artikel pilihan


FIKIH SEPUTAR MASBUK


Pada pembahasan kali ini kita akan mengangkat tentang beberapa hukum seputar masbuk di dalam shalat berjama’ah. Namun sebelum masuk pada hukum masbuk, maka ada baiknya kita memahami terlebih dahulu akan makna masbuk menurut bahasa dan istilah syar’i.

Masbuk secara bahasa adalah isim maf’ul dari kata “sabaqa” yaitu terdahului atau tertinggal. Adapun secara istilah, masbuk adalah orang yang tertinggal dari imam dalam shalat berjama’ah, baik itu sebagian rakaat ataupun seluruhnya. (Kamus al-Muhith, Qawaid al-Fiqh ). Atau mereka yang mendapati imam setelah satu rakaat atau lebih. Lawan dari kata masbuk adalah mudrik, yaitu orang yang mendapati seluruh rakaat di dalam shalat.


Kapan Seorang Makmum itu Disebut Masbuk?

Diantara pendapat yang masyhur dikalangan para ulama’ adalah bahwa seorang makmum disebut masbuk apabila terluput darinya ruku’ bersama imam. Namun Jika seorang makmum mendapati imam sedang ruku’ dan ruku bersama imam, maka ia telah mendapatkan satu raka’at dan tidak disebut masbuk. Dan gugur atasnya kewajiban membaca surat Al-Fatihah. Diantara dalil-dalilnya adalah:

مَنْ أَدْرَكَ الرُّكُوْعَ فَقَدْ أَدْرَكَ الرَّكْعَة
Artinya: “Siapa yang mendapatkan ruku’, maka ia mendapatkan satu raka’at”. [HR. Abu Dawud]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا ، وَلا تَعُدُّوهَا شَيْئًا ، وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاةَ "

Dari Abu Hurairah, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: “ Apabila kamu datang untuk shalat, dalam keadaan kami sedang sujud, maka bersujudlah, dan jangan kamu hitung sujud tadi sebagai satu raka’at dan siapa yang mendapatkan ruku’ bersama imam, berarti ia mendapat satu rak’aat dalam shalat (nya)”. [H.R Abu Dawud]
Jumhur Ulama berkata: “Yang dimaksud dengan raka’at disini adalah ruku’, maka yang mendapati imam sedang ruku’ kemudian ia ruku’ maka ia mendapatkan satu raka’at. Sebagaimana juga yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Khuzaimah.


Permasalahan Pertama: Anjuran Bagi Orang yang Masbuk Untuk Segera Mendatangi Shalat dengan Tenang

Bagi orang yang masbuk hendaklah mendatangi shalat dalam keadaan tenang dan menjauhi sifat tergesa-gesa. Hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

(إذَا أُقِيمَتْ الصَّلَا ةُ فَلَ ا تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ عَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ (متفق عليه
Artinya: “Apabila shalat telah ditegakkan maka janganlah kalian mendatanginya dalam keadaan tergesa-gesa, akan tetapi datangilah shalat tersebut dengan berjalan tenang”.
Dalam riwayat yang lain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ، فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَ الوَقَارِ، وَلاَ تُسْرِعُوا، فَمَا أَدْرَ كْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Artinya: “Apabila kalian mendengar iqomah maka berjalanlah menuju tempat shalat dengan tenang dan janganlah kalian tergesa-gesa. Maka apa yang kalian dapati saat itu shalatlah bersama imam, dan apa yang terluput dari kalian maka lengkapilah”. [HR. Al-Bukhari]
Maka orang yang ingin khusyu’ dan tenang di dalam shalatnya hendaklah ia mendatangi shalat tersebut dalam keadaan tenang pula. Karena apabila hati dan jiwa telah difokuskan untuk beribadah kepada Allah maka anggota badan pun akan mengikutinya dengan kekhusyu’an.


Permasalahan Kedua: Seorang yang Masbuk Hendaknya Segera Mengikuti Shalat Bersama Imam

Apabila seseorang masuk masjid dan mendapati imam sudah memulai shalat maka hendaknya ia segera masuk ke dalam shaf dan mengikuti shalat bersama imam (untuk shalat berjama’ah). Hal ini sebagaimana yang difatwakan Syaikh Abdul Aziz Bin Baz rahimahullah beliau berkata : “Tidak boleh bagi seseorang yang masuk masjid untuk melakukan shalat sunnah rawatib ataupun tahiyyatul masjid sedangkan shalat jama’ah sudah dimulai, tetapi harus langsung mengikuti shalat jama’ah bersama imam. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

إذا أقيمت الصلاة فلا صلاة إلا المكتوبة . أخرجه الإمام مسلم في صحيحه
“Apabila shalat telah ditegakkan maka tidak ada shalat selain shalat fardhu (shalat jama’ah)"
Beliau juga berkata: “Dan yang benar menurut sunnah adalah apabila seseorang masuk ke dalam masjid dan imam telah memulai shalat, baik itu shalat fardhu atau shalat tarawih atau pun shalat khusuf maka hendaklah ia langsung ikut shalat bersama imam(berjama’ah) tanpa harus shalat tahiyyatul masjid terlebih dahulu, karena shalatnya bersama imam sudah cukup baginya”. (Majmu’ Fatawa, jilid 12).


Permasalahan Ketiga: Keadaan Seorang Masbuk yang Tidak Mendapatkan Shaf

Apabila seseorang masuk ke dalam masjid dan mendapati shaf sudah penuh dan tidak ada celah untuk masuk di dalamnya. Apakah harus shalat sendirian di belakang shaf atau menunggu sampai ada orang lain yang datang ataukah menarik salah satu dari makmum yang ada di depan sehingga dia bisa membuat shaf bersamanya?

Maka yang masyhur di kalangan ahli ilmu adalah bahwasanya shalat seseorang dalam keadaan sendirian di belakang shaf tatkala shalat berjama’ah, tidak sah. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
“Tidak sah shalat seseorang sendirian di belakang shaf“. [HR.Ahmad dan Ibnu Majjah dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albany]
Dan di dalam riwayat yang lain bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seseorang shalat sendirian di belakang shaf, kemudian Beliau memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi shalatnya. Akan tetapi bila seseorang ruku’ sendirian di belakang shaf karena khawatir tidak mendapatkan rakaat dengan keyakinan ada orang lain yang akan datang di belakangnya, maka tidak mengapa.

Juga sebagaimana kisah Abu Bakrah tatkala ia ruku’ di belakang shaf kemudian ia berjalan dan masuk kedalam shaf. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

زَادَك اللهُ حِرْصاً و لا تَعُدْ
Artinya: “Semoga Allah menambahkanmu semangat, tetapi jangan diulangi”.
Begitu pula bagi wanita, maka tidak mengapa baginya shalat sendirian di belakang shaf, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiallahu 'anhu,

أَنَّ جَدَّتَهُ مُلَيْكَةَ دَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِطَعَامٍ صَنَعَتْهُ لَهُ قَالَ فَأَكَلَ ثُمَّ قَالَ قُومُوا فَلِأُصَلِّيَ لَكُمْ قَالَ فَقُمْتُ إِلَى حَصِيرٍ لَنَا قَدْ اسْوَدَّ مِنْ طُولِ مَا لَبِثَ فَنَضَحْتُهُ بِمَاءٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَصَفَفْتُ أَنَا وَالْيَتِيمُ وَرَاءَهُ وَالْعَجُوزُ وَرَاءَنَا فَصَلَّى لَنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ انْصَرَفَ
Artinya: “ Bahwasanya neneknya (Anas) yang bernama Mulaikah pernah mengundang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada makanan yang telah dibuatnya, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam makan. Setelah itu Beliau bersabda : “Bangkitlah agar aku shalat bersama kalian”. Kemudian aku mengambil sebuah tikar yang sudah menghitam warnanya karena sudah lama dipakai, kemudian aku memercikkan air diatasnya. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, dan akupun berdiri di belakang beliau bersama seorang yatim, dan nenek itu pun berdiri di belakang kami. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dua raka’at bersama kami, dan setelah itu beliau pergi”. [Shohih, HR.Jama’ah, kecuali Ibnu Majjah]
Dari permasalahan ini dapat kita petik beberapa faedah:
  • Hendaknya semua orang saling ta’awun di dalam shalatnya untuk memberikan ruang bagi para jama’ah yang datang belakangan, yaitu dengan meluruskan dan merapatkan shaf. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits,
أَقِيمُوا الصُّفُوفَ ، وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ ، وَسُدُّوا الْخَلَلَ ، وَلِينُوا بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ
“Tegakkanlah shaf, rapatkanlah pundak-pundak kalian, dan tutuplah tempat yang kosong dan berikanlah tempat bagi saudara-saudara kalian yang datang belakangan” [HR. Ahmad]
  • Tidak dibolehkan menarik seseorang yang berada di shaf depan dengan tujuan untuk membuat shaf bersamanya di belakang. Yang demikian itu karena akan menimbulkan adanya celah kosong dan bisa menjadi penyebab terputusnya shaf. Dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh imam An Nasa’i, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Barang siapa yang menyambung shaf, Allah ta'ala akan menyambungnya dan barang siapa yang memutuskan shaf maka Allah subhanahu wa ta'ala akan memutusnya”. 
  • Seseorang yang masbuk tidak perlu menunggu masbuk yang lain sampai mereka membuat shaf bersama-sama. Akan tetapi hendaklah ia langsung memulai shalat apalagi kalau sudah ada keyakinan akan datangnya masbuk yang lain. Hal ini tentunya setelah ia berusaha untuk mencari shaf dan melihat adanya masbuk yang lain yang akan datang. Dan diantara sebab yang lain adalah supaya sang masbuk tidak tertinggal rakaat, apalagi kalau dia mendapati imam dalam posisi ruku’.


Permasalahan Keempat: Bagaimana Orang Masbuk Mengikuti imam Dalam Shalat Berjama’ah?

Orang yang tertinggal di dalam shalat berjama’ah, baik satu rakaat atau lebih maka ia harus mengikuti gerakan imam, dan setelah imam salam, ia bangkit untuk menyempurnakan apa-apa yang kurang dari (rakaat) shalatnya [Mausu’ah Al Fiqhiyah, jilid 37 Hal: 161].
“Dari Ali dan Mu’adz Bin Jabal Radhiyallahu ‘Anhuma mereka berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “apabila kalian mendatangi shalat, maka lakukan lah seperti yang dilakukan oleh imam”. (HR.Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani).
Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,

إذا جئتم إلى الصلاة ونحن سجود فاسجدوا

“Apabila kalian mendatangi shalat dan kami sedang sujud, maka sujudlah”. [HR.Abu Daud dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani]


Permasalahan Kelima: Kapan Seorang Mendapatkan Rakaat Ketika Masbuk?

Apabila seseorang mendapatkan imam dalam keadaan ruku’ lalu ia ikut ruku’ sebelum imam mengangkat kepalanya, maka ia telah mendapatkan rakaat.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu’,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ مَعَ الإِمَامِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلاَةَ
“Barang siapa yang mendapatkan ruku’ dalam shalat bersama imam, maka ia telah mendapatkan shalat (satu raka’at).” [Muttafaqun ‘Alaih]
Dalam riwayat yang lain dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu,

إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ
“Apabila kalian mendatangi shalat, dan kami sedang sujud maka sujudlah dan jangan kalian menghitungnya (satu rakaat). Dan barang siapa yang mendapatkan ruku' maka ia telah mendapatkan satu raka’at shalat (nya)”.


Masalah Keenam: Bolehkah Seorang yang Masbuk Menjadi Imam?

Apabila seseorang masuk kedalam masjid setelah imam selesai dari shalatnya, akan tetapi ia mendapati seorang masbuk sedang menyempurnakan shalatnya, maka ia boleh menjadikannya sebagai imam dan berdiri di sampingnya guna mendapatkan pahala shalat berjama’ah. Sebagaimana yang difatwakan oleh Syaikh Bin Baz rahimahullah , beliau berkata: “ Dianjurkan baginya untuk shalat bersamanya dan ia berdiri di samping kanan si masbuk itu, guna mendapatkan pahala shalat berjama’ah”.


Permasalahan Ketujuh: Masbuk dalam Shalat Jum’at

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الْجُمُعَةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصلاةً
“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat dalam shalat jum’at, maka ia telah mendapatkan shalat”. [HR.Ibnu Majjah dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani]
Berkata Abu ‘Isa: “( Ini adalah hadits yang Hasan Shahih dan diamalkan oleh banyak ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya. Mereka berkata: “barang siapa mendapati satu rakaat dalam shalat jum’at, maka ia menyempurnakannya satu rakaat. Dan barang siapa yang mendapati imam telah duduk tasyahud, maka ia shalat empat rakaat”. Demikian pula yang dikatakan oleh Sufyan At-Tsauri, Ibnul Mubarak, Imam As-Syafi’i dan Imam Ahmad )”.


Permasalahan Kedelapan: Masbuk dalam Shalat ‘Ied

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Bagaimana hukum seseorang yang mendapati imam dalam shalat ‘Ied sudah takbir tambahan (bukan takbiratul ihram), apakah ia harus mengganti takbir-takbir yang luput?

Kemudian beliau menjawab: “Apabila seseorang mendapati imam di tengah-tengah takbir pada shalat ‘Idul Fitri ataupun ‘Idul Adha, maka ia langsung melakukan takbiratul ihram dan mengikuti takbir yang tersisa bersama imam. Adapun takbir yang sudah terlewatkan, maka itu sudah gugur baginya dan tidak harus diulangi.


Permasalahan Kesembilan: Seputar Sujud Sahwi bagi Orang yang Masbuk

Pada dasarnya sujud sahwi tidak memiliki kaedah yang khusus dan bukan permasalahan yang menjadi prioritas. Karena itu sujud sahwi hanya sebagai amalan tambahan untuk menebus kekurang dan kesalahan dalam shalat. Terlebih bagi orang yang masbuk, maka sujud sahwi memiliki beberapa hukum dan tata cara dalam pelaksanaannya. Diantaranya: 
  1. Seorang masbuk yang lupa sesuatu dalam shalatnya setelah imam salam, maka hukumnya seperti orang yang shalat sendirian, dia sujud sahwi sendiri sesuai dengan gerakan yang dia lupa. 
  2. Seorang masbuk yang lupa bersama imam, maka ia harus mengikuti sujud sahwi bersama imam apabila sujudnya sebelum salam, kemudian dia sujud sekali lagi di akhir shalatnya sebelum salam. Adapun apabila imam sujud setelah salam, maka ia harus lansung bangkit untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal tanpa harus ikut sujud sahwi bersama imam. Dan setelah salam dari shalatnya dia melakukan sujud sahwi sendiri. 
  3. Apabila imam lupa pada rakaat yang tidak didapati oleh orang yang masbuk, maka ia tetap ikut sujud sahwi bersama imam apabila sujudnya sebelum salam. Namun apabila sujudnya setelah salam, maka tidak wajib baginya sujud sahwi. 
  4. Apabila imam shalat 5 rakaat (dalam shalat 4 rakaat) karena lupa. Dan makmum sudah mendapat 3 rakaat bersama imam. Dalam hal ini para ulama berselisih pendapat apakah terhitung 4 rakaat bagi makmum dan tidak perlu menambah satu rakaat lagi atau harus menambah satu rakaat lagi karena belum terhitung sempurna shalatnya. Dan diantara pendapat yang paling shahih adalah bahwasanya rakaat tambahan yang dilakukan oleh imam karena lupa itu tidak dihitung satu rakaat bagi si masbuk. Dengan demikian dia harus menambah satu rakaat lagi setelah imam salam dan dia harus sujud sahwi sendiri setelah ia salam. (Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, jilid 12).
  5. Adapun kalau imam salam dalam keadaan kurang rakaatnya, maka si masbuk harus mengikuti imam, meskipun ia telah berdiri untuk menyempurnakan shalatnya. Kemudian setelah imam salam ia bangkit lagi untuk menyempurnakan shalatnya.

Semoga tulisan singkat ini bisa memberikan faedah untuk kita semua. Terutama dalam menjalankan kewajiban kita kepada Allah ta'ala yaitu shalat lima waktu. Karena tidak bisa dipungkiri ada kalanya kita terlambat dalam mendatangi shalat berjama’ah sehingga membuat kita tertinggal dari imam baik itu satu rakaat maupun beberapa rakaat. 
Wallahu Ta’ala ‘Alam.


[Rujukan: Kamus Al Muhit, Mausu’ah Al Fikhiyah Jilid 3 dan Jilid 37, Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd, Fatawa Islam, Majmu’ Fatawa Syaikh Bin Baz, Majmu’ Fatawa Syaikh Utsaimin, Shahih Fiqh As-Sunnah]


________________________

Ditulis Oleh Ustadz Saiful, Lc.
PROFIL PENULIS | LIHAT TULISAN LAIN
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course