artikel pilihan


LENTERA DARI SANG TAULADAN UNTUK MERAIH BERKAH RAMADHAN



**********

Kaum muslimin rahimakumullah.

Berikut ini beberapa tuntunan ringkas dalam ibadah puasa sesuai dengan aturan dan pedoman yang datang dari sang Tauladan kita, Nabi besar Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.


1. Mempersiapkan Diri, dengan Memperbanyak Puasa Sunnah di Bulan Sya’ban

‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مَنْ شَعْبَان
“Dan saya tidaklah mendapatkan beliau itu berpuasa di satu bulan yang lebih banyak puasanya daripada di bulan Sya’ban”. [HR. Muslim]

Puasa sunnah di bulan Sya’ban dan puasa sunnah di bulan Syawwal untuk puasa wajib Ramadhan itu seperti shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat wajib. [Majmu’ Fatawa, Ibnu Utsaimin]


2. Menyemangati para Sahabatnya dengan Memberi Kabar Gembira

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam :

أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فِيهِ صِيَامَهُ تُفَتَّحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغَلَّقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Datang kepada kalian bulan Ramadhan yang penuh berkah, Allah telah wajibkan kalian berpuasa padanya, pintu-pintu langit akan dibuka dan pintu-pintu neraka jahim juga akan ditutup, para syaitan dibelenggu, dan di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa dijauhkan dari kebaikannya maka sungguh ia termasuk yang diharamkan darinya”. [HR. Ahmad]

Dan Syaikh Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata, “Para Ulama’ Salaf itu mereka dahulu saling memberi ucapan selamat sesama mereka untuk masuknya bulan Ramadhan”. [Silsilah Liqa’ Asy-Syahr]


3. Kemuliaan Ramadhan Didapatkan dengan Keikhlasan

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan bahwa maghfirah dari bulan Ramadhan hanyalah didapatkan dengan amalan shalih yang terwujud di atas keikhlasan, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صامَ رمضانَ إيماناً واحتِساباً غُفِرَ لَه ما تقدَّمَ منْ ذَنبِه، ومَنْ قامَ رمضانَ إِيماناً واحتساباً غُفر له ما تقدَّمَ منْ ذنبِه، ومَن قامَ ليلةَ القدْرِ إِيماناً واحتساباً غُفِرَ له ما تقدَّمَ منْ ذنبِه
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan dengan dasar iman dan berharap pahala semata dari Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat maka akan diampuni dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang menghidupkan Lailatul-Qadr dengan dasar iman dan berharap pahala semata dari Allah, maka akan diampuni dosanya yang telah lalu”. [HR. Bukhari-Muslim]


4. Memulai Ramadhan dengan Ru’yah atau Menyempurnakan Bilangan Bulan Sya’ban

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam  hanyalah memerintahkan kita untuk senantiasa memulai puasa Ramadhan dengan ru’yah (melihat munculnya hilal) atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَنْسِكُوا لَهَا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَتِمُّوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا
“Berpuasalah kalian karena telah melihatnya (hilal. penj.) dan selesaikanlah puasa kalian juga karenanya, dan tetaplah terus menerus dengan cara itu, namun apabila tertupi awan maka sempurnakan saja (bulan Sya’ban; penj.) menjadi tiga puluh hari”. [HR. An-Nasa’i, dishahihkan Al-Albaniy dalam shahihul Jami’, no. 3811]

 

5. Berniat

Amal ibadah tidak akan sah tanpa ada niat, apalagi puasa yang merupakan salah satu amal ibadah yang sangat mulia, haruslah dengan niat yang ditanamkan dengan mantap di dalam hati dan tidaklah butuh diucapkan di lisan. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengingatkan dalam sabdanya:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ، فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa yang tidak memantapkan niat sebelum subuh, maka tidaklah sah puasanya”. [HR. Abu Dawud, Tirmidziy dan Nasa’iy dan dishahihkan Al-Albaniy dalam Al-Misykah, no. 1987]

Dalam hadits ini disebutkan bahwa menghadirkan niat itu sebelum shubuh, maka niat untuk berpuasa Ramadhan itu di setiap malam, bukan hanya pada awal bulan Ramadhan saja, dan juga dikarenakan tatkala telah berbuka maka teranggap selesailah puasa di hari itu oleh karena itulah butuh untuk memperbaharui niat kembali untuk berpuasa esok harinya.


6. Makan Sahur

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan agar makan sahur, beliau bersabda:

تسحَّروا فإن في السَّحور بركة
“Makan sahurlah kalian, sesungguhnya pada sahur itu terdapat keberkahan”. [HR. Bukhariy-Muslim]

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menyenangi makan sahur dengan kurma, beliau bersabda:

نِعْمَ سحورُ المؤمن التمرُ
“Sebaik-baik sahur seorang mukmin itu adalah dengan kurma”. [HR. Abu Dawud]

Dan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, menjelaskan bahwa imsak atau menahan diri dari makan minum sebagai batas waktu sahur adalah apabila telah berkumandang adzan subuh dan itulah fajar shadiq, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُنَادِىَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Makan dan minumlah kalian hingga Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan”. [HR. Bukhariy-Muslim]

Dan dianjurkan untuk makan shahur pada waktu akhir mendekati adzan subuh, hal ini karena memang telah dicontohkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya, juga para Ulama’ menjelaskan hikmahnya agar bisa membantu untuk tidak tertidur dari shalat subuh.


7. Mengisi Siang dan Malam di bulan Ramadhan dengan Berbagai Amal Shalih dan Kebaikan

Secara umum, selayaknyalah kita tidak menyia-nyiakan waktu di bulan berkah ini walaupun sekejap mata. Dengan pahala yang berlipat ganda tentunya sangat rugi jika dibiarkan begitu saja, kita bisa mengisinya dengan berbagai amal shalih dan kebaikan, berdizkr, berdo’a, shalat sunnah, umrah dan selainnya.

Paling ringannya dengan menggerakkan lisan untuk berdzikr kepada Allah ta'ala, dan ada beberapa amalan yang sangat ditekankan untuk diamalkan di hari-hari bulan berkah ini, di antaranya:
Memperbanyak tilawah atau tadarus Al Qur’an dengan khusyu’ dan tadabur. Sebab, memang bulan Ramadhan adalah waktu diturunkannya Al-Qur’an, Allah ta’ala berfirman:

شَهۡرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلۡقُرۡءَانُ هُدٗى لِّلنَّاسِ
“Bulan Ramadhan, padanya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia”. [QS. Al-Baqarah: 185]

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu adalah orang yang bersifat paling dermawan dan paling ringan terhadap kebaikan, dan sifat ini bertambah semakin besar tatkala di bulan Ramadhan, ketika Jibril 'alaihissalam datang kepada beliau, setiap malam di bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Qur’an”. [HR. Bukhariy-Muslim]

Namun, akan semakin bermanfaat dan terasa kelezatan tadarus atau tilawah Al-Qur’an bila bergandengan dengan tadabbur, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Membaca satu ayat saja dengan disertai tafakkur dan berusaha memahami itu lebih baik daripada sekedar membaca untuk mengejar khatam semata”. [Miftad Daris Sa’adah]


8. Menunaikan Umrah

Menunaikan umrah di bulan Ramadhan memiliki keutamaan yang sangat luar biasa, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ كَحَجَّةٍ مَعِي
“Umrah di bulan Ramadhan itu berpahala seperti haji bersamaku”. [HR. Bukhari-Muslim]

Memperbanyak sedekah, diantara bentuknya dengan memberi makan orang lain untuk berbuka.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan amalan ini dengan menyebutkan keutamaannya, beliau bersabda:

مَنْ فَطَّرَ صَائِماً فَلَهُ مثلُ أَجْرِهِ
“Barangsiapa yang memberi makan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut”. [HR. Tirimidzi]


9. Menjauhi segala yang membatalkan puasa

Tiga perkara yang dilakukan di saat berpuasa, yaitu jima’ (berhubungan intim suami-istri), makan dan minum adalah pembatal puasa berdasarkan Al-Qur’an, hadits dan ijma’ (sepakat) seluruh para Ulama’ sebagaimana dijelaskan oleh imam Ibnul Mundzir dalam Al-Ijma’.

Untuk dari perbuatan jima’ harus membayar denda dengan membebaskan seorang budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 fakir miskin, ditambah lagi ia ganti puasa di hari yang ia lakukan perbuatan jima’ serta ia bertaubat kepada Allah dengan taubat nashuhah.

Begitu juga dari pembatal puasa makan dan minum, harus baginya untuk mengganti puasa tersebut dan bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta'ala.

Termasuk juga semua tindakan yang mengandung makna sama dengan makan dan minum, misalnya suntikan yang mengandung zat-zat makanan.

Berbekam dan yang membekam. Terdapat hadits yang datang dari ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:

أَفْطَرَ الْحَاجِمُ وَالْمَحْجُومُ
“Telah batal puasa orang yang membekam dan yang dibekam”. [HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan Al-Albani]

Dan donor darah itu semisal dengan berbekam.

Muntah dengan sengaja, ini juga merupakan pembatal puasa. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda : “Barangsiapa yang muntah maka tidaklah perlu baginya mengganti puasanya, namun apabila sengaja muntahnya maka wajib baginya untuk mengganti puasanya”. [HR. Ahmad]

Semua pembatal puasa, jika dilakukan dalam keadaan berpuasa di siang Ramadhan, sadar atau sengaja dan mengetahui ilmunya kemudian juga tanpa alasan uzur syar’i, membuat batal puasa dan harus menggantinya juga beratubat kepada Allah ta’ala.


10. Menjauhi Segala yang Merusak Puasa

Jangankan pembatal puasa, segala perkara yang bisa merusak kesempurnaan puasa atau pada perkara yang sia-sia tidak mengandung manfaat pada dunia apalagi akhirat, pun dijauhi, karena keberkahan bulan Ramadhan sangatlah tidak pantas jika dinodai dengan seluruh perbuatan buruk apalagi berupa maksiat dan dosa, dan jika amal baik dilipat gandakan pahala dan ganjarannya maka demikian juga dosa di bulan berkah akan dilipatkan hukuman dan balasannya, maka semua perbuatan buruk pada ucapan atau perbuatan yang terlihat nyata ataupun tersembunyi layak untuk dijauhkan di waktu-waktu penuh berkah Ramadhan yang indah.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengisyaratkan hal ini, beliau bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan yang mengandung dosa dan perbuatannya, maka tidaklah ada di sisi Allah manfaat untuknya dengan meninggalkan makan dan minumnya”. [HR. Bukhari-Muslim]

Karena memang inilah wujud nyata dari sebuah ketakwaan sebagai puncak yang ingin diraih dari ibadah puasa, Jabir bin Abdillah Al-Anshariy berkata, “Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pula pendengaranmu, penglihatanmu, lisanmu dari segala dusta dan dosa, jauhilah menyakiti para pembantu, jadilah orang yang berhias dengan ketenangan dan bersahaja di hari engkau sedang berpuasa, dan janganlah engkau samakan antara hari engkau berpuasa dengan hari engkau tidak berpuasa”. [Al-Mushannaf]

Untuk itulah, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengingatkan kita semua, beliau bersabda,“Terkadang, ada orang yang berpuasa tidak mendapatkan bagian dari puasanya kecuali hanya rasa lapar saja, dan juga terkadang tidaklah ada yang didapatkan dari orang yang shalat di malam hari selain keletihan semata”. [HR. An-Nasa’i]


11. Melakukan Heberapa Hal yang Tidaklah Merusak Puasa

Membahasi kepala

Abu Bakrah berkata, “Sebagian sahabat Nabi mengatakan, ‘aku melihat Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyur kepalanya dengan air di saat beliau berpuasa karena rasa dahaga dan cuaca yang panas”. [HR.Ahmad]

Berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung (istinsyaq) di saat berwudhu’

Hal ini merupakan keharusan di saat berwudhu’ baik di saat tidak berpuasa ataupun sedang berpuasa, namun ketika berpuasa hendaknya jangan berlebih-lebihan sampai ke pangkal hidung, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ، إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Sempurnakanlah wudhu’ dan bersungguh-sungguhlah ber-istinsyaq, kecuali ketika engkau sedang berpuasa”. [HR. Abu Dawud]

Mencium istri

‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam itu bercumbu dan mencium istrinya di saat beliau berpuasa, dan beliau adalah orang yang paling kuat menahan dirinya”. [HR. Bukhari-Muslim]

Jelas, kebolehan ini disebutkan dengan syarat bagi yang mampu menahan dirinya, sehingga jika ada yang tidak mampu menahan diri tidaklah boleh baginya melakukannya karena bisa mengantarkan kepada perbuatan yang menghancurkan puasa. Oleh sebab itulah, dalam riwayat lain Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang pemuda yang baru menikah untuk melakukan hal seperti itu, yang pada umumnya tidak bisa menahan dirinya.

Bersiwak atau menyikat gigi

Diantara etika yang diajarkan Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam adalah senantiasa menjaga kebersihan mulut, apalagi di saat hendak beribadah, maka demikian juga di saat berpuasa, Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَسَوَّكَ وَهُوَ صَائِمٌ
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu bersiwak di saat beliau berpuasa”. [HR. Al-Baihaqi]

Namun, para Ulama’ menjelaskan bahwa sebaiknya untuk sikat gigi menggunakan pasta gigi itu dilakukan sebelum subuh untuk menjaga kesempurnaan puasa.

Mencicipi masakan, jika dibutuhkan. Khususnya para ibu rumah tangga, terkadang butuh mencicipi masakannya untuk memberi yang terbaik bagi suami dan anak-anaknya, dan Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

لَا بَأْس أَن يَذُوق الْخلّ أَو الشَّيْء مَا لم يدْخل حلقه وَهُوَ صَائِم
“Tidaklah mengapa untuk mencicipi rasa cuka atau yang lainnya selagi tidak masuk ke kerongkongan ketika berpuasa”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, no. 9277]


12. Berbuka

Segera berbuka jika telah tiba waktunya, dengan tenggelamnya Matahari di arah barat.
Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ وَأَدْبَرَ النَّهَارُ وَغَابَتِ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Apabila malam tiba, siangpun telah berlalu dan Matahari telah terbenam, maka orang yang berpuasa pun telah berbuka”. [HR. Muslim]

Dan juga beliau  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إنا معشر الأنبياء أُمرنا بتعجيل فطرنا، وتأخير سحورنا، ووضع أيماننا على شمائلنا في الصلاة
“Kami para Nabi diperintahkan untuk menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat”. [HR. Al-Baihaqi]

Berbuka dengan kurma

“Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka sebelum beliau shalat dengan beberapa Ruthb (kurma yang masih basah), jika tidak ada maka dengan beberapa kurma, jika tidak ada maka dengan beberapa teguk air putih”. [HR. Abu Dawud]

Berdo’a ketika berbuka

Diantara do’a yang diucapkan Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam di saat berbuka adalah:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
[dzahabadhz-dhzama’u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatil ajru, insyaaAllah]
“Telah hilang dahaga, basalah urat-urat dan tetaplah pahala, insyaAllah”. [HR. Abu Dawud]


13. Mengisi Malam-Malam Ramadhan dengan Shalat Tarawih Berjama’ah Bersama Kaum Muslimin

Keutamaan bagi yang menegakkan shalat tarawih di malam-malam bulan Ramadhan adalah akan diberi ampunan terhadap dosa-dosanya sebagaimana telah berlalu haditsnya, dan sangat dianjurkan untuk menunaikannya dengan berjamaah, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya barangsiapa yang shalat (tarawih; penj.) bersama imam (berjama’ah; penj.) sampai selesai maka ditulis pahala untuknya shalat semalam penuh”. [HR. Tirmidzi]


14. Bertambah Semangat Beribadah di 10 Akhir Ramadhan

Ketika masuk 10 akhir Ramadhan, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata semakin semangat untuk beribadah dengan semangat membara lebih dari biasanya, bahkan beliau ajak serta keluarga untuk merasakan lezatnya beribadah kepada Allah, ‘Aisyah berkata, “Apabila telah masuk 10 akhir Ramadhan, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam menyingsingkan lengan bajunya, menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya”. [HR. Muslim]


15. Mengisi Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan dengan I’tikaf

I’tikaf adalah sebuah bentuk amalan dengan berdiam diri di dalam Masjid untuk fokus beribadah kepada Allah ta'ala, ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata:

كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ
“Nabi itu senantiasa i’tikaf di setiap sepuluh hari akhir Ramadhan sampat Allah mewafatkan beliau”. [HR. Bukhari-Muslim]


16. Bersungguh-Sungguh untuk Mendapatkan Lailatul Qadr

Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam memotivasi kita semua:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Berusahalah dengan bersungguh-sungguh mencari Lailatul-Qadr di sepuluh terakhir Ramadhan!”. [HR. Bukhariy-Muslim]

Dengan cara, menghidupkan malamnya melakukan berbagai amal ibadah, khususnya shalat dan tilawah Al-Qur’an.


17. Menunaikan Zakat Fitri di Akhir Bulan Ramadhan 

Zakat berupa makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin merupakan kewajiban di akhir bulan Ramadhan, Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhu berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri di bulan Ramadhan bagi setiap individu kaum muslimin”. [HR. Bukhari-Muslim]


18. Mengajak Serta Putra-Putri untuk Meraih Berkah Ramadhan

Kewajiban bagi orang tua terhadap anak mereka yang telah tamyiz adalah mendidik mereka dengan mengenalkan perintah dan larangan agama serta membiasakan mereka menjalankan agama dengan baik, demikian juga ibadah puasa walaupun sejatinya belumlah wajib bagi anak yang belum baligh. 
Salah seorang shahabiyyah yang mulia, Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz Al-Anshariyyah radhiyallahu 'anha menceritakan bahwa mereka melatih putra-putrinya untuk ikut berpuasa dan beliau berkata, “Kami buatkan mainan dari benang wol untuk mereka, jika mereka menangis meminta makan maka kami beri mainan untuk mereka, dan terus begitu hingga tiba waktu berbuka”. [HR. Bukhari-Muslim]

Ini tauladan dari generasi terbaik umat Islam, dengan mewujudkan sebuah kehangatan cinta dan kasih sayang dalam bingkai penghambaan dan peribadatan kepada Allah Rabb semesta alam.


19. Golongan yang Boleh Tidak Berpuasa dan Kewajiban Bagi Mereka

Ibadah puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan Muslimah, berakal, baligh, mukim, mampu dan tidak memiliki penghalang. Namun, ada beberapa golongan yang diberi kebolehan untuk meninggalkannya, yaitu: musafir dan sakit, kewajibannya mengganti di hari lain.

Allah ta'ala telah berfirman:

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٖ فَعِدَّةٞ مِّنۡ أَيَّامٍ أُخَرَۚ
“Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan jauh, maka hendaknya mengganti puasa di hari-hari lainnya”. [QS. Al-Baqarah: 184]

Bagi yang sedang safar dan bagi yang sedang sakit dengan sakit yang membuat tidak mampu berpuasa atau semakin membahayakan dirinya jika berpuasa, mengganti puasanya di hari lainnya.

Mereka yang lemah dan tidak mampu, seperti orang tua renta atau sakit parah yang menaun dan sulit diharapkan sembuh lagi, juga para wanita yang sedang hamil dan atau menyusui, mereka ini dari setiap hari yang ditinggalkan puasanya berkewajiban menunaikan fidyah (tebusan) dengan memberi makan satu orang fakir miskin untuk setiap hari yang tidak berpuasa. Allah ta'ala  berfirman:

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدۡيَةٞ طَعَامُ مِسۡكِينٖۖ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin”. [QS. Al-Baqarah: 184]

Dan Ibnu ‘Abbas radiyallahu 'anhu pernah melihat Ummu Walad miliknya yang hamil atau menyusui, beliau berkata:

أنت بِمَنْـزلة من لا يطيق، عليك أن تطعمي مكان كلّ يوم مسكينًا، ولا قضاء عليك
“Engkau sama seperti golongan mereka yang berat menjalankannya (untuk berpuasa; penj.) kewajibanmu mengganti hari yang engkau tinggalkan puasa padanya dengan memberi makan seorang fakir miskin, dan tidak ada qadha’ (mengganti dengan puasa di hari lain; penj.) bagimu”. [HR. Abu Dawud, on. 2318. Al-Albaniy dalam Al-Irwa’, 4/ 19 berkata: “Sanadnya shahih sesuai syarat Muslim”]

Wanita haidh dan nifas
Kewajiban mereka hanyalah mengganti puasa yang ditinggalkan dengan berpuasa di hari lainnya, ‘Aisyah radhiyallahu 'anha berkata, “Kami mengalami haidh di masa Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam maka kami diperintahkan untuk mengganti puasa tersebut”. [HR. Bukhari-Muslim]


20. Jangan Meninggalkan Puasa Ramadhan Tanpa Alasan yang Dibenarkan Agama!

Allah ta'ala telah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian untuk berpuasa”. [QS. Al-Baqarah: 183]

Maka, puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah serta ijma’ seluruh para Ulama’ Islam, tidak boleh meninggalkan kewajiban ini tanpa alasan yang dibenarkan secara Agama, Nabi  shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diperlihatkan ada yang disiksa dengan digantung urat tumitnya di atas dan mulutnya pecah mengeluarkan darah, beliau bertanya siapakah mereka?, para malaikat mejawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum halal makan dan minum!”. [HR. Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan Al-Albani dalam Silsilah, no. 3951]

Oleh karena kerasnya ancaman tersebut, imam Dzahabiy rahimahullah berkata. “Barangsiapa yang meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan, ia lebih jelek daripada pelaku zina, peminum khamar bahkan diragukan keislamannya!”. [Al-Kaba’ir, 64]

Sungguh, puasa Ramadhan tidaklah patut ditinggalkan tanpa alasan, oleh sebab itu kerugianlah bagi yang meninggalkannya.

Wallahu ta’ala ‘alam.

Kaum muslimin rahimakumullah.

Demikianlah ringkasan yang sangat sederhana dalam pembahasan puasa Ramadhan ini, mudah-mudahan Allah ta'ala memberi manfaat darinya untuk kita semua. Dan semoga Allah subhanahu wa ta'ala mempertemukan kita dengan Ramadhan, memberi keberkahan, rahmat serta maghfirah kepada kita dan seluruh kaum muslimin.

Innahu waliyyu dzalika wa qadiru ‘alaihi.



------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Hudzaifah Bin Muhammad
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course