Pembaca yang budiman, sebelum
diutus menjadi rasul, Allah subhanahu wata’ala telah memberikan penjagaan
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari keburukan-keburukan yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat jahiliyah. Kehidupan beliau pra-kenabian
adalah hidup yang penuh kemuliaan dan keutamaan. Meskipun masa muda beliau
dihabiskan di tengah-tengah masyarakat jahiliyah akan tetapi Allah telah
memuliakan beliau dengan selalu terjaga dari keburukan tersebut. Di
tengah-tengah masyarakatnya, beliau adalah orang yang paling baik akhlaqnya,
orang yang menjaga kehormatannya, paling cerdas, paling lemah-lembut, dan
paling jauh dari karakter-karakter yang buruk. Bahkan beliau dikenal dengan
kejujuran dan amanahnya sehingga dijuluki sebagai al amin, orang yang amanah.
Keburukan dan kerendahan di masa jahiliyah sama sekali tidak mempengaruhi diri
beliau. [1]
Dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam telah menghimpun berbagai
kebaikan yang menjadi standar masyarakat di masa itu. Beliau adalah tipe ideal dari
sisi kejernihan berpikir dan ketajaman pandangan. Beliau memiliki kecerdasan yang
lebih, ide-ide orisinil yang demikian jitu.[2] Hal ini bisa kita lihat dari ide
beliau ketika memindahkan Hajar Aswad. Ide yang bisa menghindarkan para kabilah
di kota Makkah dari pertumpahan darah. [3]
Dengan akalnya yang demikian
cerdas dan fithrahnya yang suci beliau menganalisa lembaran kehidupan manusia, memperhatikan
urusan dan kondisi-kondisi mereka. Oleh karena inilah beliau tidak ikut-ikutan
kepada segala bentuk khurafat dan berusaha menjauhi diri beliau dari hal itu.
Beliau berinteraksi dengan manusia dengan bashirah (penuh pertimbangan) baik
terhadap urusan beliau pribadi maupun urusan masyarakat. Apabila hal tersebut
baik, maka beliau akan ikut berpartisipasi di dalamnya. Contohnya, dahulu kaum
musyrikin berpuasa pada hari Asyuro, maka beliau pun ikut berpuasa sebagaimana
yang diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari. Apabila hal tersebut tidak baik,
maka beliau akan kembali mengasingkan diri. [4]
Beliau tidak pernah minum khamr,
tidak pernah makan daging yang dipersembahkan kepada berhala, tidak pernah
menghadiri perayaan untuk berhala ataupun pesta-pestanya bahkan dari sejak
pertumbuhannya sudah menghindari dari sesembahan yang batil. Lebih dari itu,
beliau malah sangat membencinya dan bahkan terkadang tidak dapat menahan emosi bila
mendengar sumpah dengan nama Al Laata dan Al 'Uzza, dua berhala bangsa Arab.[5]
Tidak diragukan lagi bahwa berkat
ketentuan Allah-lah beliau dapat terjaga dari hal tersebut. Ketika dorongan jiwa
telah memuncak untuk mereguk kenikmatan duniawi dan rela mengikuti sebagian
tradisi yang tak terpuji, ketika itulah pertolongan Allah menghalanginya dari
hal-hal tersebut.
Di dalam sebuah kisah yang
diriwayatkan oleh Ibnul Atsir bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Tidak pernah aku berkeinginan untuk melakukan apa yang pernah dilakukan oleh Ahli Jahiliyyah kecuali hanya dua kali saja. Namun itu semua dihalangi oleh Allah. Kemudian aku pun tidak pernah lagi memiliki angan-angan untuk kembali melakukannya hingga Allah muliakan aku dengan risalah-Nya.”ما هممت بشيء مما كان أهل الجاهلية يعملون غير مرتين، كل ذلك يحول الله بيني وبينه، ثم ما هممت به حتى أكرمني برسالته
Kemudian beliau menceritakan dua keadaan
yang pernah terlintas di benak beliau untuk melakukannya,
“Suatu malam aku pernah berkata kepada seorang anak yang menggembala kambing bersamaku di dataran tinggi Makkah, ‘Andai saja engkau mau mengawasi kambingku sementara aku akan memasuki kota Makkah dan bergadang ria seperti yang dilakukan oleh para pemuda...'قلت ليلة للغلام الذي يرعى معي الغنم بأعلى مكة: لو أبصرت لي غنمي حتى أدخل مكة وأسمر بها كما يسمر الشباب! فقال: أفعل، فخرجت حتى إذا كنت عند أول دار بمكة سمعت عزفا، فقلت: ما هذا؟ فقالوا: عرس فلان بفلانة، فجلست أسمع. فضرب الله على أذني فنمت، فما أيقظني إلا حر الشمس. فعدت إلى صاحبي فسألني، فأخبرته
Maka anak itu menjawab,
“Baiklah.. (aku akan awasi kambingmu).”
Kemudian aku pun kembali ke
Makkah, sampai ke rumah pertama yang aku temui aku mendengar suara tabuhan
rebana.
Aku pun lalu bertanya, “Ada
acara apa ini?”
Mereka menjawab, “Pesta pernikahan
si fulan dengan si fulanah!”
Kemudian aku duduk-duduk untuk
ikut mendengarkan tetabuhan musik itu. Namun Allah telah menutupi telingaku
dengan membuatku tertidur. Aku tertidur sampai terasa teriknya panas matahari. Maka
aku kembali menemui teman si penggembala. Dia bertanya kepadaku tentang apa
yang aku alami dan akupun menceritakan apa yang terjadi pada diriku semalam.”
Adapun kisah kedua...
ثم قلت ليلة أخرى مثل ذلك، ودخلت بمكة فأصابني مثل أول ليلة ... ثم ما هممت بسوء“Kemudian setelah itu, aku pun ingin melakukan hal yang sama pada malam. Aku pun memasuki kota Makkah dan kembali terulang apa yang pernah aku alami di malam sebelumnya. Akhirnya aku tidak pernah lagi punya keinginan yang buruk.”[6]
PENJAGAAN TERHADAP AURAT RASULULLAH SHALLALLAHU
‘ALAIHI WASALLAM
Penjagaan terhadap diri beliau tidak
hanya dari sisi moral. Tapi bahkan dari sisi kehormatan diri beliau juga dijaga
oleh Allah. Sebagaimana kisah pembangunan Ka’bah yang telah berlalu. Dari Jabir
bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,
لَمَّا بُنِيَتْ الْكَعْبَةُ ذَهَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَبَّاسٌ يَنْقُلَانِ الْحِجَارَةَ فَقَالَ عَبَّاسٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اجْعَلْ إِزَارَكَ عَلَى رَقَبَتِكَ يَقِيكَ مِنْ الْحِجَارَةِ فَخَرَّ إِلَى الْأَرْضِ وَطَمَحَتْ عَيْنَاهُ إِلَى السَّمَاءِ ثُمَّ أَفَاقَ فَقَالَ إِزَارِي إِزَارِي فَشَدَّ عَلَيْهِ إِزَارَهُKetika Ka’bah dibangun ulang, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abbas ikut serta memindahkan batu. Maka Abbas mengatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Letakkanlah sarungmu di atas pundakmu, agar batu tidak menggores tubuhmu.” Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melakukannya, tiba-tiba Beliau tersungkur jatuh, mata Beliau pun kemudian memandang ke langit. Saat tersadar, beliau berkata, “Ini karena sarungku, ini karena sarungku!” Maka beliau pun mengencangkan sarungnya. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat yang lain, “Maka
setelah itu, aurat beliau tidak pernah lagi kelihatan.”[7]
Di tengah-tengah kaumnya, Nabi
Shallallahu 'alaihi wasallam memiliki keistimewaan dari sisi akhlak yang mulia
dan sifat-sifat yang terpuji. Beliau merupakan orang yang paling utama dari
sisi muru’ah (penjagaan kehormatan diri), paling baik akhlaknya, paling baik dalam
bertetangga, paling lemah lembut, paling jujur bicaranya, paling lembut
wataknya, paling suci jiwanya, paling dermawan dalam kebajikan, paling baik
dalam beramal, paling menepati janji serta paling amanah sehingga beliau
dijuluki oleh mereka dengan Al Amiin. Ini semua karena berkumpulnya kepribadian
beliau yang shalih dan pekerti yang disenangi. Maka pantaslah dikatakan
terhadap beliau sebagaimana yang dikatakan oleh Ummul Mu’minin, Khadijah
radhiallahu 'anha,
كلا، والله ما يخزيك الله أبدا، إنك لتصل الرحم، وتحمل الكل، وتكسب المعدوم وتقري الضيف، وتعين على نوائب الحق،“Sekali-kali tidak... Allah sama sekali tidak akan menghinakan dirimu. Engkau selalu menyambung tali silaturrahim, membantu meringankan beban orang yang kurang mampu, memberi nafkah terhadap si yang tidak memiliki apa-apa, menjamu tetamu dan selalu menolong dalam upaya penegakan segala bentuk kebenaran..”[8]
Demikian gambaran dari ketinggian
moral Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang ini semua tentunya merupakan
penjagaan dari Allah subhanahu wata’ala dan juga persiapan diri beliau sebelum
memegang tanggung jawab kerasulan.
Wallahu a’lam.
**********
CATATAN KAKI:
[1] Muhammad bin Ibrahim At
Tuwaijiri, As Sirah An Nabawiyah baina Al Ma’rifah wal Wajib fi Dhau’I Al
Quran wa As Sunnah, (Qasim: Dar Ashda’il Mujtama’, 2017), hlm. 55.
[2] Shafiyyurrahman Al
Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm.
79.
[3]Lihat artikel berjudul
“Rasulullah Ikut Membangun Ka’bah” yang kami tulis sebelum ini.
[4] Shafiyyurrahman Al
Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm.
79.
[5] Ibid.
[6] Shafiyyurrahman Al
Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm.
79-80. Beliau mengatakan,
“Para ulama telah berselisih pendapat tentang keshahihan kisah ini. Al Hakim
dan Adz Dzahabi menshahihkannya, sedangkan Ibnu Katsir melemahkannya dalam Al
Bidayah wan Nihayah.
[7] Ibid., hlm. 80.
[8] Ibid.
Artikel Sebelumnya:
#16 | PERNIKAHAN DENGAN KHADIJAH RADHIYALLAHU ANHA
#15 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM # 2
#14 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM #1
#13 PEMBELAHAN DADA RASULULLAH ﷺ DAN WAFATNYA SANG IBU
#12 HIDUP DI TENGAH BANI SA’AD
#11 PENYUSUAN RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#10 AYAH DAN IBU RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
#9 NASAB DAN KELUARGA BESAR RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
#8 KELAHIRAN NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#7 KISAH PASUKAN GAJAH #2
#6 KISAH PASUKAN GAJAH #1
#5 SEJARAH KOTA MAKKAH
#4 MENGAPA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DITURUNKAN DI ARAB
#3 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #2)
#2 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #1)
#1 SIRAH NABAWIYAH DAN KEUTAMAAN MEMPELAJARINYA
#16 | PERNIKAHAN DENGAN KHADIJAH RADHIYALLAHU ANHA
#15 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM # 2
#14 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM #1
#13 PEMBELAHAN DADA RASULULLAH ﷺ DAN WAFATNYA SANG IBU
#12 HIDUP DI TENGAH BANI SA’AD
#11 PENYUSUAN RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#10 AYAH DAN IBU RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
#9 NASAB DAN KELUARGA BESAR RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
#8 KELAHIRAN NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#7 KISAH PASUKAN GAJAH #2
#6 KISAH PASUKAN GAJAH #1
#5 SEJARAH KOTA MAKKAH
#4 MENGAPA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DITURUNKAN DI ARAB
#3 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #2)
#2 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #1)
#1 SIRAH NABAWIYAH DAN KEUTAMAAN MEMPELAJARINYA
------------------------------------------------
Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy