وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
"Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" [QS. Al-Baqarah: 275]
Seiring berjalanya waktu dan perkembangan sistem muamalah
yang ada pada masa modern ini,berkembang pula jenis-jenis akad jual beli
menjadi sangat beragam,baik jual beli yang sifatnya halal atau pun yang jelas
keharamannya.
Sering kita mendengar istilah pre order dalam sistem
penjualan modern. Bagaimanakah takyif fiqhi (adaptasi fikih) dari sistem
jual beli jenis ini?apakah halal atau tidak?dan apa yang menjadi ketentuan dan
syarat-syaratnya?
Akad jual beli jenis ini sering terjadi,bisa dikatakan
setiap kita pasti telah melakukan sistem akad ini walaupun kita tidak sadar bahwa
yang kita lakukan adalah akad pre order. Hal ini sering terjadi pada barang yang dijual adalah barang
yang diproduksi yang dalam proses produksi memerlukan waktu.
Atau produsen yang terbatas dalam modal produksinya,untuk
memproduksi suatu barang membutuhkan modal besar misalnya,maka menggunakan cara
pre order adalah solusi yang sangat efektif dan mengurangi resiko kerugian akibat
barang tidak laku.
Maka kebutuhan itu lah yang menyebabkan adanya sistem
pembayaran didahulukan atas barang yang diperjualbelikan atau yang sering
disebut dengan istilah pre order.
**********
PRE ORDER DALAM ISTILAH JUAL BELI MODERN
Pre Order (PO) adalah sistem pembelian barang dengan memesan
lalu membayar terlebih dahulu sebelum produksi dimulai, dengan tenggang waktu
tunggu yang diperkirakan sampai barang tersedia dimana seorang penjual menerima
order atas suatu produk, dan pembeli harus melakukan pembayaran sebagai tanda
jadi pemesanan produk tersebut,baik pembayaran yang bersifat kontan atau dengan
uang muka.
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa sistem jual
beli pre order adalah jual beli barang yang disifatkan secara spesifik sifat
barang yang akan diproduksi oleh produsen kepada konsumen dengan estimasi waktu
yang sudah ditentukan dan uang dibayar dimuka.
Jual barang dengan cara seperti ini disebut dengan Akad
istishna’ .
**********
JUAL BELI DENGAN AKAD ISTISHNA'
Istishna’ secara Bahasa dari kata صنع
yang artinya membuat,dan istishna’ (الاستصناع) artinya
meminta untuk dibuatkan. Secara istilah akad istishna’ adalah
عقد على مبيع في الذمة شرط فيه العمل
Akad atas suatu barang dagangan dalam tanggungan produsen/tidak secara langsung yang disyaratkan didalamnya pengerjaan barang tersebut -hingga selesai-. [1]
Jadi akad istishna’ adalah akad yang dilakukan antara
penjual dan pembeli dimana pembeli meminta kepada produsen untuk membuatkan
barang tertentu dengan sifat yang sudah ditentukan dengan bahan baku pembuatan
dari pihak produsen dengan harga yang sudah ditentukan.
Sebagai contoh misalnya ada seseorang datang ke penjahit
pakaian dan mengatakan: Buatkan untuk saya pakaian dengan sifat seperti ini
(tertentu) dengan jangka waktu sekian dan harga sekian,bahan baku dari penjahit,maka
ketika si penjahit telah menyetujuinya sempurnalah akad istishna’.
Jual beli dengan akad istishna’ ini secara umum, jumhur ulama
bersepakat atas kebolehannya.
Diantara dalil yang menunjukan halalnya akad ini:
1.) Dari Al qur’an
Allah berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” [QS Al-Maidah: 1]
Berkata Ibnu Taimiyyah: akad disini umum,mencakup akad
dengan Allah,akad terhadap dirinya sendiri dan akad sesama manusia yaitu nadzar
dan jual beli.[2]
2.) Dari As Sunnah
Hadist yang pertama:
نَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « وَالمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا»: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ[حكم الالبانى] : صحيح، ابن ماجة (2353)
“Seorang muslim wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” [HR. Ibnu Majah dan selainnya, di Shahihkan Al albani dalam Shahih ibnu Majah 2353]
Hadist yang kedua:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memesan agar dibuatkan
cincin dari perak.
عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم كَانَ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ إِلَى الْعَجَمِ فَقِيلَ لَهُ إِنَّ الْعَجَمَ لاَ يَقْبَلُونَ إِلاَّ كِتَابًا عَلَيْهِ خَاتِمٌ. فَاصْطَنَعَ خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ. قَالَ كَأَنِّى أَنْظُرُ إِلَى بَيَاضِهِ فِى يَدِهِ. رواه مسلم
Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiallahu ‘anhu, pada suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menuliskan surat kepada seorang raja non arab, lalu dikabarkan kepada beliau: Sesungguhnya raja-raja non arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel, maka beliaupun memesan agar ia dibautkan cincin stempel dari bahan perak. Anas menisahkan: Seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau.” [Riwayat Muslim]
Hadits yang ketiga:
Dari Abdullâh bin Abbâs Radhiyallahu
‘anhu:
قَدِمَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِى الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ : مَنْ أَسْلَفَ فِى تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِى كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di kota Madinah, penduduk Madinah telah biasa memesan buah kurma dengan waktu satu dan dua tahun. maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memesan kurma, maka hendaknya ia memesan dalam takaran, timbangan dan tempo yang jelas (diketahui oleh kedua belah pihak).” [Muttafaqun ‘alaih]
Hadist yang ke tiga menunjukan atas boleh nya jual-beli salam.
Menurut para Ulama, definisi jual beli salam yaitu jual beli barang yang
disifati (dengan kriteria tertentu/spek tertentu) dalam tanggungan (penjual)
dengan pembayaran kontan di majelis akad[3].
Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam takyif fiqhi
nya termasuk jual beli jenis apakah ini?maka para ulama berbeda pendapat
menjadi lebih dari delapan pendapat,akan tetapi yang paling dekat dari
pendapat-pendapat tersebut ada 2 pendapat:
A. Jumhur dari kalangan Malikiyah, Syafi’iyyah, Hanabilah
mengatakan:
bahwa akad istishna’ adalah masuk dalam akad Salam.Oleh
Karena itu mereka mensyaratkan di dalam akad istishna’ ini apa-apa yang
disyaratkan dalam akad salam Yaitu
Menyerahkan uang secara kontan ketika akad terjadi.
Jadi,bagi yang berpendapat bolehnya istishna’ karena
masuk dalam bab salam,dan salam disepakati kebolehannya maka disyaratkan
harus dibayar kontan ketika di tempat akad terjadi.
B. Hanafiyyah dan diikuti oleh ulama yang lain mengatakan:
Bolehnya
akad Istishna’ walaupun tanpa syarat yang ada pada akad salam
yaitu uang kontan yang dibayarkan ketika akad.
Mazhab hanafiyah menganggap akad istishna’ ini jenis
akad tersendiri bukan bagian dari akad salam.
Dengan kata lain bahwa akad istishna’ tidak
disyaratkan harus dibayar kontan di awal ketika melakukan akad,bisa dicicil
atau dengan cara DP (down payment).
**********
TARJIH
Yang paling kuat diantara dua pendapat ini adalah pendapat
yang ke 2, yang dikuatkan oleh hanafiyyah dan yang selainnya dan juga dikuatkan
oleh mujamma’ fiqhil islamy addauly pada mu’tamar yang ke 7 di Jeddah pada
tahun 1412 H.
Pendapat ini sesuai dengan kebutuhan manusia saat ini yang
sangat membutuhkan untuk menjalankan akad istishna’ ini,dan jika
diharamkan akan memberatkan bagi manusia terutama pada era saat ini.
Dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa jual beli dengan
cara pre order diperbolehkan dengan persyaratan sebagai berikut:
- Barang yang akan diproduksi sudah diketahui jenis barang dan sifatnya dengan spesifik sehingga terhindar dari perselisihan ketika barang sudah diproduksi.
- Barang yang dibeli adalah barang produksi,seperti rumah,pakaian dll
- Bahan baku untuk pembuatan barang harus dari produsen,jika bahan baku bukan dari produsen maka ini akad jasa atau ijaroh.
- Harga barang harus jelas nominal dan jumlahnya sehingga dapat terhindar dari perselisihan nantinya.
- Ditentukan tempat serah terima barang(jika diperlukan)
- Harus ditentukan perkiraan waktu produksinya.
Dan bagi yang berpendapat bahwa preorder termasuk dalam bab
akad salam maka disyaratkan pembayaran harus secara kontan dilakukan
ketika akad terjadi.
Wallahu A’lam bisshowab
____________________