وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ
لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar-Rum: 21]
“Dan termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” [QS. Ar-Rum: 21]
Jenis Surat dan Sebab
Turunnya
Ayat-ayat dalam surat ini adalah makkiyyah, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu
Az-Zubair radhiyallahu ‘anhum, bahkan
telah berkata Ibnu ‘Athiyyah dan yang selainnya, “Tidak ada khilaf (selisih
pendapat) bahwa surat ini adalah makkiyyah, dan tidak ada yang mengecualikan
satu ayat pun darinya.” [Tafsir Ruhul Ma’ani lil Alusi 21/16]
Para ulama ahli tafsir menyebutkan bahwa surat ini turun
tatkala orang-orang Persia berhasil mengalahkan orang-orang Romawi sehingga
Raja Heraklius terjepit dan terkepung di Kostantinopel, Turki, dalam waktu yang
lama[1], hingga akhirnya Romawi kembali ke tangan Heraklius. Kaum
musyrikin Quraisy berbangga dengan kemenangan orang-orang Persia yang merupakan
penyembah berhala , sedangkan kaum muslimin lebih membanggakan kemenangan
bangsa Romawi . Sebab, bangsa Romawi adalah ahli kitab dan lebih dekat dengan
agama kaum muslimin daripada dengan musyrikin[2].
Petikan Faedah Ayat
Dalam surat ini Allah subhanahu
wa ta’ala menyebutkan bermacam-macam tanda kekuasaan-Nya. Pada ayat
berikutnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ
وَأَلْوَانِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ
“Dia telah menjadikan
langit dan bumi serta berlain-lainan bahasa dan kulit umat manusia” [ QS.
Ar-Rum: 22]
Dia telah menjadikan pasangan suami, yaitu istri, yang
dengannya hati suami merasa tenang dan tenteram, dan Dia munculkan al-mawaddah (kasih) dan ar-rahmah(sayang) di antara mereka. Al-mawaddah
(kasih) dan ar-rahmah (sayang) adalah
perkara batin yang bisa disaksikan oleh hati dan menjadi renungan bagi orang
yang berpikir.
Al-Mawaddah dan Ar-Rahmah,
Sebuah Dambaan
Al-mawaddah adalah bentuk masdar dari kata al-wudd yang artinya adalah rasa cinta
yang terjadi dalam semua pintu kebaikan[3]. Al-mawaddah
(kasih) memiliki makna lebih dari sekadar makna al-mahabbah (cinta), terlebih Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan dalam ayat ini al-mawaddah (kasih) yang diiringi dengan ar-rahmah (sayang). Hal ini menunjukkan khalishul hubb (cinta yang tulus).[4]
Pondasi yang paling penting untuk membentuk keluarga sakinah
yang mawaddah dan rahmah adalah ilmu syar’i, yang dengannya suami dan istri terbimbing dan
mengetahui kewajiban masing-masing terhadap pasangannya. Dengan demikian, cinta
di antara keduanya bukan sekadar cinta ‘alal fithrah, yaitu cinta makhluk
terhadap lawan jenisnya untuk melampiaskan nafsu saja.
Oleh karena itu, Allah subhanahu
wa ta’ala menjadikan pernikahan sebagai tempat menyalurkan cinta di antara
sepasang insan sesuai dengan syariat . Pernikahan merupakan nikmat dan anugerah
yang besar kepada hamba-Nya, yang di dalamnya tumbuh sikap saling menyayangi
dan ketenangan hati pasangan suami istri.
Membentuk rumah tangga yang bahagia adalah tujuan dan
angan-angan setiap insan. Rumah adalah tempat kembali sang suami sepulang dari
jerih payahnya mengais nafkah. Jika dia masuk ke rumahnya dalam suasana yang
menyenangkan, terwujudlah keinginannya. Berapa banyak rumah yang sempit, tetapi
terasa luas lagi membahagiakan.
Sebaliknya, berapa banyak pula rumah yang luas, tetapi
terasa sempit dan menyesakkan, bahkan berujung dengan perceraian penghuninya
sebagaimana firman-Nya:
فَتِلْكَ بُيُوتُهُمْ خَاوِيَةً بِمَا ظَلَمُوا
“Maka itulah
rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh….” [QS. An-Naml: 52]
********** ****
Kiat-kiat
Istri Mewujudkan Al-Mawaddah wa Ar-Rahmah
Salah satu impian besar kaum pria adalah menjadikan wanita
yang salihah sebagai pendamping di rumahnya, yang membuat dunia tersenyum
bahagia karena keberadaannya dan akhlaknya yang indah. Berikut ini akan dibahas
hal-hal yang perlu dilakukan oleh istri guna menyemai benih cinta di hati suami.
A. Istri Hendaknya Mengetahui
dan Menunaikan Hak-Hak Suami, antara lain:
1) Menjaga rahasia suami dan tidak menyebarkannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَالصَّالِحَاتُ
قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Maka wanita yang
salihah ialah yang taat (kepada suaminya)[5], yang menjaga (kehormatan dirinya
dan harta suaminya) tatkala suaminya tidak ada, yang terjaga dengan penjagaan
Allah.” [QS. An-Nisa’: 34][6]
2) Menaati suami dalam perkara yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum
pria adalah pemimpin bagi kaum wanita.” [QS. An-Nisa’: 34]
Bahwa pria lebih berkuasa atas
wanita adalah termasuk fitrah. Rumah
tangga tidak akan berjalan dengan semestinya jika wanita lebih berkuasa,
sombong, dan mengendalikan suami. Bahkan, hal ini termasuk pintu hancurnya
rumah tangga. Selalu siap melayani panggilan suaminya ke ranjang tidurnya,
kecuali jika ada udzur, seperti sedang haid, nifas, ihram, atau sakit. Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ،
فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika suami mengajak
istrinya ke ranjangnya, tetapi si istri enggan datang sehingga suami tidur
dalam keadaan marah kepadanya, malaikat melaknat si istri hingga waktu pagi.” [Muttafaqun
‘alaih]
Pengabaian istri terhadap ajakan
suami tanpa udzur adalah termasuk dosa
besar . Sebab, salah satu ciri dosa besar adalah adanya laknat sebagai akibat
perbuatan tersebut. Disebutkan oleh ulama bahwa istri wajib pula melayani suami
dalam kebutuhan keseharian, seperti menyiapkan makanannya.
3) Menjaga
rumah suami, hartanya, anak-anaknya, dan pendidikan bagi mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ، فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ،
وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى
بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ
مَسْئُولٌ، أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ
“Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban. Seorang imam
(penguasa) adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban. Pria adalah
pemimpin atas keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban. Wanita adalah
pemimpin atas rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban. Budak adalah
pemimpin atas harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban. Ingatlah,
setiap kalian adalah pemimpin,dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban.”
[Muttafaqun ‘alaih]
4) Menjalin hubungan baik dan tidak menyakiti suami.
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُورِ الْعِيْنِ: لَا تُؤْذِيهِ قَاتَلَكَ اللهُ فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكِ دَخِيْلٌ يُوشِكُ أَنْ يُّفَارِقَكَ إِلَيْنَا
“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, melainkan berucap istrinya dari (kalangan) bidadari, ‘Jangan kausakiti dia, semoga Allah membinasakanmu. Sesungguhnya dia hanyalah tamu di sisimu dan hampir meninggalkanmu, lalu berkumpul dengan kami’.” [HR. Ahmad 5/242 dan Ibnu Majah no. 2014, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 173]
5) Para bidadari cemburu kepada istri-istri di dunia yang telah
menyakiti para suami.
Menghargai dan menghormati suami
dengan sepatutnya karena agungnya derajat sang suami. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman,
وَلِلرِّجَالِ عَلَيۡهِنَّ دَرَجَةٞۗ
“Dan para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada para istri.” [QS. Al-Baqarah: 228]
Di dalam ayat di atas tidak dijelaskan apa satu tingkatan kelebihan tersebut, tetapi diisyaratkan dalam ayat lainnya, yaitu An-Nisa’: 34,
ٱلرِّجَالُ
قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖ وَبِمَآ
أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ
“Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (pria) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (pria) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” [Adhwa’ul Bayan 3/172]
Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ
لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
”Seandainya aku
(boleh) memerintah seseorang untuk bersujud kepada seseorang (yang lain),
niscaya kuperintah wanita (istri) untuk bersujud kepada suaminya.” [HR. Ibnu
Majah no. 1852 dan Al-Baihaqi 7/292, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam
Ash-Shahihah 3/202]
***********
B. Menjalani Kehidupan
Berumah Tangga dengan Penuh Cinta dan Kesabaran
Dalam surat Ar-Rum ayat 21 ini pula Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan لِّتَسۡكُنُوٓاْ
إِلَيۡهَا dan tidak menyebutkan لِتَسْكُنُوا مَعَهَا, karena لِتَسْكُنُوا مَعَهَا
mengandung arti tinggal bersamanya, baik dengan cinta maupun tanpa cinta. Adapun
لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا memiliki makna lebih, yaitu tinggal bersamanya dengan
kelemahlembutan, kasih sayang, kecintaan, dan ketenangan.
Memang sebab seorang wanita mencintai lawan jenisnya
sangatlah banyak, seperti ketampanannya, ketakwaannya, akhlaknya, kelebihannya,
muamalahnya, hartanya, kesetiaannya, dan sebagainya. Akan tetapi perlu diingat
bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Kita harus menyadari bahwa masing-masing
mempunyai kekurangan dan kesalahan.
Berapa banyak istri yang mempunyai suami yang tidak tampan,
tetapi sang istri sangat mencintai dan merindukannya, merasa berat ketika
ditinggalkan atau jauh darinya, dan selalu memuji suaminya walaupun banyak
orang melihatnya penuh dengan kekurangan .
Sebaliknya, berapa banyak istri yang benci dan muak melihat
suaminya yang sangat tampan[7] hingga berujung khulu’ dan perceraian. Jadi, intinya adalah menyemai rasa cinta dan
menyuburkan kesabaran.
***********
C. Saling Memahami
dan Tidak Egois
Setiap individu mempunyai kemauan, kehendak, dan kepribadian
. Begitu pula halnya seorang wanita. Akan tetapi, tatkala wanita sudah bergelar
istri , (ego) dia harus tunduk kepada (ego) suami selama suami tidak bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُودُ الوَلُودُ
الْعَؤُودُ الَّتِي إِذَا ظُلِمَتْ قَالَتْ: هَذِهِ يَدِي فِي يَدِكَ، لَا أَذُوقُ
غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah kalian kuberi tahu tentang wanita-wanita kalian dari penghuni surga? (Yaitu) al-wadud (yang menyayangi suaminya), al-walud (yang bisa melahirkan banyak anak), al-‘a’ud (yang memberikan kemanfaatan kepada suaminya) yang tatkala disakiti, dia berkata, ‘Ini tanganku ada di tanganmu. Aku tidak bisa tidur sebelum engkau ridha’.” [HR. ad-Daruquthni dalam Al-Afrad dari Ka’b bin ‘Ujrah , dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2604]
Masalah dalam rumah tangga pasti didapati oleh setiap
pasangan, bahkan terjadi pada sebaik-baik makhluk, yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam. Masalah
dalam rumah tangga layaknya garam dalam makanan; jika garam ditambahkan
seperlunya, makanan pun terasa lebih nikmat; jika terlalu banyak, rusaklah rasa
makanan tersebut.
Jika ada satu masalah yang merupakan kekurangan suami,
janganlah istri berpikir untuk membesarkan masalah tersebut. Akan tetapi,
pikirkan kebaikan suami yang sangat banyak yang telah diberikan kepada pujaan
hatinya, baik berupa waktu, harta, jerih payah, maupun perasaan
yang selainnya. Yang demikian adalah termasuk wujud syukur nikmat Allah subhanahu wa ta’ala.
Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا
آخَرَ
”Janganlah seorang pria (suami) beriman membenci seorang wanita (istri) beriman. Jika ia tidak menyukai salah satuperangainya (wanita), pasti ia menyukai darinya (perangai) yang lain.” [HR. Muslim no. 1469]
Begitu pula sebaliknya wanita kepada suaminya. Hendaknya
kita mencontoh para salaf (pendahulu) kita dalam hal muamalah suami istri di
kalangan mereka. Telah berkata Abu Ad-Darda’ kepada istrinya radhiyallahu ‘anhuma,
إِذَا رَأَيْتِنِي غَضَبْتُ فَرَضِّينِي، وَإِذَا رَأَيْتُكِ غَضَبْتِ رَضَّيْتُكِ،
وَإِلَّا لَمْ نَصْطَحِبْ
“Jika kamu melihatku marah, buatlah aku ridha, dan jika aku melihatmu marah, kubuat kamu ridha. Jikalau tidak, kita tidak akan bisa hidup bersama.”[8]
Telah berkata Al-Imam Ahmad rahimahullah,
أَقَامَتْ أُمُّ صَالِحٍ مَعِي عِشْرِيْنَ سَنَةً، فَمَا اخْتَلَفْتُ أَنَا
وَهِيَ فِي كَلِمَةٍ
“Ummu Shalih hidup bersamaku selama dua puluh tahun, dan aku tidak pernah berselisih (cekcok) dengannya walaupun dalam satu ucapan.”[9]
Hendaknya istri memaklumi kesalahan suami, memaafkannya, dan
selalu berbaik sangka kepadanya. Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Setiap anak Adam punya kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertobat.” [HR. At-Tirmidzi no. 2501, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ 4/171]
***********
D. Berusaha Menjadi Istri
Shalihah yang Membantu Suami Untuk Taat Kepada Allah subhanahu wa ta’ala
Inilah impian terbesar suami yang dia harapkan dari sang
istri, karena istri bisa mempengaruhi suami. Telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam,
اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Dunia adalah
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang salihah.” [HR.
Muslim, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah]
Beliau shallallahu
‘alaihi wassalam juga bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا
“Bukanlah termasuk
golongan kami orang yang menipu dan merusak (akhlak) wanita kepada suaminya.” [HR.
Abu Daud, Al-Baihaqi, Al-Hakim, dan Abu Ya’la, dinyatakan shahih oleh Al-Albani
dalam Shahih Abi Daud no. 1890]
***********
E. Berakhlak Mulia, Tidak
Berteriak Mengangkat Suara atau Memelototkan Mata Kepada Suami
Perlu diketahui bahwa wanita yang jelek akhlaknya tidak
perlu dipertahankan untuk hidup bersama suaminya, karena wanita seperti ini
menyebabkan kerusakan yang lebih banyak daripada kebaikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
ثَلَاثَةٌ يَدْعُونَ فَلَا
يُسْتَجَابُ لَهُمْ: رَجُلٌ كَانَتْ تَحْتَهُ امْرَأَةٌ سَيِّئَةُ الْخُلُقِ فَلَمْ
يُطَلِّقْهَا…
“Ada tiga (golongan)
yang doa mereka tidak dikabulkan: laki-laki yang memiliki istri berakhlak
jelek, tetapi tidak menceraikannya….” [HR. Al-Hakim, dinyatakan shahih oleh
Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shahihah 1805]
***********
***********
F. Selalu Tersenyum, Bermuka
Ceria, dan Berucap Lemah Lembut
Nabi shallallahu
‘alaihi wassalam bersabda,
تَبَسَّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
“Senyummu di depan
saudaramu adalah sedekah.” [Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu
Hibban no. 474]
Dalam hadits yang lainnya,
اَلْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
“Perkataan yang baik
adalah sedekah.” [HR. Al-Bukhari no. 6022]
Maka dari itu, pilihlah kalimat yang lembut tatkala
berbicara dengan suami. Ucapan bisa menjadi senjata yang ampuh untuk
melumpuhkan lawan dan sangat berpengaruh untuk melembutkan hati.
***********
G. Menjauhi Perkara
yang Tidak Disukai Suami[10]
********** ****
Wallahu a’lam bish
shawab
Semoga artikel ini bermanfaat untuk saya pribadi dan
keluarga khususnya, dan semua muslimin umumnya, Aamiin.
_______________________
Catatan Kaki:
[1] Kurang dari sepuluh tahun.
[2] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 6/125 dalam kisahnya yang
panjang.
[3] Lisanul ‘Arab li Ibni Manzhur 3/557.
[4] Lihat Bada’i At-Tafsir 3/389—390.
[5] Di antara mufassir (ahli tafsir) ada yang
menafsirkannya, “Taat kepada Allah dan taat kepada suaminya.”
[6] Tafsir Ibnu Katsir 2/293.
--------
[7] Bahkan, Allah membenci ketampanan kaum munafikin, sebagaimana
firman-Nya,
وَإِذَا رَأَيۡتَهُمۡ تُعۡجِبُكَ أَجۡسَامُهُمۡۖ
“Dan jika melihat mereka, kamu akan mengagumi tubuh-tubuh mereka.” [QS. Al-Munafiqun: 4]
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَنَظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ،
وَلَكِنْ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat ketampanan dan harta kalian,
tetapi melihat hati dan amalan kalian.” [HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman,
dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1862; HR. Muslim
dalam Shahihnya]
--------
[8] Lihat Ahkam an-Nisa’ karya Ibnul Jauzi hlm. 28. Atsar
ini ma’ruf, tetapi sanadnya masih dalam pembahasan.
[9] Lihat kitab Thabaqat Al-Hanabilah 1/427, Al-Maqshad
Al-Arsyad fi Dzikr Ash-hab Al-Imam Ahmad 2/289, dan Al-Adab Asy–Syar’iyyah
2/338.
[10] Keluar dari kategori artikel risalah ini; yang muncul
dari anomali akhlak wanita (shalihah) yang dikarenakan gangguan jin yang ada
pada si istri; baik karena kesurupan ataupun sihir.
_____________________