlak yang baik, menjaga 'iffah pada makanan"[1]
Ini adalah
hadits yang sangat agung selayaknya bagi seorang pengusaha muslim untuk
benar-benar memperhatikannya. Bahkan sudah semestinya hadits ini disebarkan di
tengah-tengah para pengusaha, toko-toko, perusahaan-perusahaan sehingga dapat
memperbaiki siapapun yang bergelut di
dunia usaha ini, kinerja dan metode mereka di dalam hal jual beli dan
muamalahnya. Yang demikian itu adalah
menjadikan empat perkara ini sebagai asas pedoman yang kokoh yang tidak bisa
ditawar sebesar apapun keuntungannya.
Di dalam hadits ini terdapat terapi yang tepat dan kuat untuk mengatasi kerusakan yang besar yang terjadi pada akhlak manusia ketika mereka mengejar dunia dan kemegahannya, berbisnis, mencari harta dan keuntungan materi.Tidaklah selamat dari perkara tersebut kecuali jika seorang pengusaha berusaha menjaga 4 pedoman ini yang disebutkan di dalam hadits.
Dia berusaha untuk tidak melalaikan sedikitpun dari perkara ini dan menjadikannya sebagai pedoman dan asas yang sama sekali tidak boleh diabaikan. Lalu dia sama sekali tidak peduli ketika luput darinya perkara dunia disaat dia berusaha menjaga pedoman-pedoman ini.
Hingga sekalipun di hadapannya terhampar penghasilan yang sangat besar dan keuntungan yang sangat banyak maka hal itu tidak akan menggoyahkannya sedikitpun dari pedoman ini, dengan senantiasa menghadirkan sabda Nabi ini shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Di dalam hadits ini terdapat terapi yang tepat dan kuat untuk mengatasi kerusakan yang besar yang terjadi pada akhlak manusia ketika mereka mengejar dunia dan kemegahannya, berbisnis, mencari harta dan keuntungan materi.Tidaklah selamat dari perkara tersebut kecuali jika seorang pengusaha berusaha menjaga 4 pedoman ini yang disebutkan di dalam hadits.
Dia berusaha untuk tidak melalaikan sedikitpun dari perkara ini dan menjadikannya sebagai pedoman dan asas yang sama sekali tidak boleh diabaikan. Lalu dia sama sekali tidak peduli ketika luput darinya perkara dunia disaat dia berusaha menjaga pedoman-pedoman ini.
Hingga sekalipun di hadapannya terhampar penghasilan yang sangat besar dan keuntungan yang sangat banyak maka hal itu tidak akan menggoyahkannya sedikitpun dari pedoman ini, dengan senantiasa menghadirkan sabda Nabi ini shallallahu ‘alaihi wa sallam,
فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“...tidak akan merugikanmu hal-hal yang engkau luput dari perkara-perkara dunia...”
Maka dia
sama sekali tidak peduli dengan apa yang luput dari perkara dunia demi menjaga
dan berpegang teguh dengan empat perkara mulia yang disebutkan di dalam hadits.
Seseorang
itu akan mendapatkan ujian yang sangat besar pada 4 perkara ini ketika dia
masuk pada dunia usaha. Terkadang ditawarkan kepadanya keuntungan yang sangat
banyak dan begitu menggiurkan akan tetapi dia harus berdusta dan menipu atau
yang sejenisnya. Sehingga dia bernegosiasi dengan dirinya, apakah dia akan
memperoleh keuntungan tersebut dengan cara seperti ini? Atau dia akan
mengatakan apa yang ada di dalam hadits, “Tidak akan merugikanku ketika aku
luput dari perkara dunia, kokohlah dengan pedoman ini!”
Hingga walaupun kelihatannya dia tidak beruntung dan merugi usaha dan bisnisnya atau hilang keuntungan dan penghasilannya maka sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala akan menggantikannya dengan yang lebih baik, karena rezeki dan karunia ada di tangan Allah subhanahu wa ta’ala.
Hingga walaupun kelihatannya dia tidak beruntung dan merugi usaha dan bisnisnya atau hilang keuntungan dan penghasilannya maka sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala akan menggantikannya dengan yang lebih baik, karena rezeki dan karunia ada di tangan Allah subhanahu wa ta’ala.
Maka sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
فَلاَ عَلَيْكَ مَا فَاتَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“...tidak akan merugikanmu hal-hal yang engkau luput dari perkara-perkara dunia...”
Merupakan
jaminan bagi seorang pengusaha, yaitu janganlah engkau berputus asa dan
menyesal terhadap apa yang luput darimu dari perkara dunia, karena sesungguhnya
engkau berada pada kebaikan dan keuntungan walaupun luput darimu harta
tersebut. Engkau akan mendapatkan ganti yang penuh barokah dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Karenanya
sudah seharusnya bagi setiap yang akan terjun di dunia usaha untuk selalu
memperhatikan 4 pedoman dasar yang agung ini dan menjadi perkara yang lekat
pada dirinya :
1.) Menjaga Amanah
Dimana dia adalah seorang yang amanah pada muamalahnya.
Tidak menipu, tidak curang, tidak berbuat makar, selalu amanah di dalam menjaga hak-hak manusia, amanah di dalam mengembalikan
harta-harta mereka. Dia
tidak mengabaikan hak-hak orang lain bahkan menjaganya dengan baik apa yang menjadi hak dari amanah tersebut.
Seseorang yang masuk kepada dunia usaha akan
diuji apakah dia akan menjaga amanah? Atau justru dia mengabaikannya untuk
mendapatkan harta atau sesuatu dari kemegahan dunia?
Kebanyakan orang gugur dalam ujian ini dan
mengabaikan amanah untuk memperoleh harta atau bagian dari dunia dan
kenikmatannya yang fana. Sebagian yang lain bermuamalah dengan amanah yang
sangat terbatas pada kemaslahatan tertentu.
Dia bermuamalah dengan amanah sebatas dengan orang yang amanah pula dalam muamalahnya dengannya, sebagai balasan yang sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Kalau dia mendapatkan seorang yang amanah maka dia pun berlaku amanah, dan kalau dia mendapatkan seorang yang berkhianat maka dia juga akan berlaku khianat.
Yang demikian ini bukanlah karakter seorang mukmin. Di dalam Al-Musnad dan selainnya dengan sanad yang shahih dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Dia bermuamalah dengan amanah sebatas dengan orang yang amanah pula dalam muamalahnya dengannya, sebagai balasan yang sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Kalau dia mendapatkan seorang yang amanah maka dia pun berlaku amanah, dan kalau dia mendapatkan seorang yang berkhianat maka dia juga akan berlaku khianat.
Yang demikian ini bukanlah karakter seorang mukmin. Di dalam Al-Musnad dan selainnya dengan sanad yang shahih dari hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanah orang yang memberikan amanah tersebut kepadamu dan janganlah khianati orang yang mengkhianatimu!”[2]Maka amanah adalah tuntutan pada setiap waktu dan keadaan. Amanah adalah perkara yang terpuji pada setiap keadaannya, sementara khianat selalu tercela dan jelek pada setiap keadaannya. Karena itulah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah khianati orang yang mengkhianatimu!”
Benar, tuntutlah dia pada apa yang merupakan hakmu, tapi jangan
perlakukan dia dengan khianat karena khianat selalu tercela pada setiap
waktunya.
2.) Berkata Jujur
Dimana dia tidak berdusta, bahkan menjaga dirinya untuk senantiasa jujur.
Ketika dia berbicara tentang usahanya kepada orang lain dia selalu jujur. Jika
dia berkata, “Barang ini baru”, dia jujur.
Jika dia berkata, “Barang ini asli”, dia juga jujur. Begitu juga jika dia berkata, “Ini barang hari ini bukan kemarin”, dia jujur.
Dalam hatinya dia berkata, “Apa gunanya bagiku kalau aku memperoleh 1 riyal, 2 riyal, 10 riyal, 1000 riyal atau bahkan lebih, tapi hilang akhlak kejujuran dari diriku dan aku menjadi seorang pendusta? Sementara Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda:
Jika dia berkata, “Barang ini asli”, dia juga jujur. Begitu juga jika dia berkata, “Ini barang hari ini bukan kemarin”, dia jujur.
Dalam hatinya dia berkata, “Apa gunanya bagiku kalau aku memperoleh 1 riyal, 2 riyal, 10 riyal, 1000 riyal atau bahkan lebih, tapi hilang akhlak kejujuran dari diriku dan aku menjadi seorang pendusta? Sementara Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَالْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
Berhati-hatilah kalian dari dusta! Karena dusta akan menyeret kepada kefajiran dan kefajiran akan menyeret ke neraka.” [Muttafaqun ‘alaihi]Dalam keadaan dia mengimani dan meyakini bahwasanya rezeki ada di tangan Allah subhanahu wa ta’ala semata.
Maka tidaklah riyal-riyal atau dirham-dirham tersebut bisa menghilangkan
akhlak jujur yang ada padanya, karena kejujuran adalah pokok yang tidak
tergantikan dan tidak akan dia sia-siakan.
Sementara itu, sebagian orang , akhlaknya semakin rusak seiring terlenanya
dia dengan usahanya, disertai ambisi untuk meraih dunia dan materinya. Lalu dia
diuji dengan tawaran-tawaran tertentu dimana dia dapatkan dirinya terseret
untuk berdusta padanya. Bahkan terkadang dia bersumpah dengan sumpah-sumpah
yang berat. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Tiga golongan yang Allah tidak berbicara, tidak melihat kepada mereka, juga tidak mensucikan mereka dan mereka mendapatkan azab yang sangat pedih.” [HR. Muslim]
Beliau menyebutkan di antara mereka adalah:
الْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ
“Seseorang yang berusaha melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”
Dia jual
kejujurannya dan menjadi seorang pendusta demi untuk memperoleh bagian yang
sedikit dari dunia dan kenikmatannya yang fana. wal ‘iyaadzubillah.
3.) Akhlak
yang Baik
Yaitu dia
bermuamalah dengan manusia dengan akhlak yang baik dan adab yang mulia. Seorang
yang berkecimpung di dunia usaha dan jual beli niscaya akan menyaksikan
berbagai macam perilaku manusia dan karakter yang berbeda-beda. Bahkan mereka
yang bermuamalah sangat buruk sangatlah banyak.
Seringnya berinteraksi dengan manusia di dunia usaha dan muamalah ini akan berpengaruh negatif terhadap akhlak jika sekiranya dia tidak berupaya untuk menjaga dirinya dengan pedoman yang telah dijelaskan dalam hadits ini yaitu akhlak yang mulia.
Di saat itu terjadilah gejolak di dalam diri seorang pengusaha untuk tetap menjaga akhlak yang mulia ini ada pada dirinya dan tidak menggadaikannya di pasar karena seringnya dia berinteraksi dengan orang-orang yang jelek akhlaknya.
Seringnya berinteraksi dengan manusia di dunia usaha dan muamalah ini akan berpengaruh negatif terhadap akhlak jika sekiranya dia tidak berupaya untuk menjaga dirinya dengan pedoman yang telah dijelaskan dalam hadits ini yaitu akhlak yang mulia.
Di saat itu terjadilah gejolak di dalam diri seorang pengusaha untuk tetap menjaga akhlak yang mulia ini ada pada dirinya dan tidak menggadaikannya di pasar karena seringnya dia berinteraksi dengan orang-orang yang jelek akhlaknya.
Sebagian orang, akibat
pergaulannya dengan berbagai macam karakter manusia, dan juga karena
kebutuhannya untuk berdagang dan usaha, akhirnya menjadi seorang yang suka
melaknat, memaki dan berkata vulgar serta menjadi buruk akhlaknya. Dia dapatkan perilaku jelek tersebut ditengah-tengah usaha
dan interaksinya dengan manusia. Dia buang akhlaknya yang baik disebabkan terjunnya
dia di dalam dunia usaha tanpa ada upaya untuk melakukan penjagaan terhadap
pedoman yang agung ini.
Adapun seorang pengusaha muslim yang peduli
akan dirinya, tidak akan menjadikan usahanya dan interaksinya dengan manusia
sebagai sebab hilangnya akhlak. Apa untungnya seseorang kalau dia memperoleh
harta tapi akhlaknya rusak? Apa gunanya harta yang dia miliki kalau rusak
akhlaknya?
4.) Menjaga
‘Iffah Pada Makanannya
Dimana dia menjaga
kehormatan dirinya pada hal makanannya. Yaitu
dengan berusaha memperolehnya dengan cara yang halal dan menjauh dari perkara
yang haram dan samar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ، فَمَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Siapa yang menjaga diri dari perkara-perkara yang syubhat (samar) ini dia telah menjaga diri dan kehormatannya. Siapa yang terjatuh pada perkara yang syubhat, maka dia terjatuh pada perkara yang haram. Sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka dia berisiko masuk pada daerah tersebut. Ketahuilah bahwasanya setiap raja memiliki daerah larangan. Ketauhilah bahwasanya daerah larangan Allah adalah perkara-perkara yang haram.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Dia berusaha untuk menjaga
makanannya. Yaitu makanan yang terjaga dari perkara yang haram walaupun setitik
noda. Jika pada suatu transaksi terdapat riba, penipuan, atau kecurangan, atau
selainnya dari bentuk transaksi yang diharamkan oleh syariat, maka dia menjauh
sejauh-jauhnya. Karena dari prinsip utama yang ada padanya adalah menjaga
makanannya.
Dia tidak bergampang-gampangan pada perkara ini. Dia mencari
keuntungan dengan cara yang tidak
menjadikan prinsipnya tersebut rusak.
Sementara,
sebagian orang masuk ke dunia usaha dan berupaya mencari keuntungan dalam
keadaan tidak peduli pada perkara menjaga makanan ini. Dia juga tidak peduli
terhadap harta yang dia peroleh apakah dari perkara yang halal atau haram?
Bahkan sebagian dari mereka kaidahnya pada perkara ini adalah “Halal itu apa
yang ada pada tanganmu dan haram itu apa yang engkau tidak mendapatkannya”. Apa
yang ada di tangannya dan menjadi kepemilikannya bagaimanapun caranya adalah
halal, dan haram adalah apa yang tidak dia dapatkan dan dia peroleh. Dia tidak
peduli akan halal dan haram. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih layak baginya.”[3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan:
الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ؛ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Seseorang yang sedang bepergian lama, dengan keadaan lusuh, kusut dan berdebu, dia tengadahkan kedua tangannya ke atas langit memanjatkan doanya, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku!”Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diasup dengan asupan yang haram, maka bagaimana bisa dikabulkan doa untuknya?” [HR. Muslim]
Yaitu, bagaimana bisa dikabulkan untuk
seseorang yang demikian keadaannya? Karena itulah sebagian salaf berkata:
«من سرَّه أنْ يستجيب الله دعوته، فليُطِب طُعمته»
“Siapa yang suka Allah mengabulkan doanya maka perbaikilah makanannya!”[4]Maka perkara ini sangat penting bagi seorang pengusaha muslim untuk memperhatikannya dan memahaminya. Tidaklah dia masukkan makanan dan minuman pada dirinya sedikitpun kecuali setelah dia benar-benar memahaminya.
Kalau baik, dia memakan dan meminumnya tapi kalau haram atau samar dia
tinggalkan dan jauhi. Karena prinsip yang sudah paten baginya adalah baiknya
makanan. Tidak ada tawar menawar pada perkara ini. Bahkan ini perkara yang
tegas dan jelas baginya.
Maka saudaraku pengusaha muslim, jagalah empat
pedoman ini dan janganlah engkau mengabaikannya! Waspadalah engkau dari
syaithan dan jiwa yang mengajak kepada kejelekan! Seperti misalnya dikatakan,
“Aku masuk pasar dengan jujur ternyata barang-barangku tidak laku. Tidaklah
yang laku kecuali barang-barangnya mereka yang berdusta dan menipu di
sekitarku. Mereka yang berdusta kepada manusia dan mengatakan, “Demi Allah ini
barang baru” dan mereka bersumpah.”
Ini adalah area dimana akhlak diuji. Tidak
merugikanmu sedikitpun apa yang engkau luput dari perkara dunia. Ini adalah
nasihat dari nabimu alaihish shalatu was sallam. Engkau akan melihat hasilnya
ketika engkau sabar di atas sunnah dan penjagaanmu atas wasiat nabi yang mulia
alaihish shalatu was sallam. Kesudahan yang terpuji untukmu di dunia dan
akhirat.
Semoga Allah melindungimu –saudaraku yang
mulia- dari kemungkaran akhlak, kemungkaran amalan dan hawa nafsu. Semoga Allah
menganugerahkan untukmu rezeki berupa harta yang halal dan kehidupan yang
sejahtera. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
والله أعلم، وصلى الله وسلَّم على عبد الله ورسوله نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين.
Diterjemahkan dari artikel Asy Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr –Hafidzahumallah- أَرْبَعُ رَكَائِز لِلتَّاجِرِ الْمُسْلِم
(Ulama dari Arab Saudi, Guru Besar Universitas Islam Madinah dan pengajar tetap di Masjid Nabawi)
[1] HR Ahmad dan Ath Thabrany dishahihkan Al-Albany (lihat Ash-Shahihah
hadits ke-733)
[2] Melalui jalur Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu hadits ini diriwayatkan
oleh Al-Imam Ad-Daraquthny, Al-Hakim, dan Ath-Thabrany di Al-Mu’jam Ash-Shogir
(lihat Al-Irwa’ (5/381). Hadits ini juga diriwayatkan melalui jalur Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu oleh Al-Imam Abu Daud(3535) dan At-Tirmidzy(1264).
[3] HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
[4] Jami’ul Ulum wal Hikam (1/275) dari perkataan Wahab bin Munabbih
rahimahullah