artikel pilihan


#19 | PENDAHULUAN KENABIAN



Para pembaca yang budiman rahimakumullah, menjelang diangkatnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi, ada beberapa peristiwa istimewa yang terjadi. Peristiwa ini sebagai pertanda telah dekatnya waktu pengutusan beliau. Di antara peristiwa tersebut:



Terhalangnya Syaithan dari Mencuri Berita Langit

Dahulu para syaithan biasa mencuri berita dari langit. Namun menjelang diutusnya Rasulullah, maka langit dijaga sehingga mereka tidak bisa lagi mencuri dengar.[1]

Disebutkan dalam Shahih Al Bukhari, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِى السَّمَاءِ ضَرَبَتِ الْمَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ، قَالُوا لِلَّذِى قَالَ الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ – وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ – فَيَسْمَعُ الْكَلِمَةَ ، فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الْكَاهِنِ ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا ، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ ، فَيُقَالُ أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا كَذَا وَكَذَا فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الْكَلِمَةِ الَّتِى سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ


“Ketika Allah menetapkan suatu urusan di langit, malaikat lantas meletakkan sayapnya dalam rangka tunduk pada perintah Allah. Firman Allah yang mereka dengarkan itu seolah-olah seperti suara gesekan rantai di atas batu. Apabila rasa takut telah dihilangkan dari hati mereka, mereka mengucapkan, “Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?” Mereka menjawab, “Perkataan yang benar. Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.”


Syaithan-syaithan pencuri berita itu pun mendengarkan berita itu. Para pencuri berita itu posisinya saling bertumpuk-tumpukkan. -Sufyan (perawi hadits) menggambarkannya dengan memiringkan telapak tangannya dan merenggangkan jari-jemarinya)-. Jika syaithan yang di atas mendengar berita itu, maka segera disampaikan kepada syaithan yang berada di bawahnya. Kemudian yang lain juga menyampaikan kepada syaithan yang berada di bawahnya hingga sampai kepada tukang sihir dan para peramal.
Terkadang syaithan pencuri berita itu terkena api sebelum sempat menyampaikan berita itu. Terkadang pula syaithan itu bisa menyampaikan berita itu sebelum terkena api. Lalu dengan berita yang didengarnya itulah tukang sihir atau peramal membuat seratus kedustaan. Orang-orang yang mendatangi tukang sihir atau dukun pun mengatakan, ‘Bukankah pada hari ini dan itu, dia telah mengabarkan kepada kita bahwa akan terjadi demikian dan demikian?’ Akibatnya, tukang sihir dan dukun itu pun dipercaya karena satu kalimat yang telah didengarnya dari langit.

Menjelang diutusnya Rasulullah, maka langit dijaga dengan sangat ketat sehingga syaithan tak lagi kuasa mencuri berita dari langit. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا (8) وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الْآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا (9) وَأَنَّا لَا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الْأَرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا


Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu), tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Rabb mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.(Al Jinn: 8-10) [2]

Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini, beliau menyebutkan bahwa Allah Subhanahu wata’ala menceritakan tentang keadaan jin ketika Dia mengutus Rasul-Nya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam  dan menurunkan kepadanya Al Qur’an. Di antara penjagaan kepada Al Qur’an adalah Allah memenuhi langit dengan malaikat penjaga yang ketat di semua penjuru dan kawasannya, dan semua syaithan diusir dari tempat-tempat pengintaiannya, yang sebelumnya mereka selalu menduduki pos-posnya di langit. Agar syaithan-syaithan itu tidak mencuri-curi dengar dari Al Qur’an, yang akibatnya mereka akan menyampaikannya kepada para dukun yang menjadi teman-teman mereka, sehingga perkara Al Qur’an menjadi samar dan campur-aduk dengan yang lainnya, serta tidak diketahui mana yang benar.

Ini merupakan kasih sayang Allah Subhanahu wata’ala  kepada makhluk-Nya, juga merupakan rahmat dari-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dan sebagai pemeliharaan-Nya terhadap kitab-Nya yang mulia. Karena itulah maka jin mengatakan, sebagaimana yang diceritakan oleh firman-Nya,

وَأَنَّا لَمَسْنَا السَّمَاءَ فَوَجَدْنَاهَا مُلِئَتْ حَرَسًا شَدِيدًا وَشُهُبًا وَأَنَّا كُنَّا نَقْعُدُ مِنْهَا مَقَاعِدَ لِلسَّمْعِ فَمَنْ يَسْتَمِعِ الآنَ يَجِدْ لَهُ شِهَابًا رَصَدًا


“Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api, dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu), tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). (Al-Jin: 8-9)

Yaitu barang siapa di antara kami yang berani mencoba mencuri-curi dengar sekarang, niscaya ia akan menjumpai panah berapi yang mengintainya yang tidak akan Iuput dan tidak akan meleset darinya, bahkan pasti akan mengenai dan membinasakannya. [3]



Ru’yah Shadiqah

Turunnya wahyu diawali dengan terjadinya ru’yah shadiqah (mimpi yang benar). Beliau tidaklah melihat di dalam mimpinya melainkan mimpi itu datang seperti fajar subuh yang menyingsing. Hal ini berlangsung hingga enam bulan, baru kemudian diturunkalah wahyu kepada beliau. [4]



Batu yang Menyampaikan Salam

Selain terhalangnya para syaithan untuk mencuri dengar kabar dari langit, maka di antara peristiwa istimewa yang dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah batu yang memberi salam kepada beliau.

Diriwayatkan oleh Al Imam Muslim dari sahabat Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


«إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ»
 “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Makkah memberi salam kepadaku sebelum aku diangkat menjadi nabi. Sesungguhnya aku mengetahuinya sampai sekarang” [5]


Kebiasaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  Berkhalwat dalam Gua Hira

Ketika usia beliau mendekati empat puluh tahun beliau suka mengasingkan diri. Beliau membawa perbekalan ke sebuah gua. Beliau menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berpikir tentang fenomena alam di sekitarnya. [6]

Istri beliau, Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menyebutkan kebiasaan Rasulullah sebelum beliau diangkat menjadi Nabi ini,

وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ
 “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyendiri di gua Hira. Beliau melakukan tahannuts di dalamnya.” (HR. Al Bukhari)

Insya Allah pembahasan tentang kebiasaan khalwat beliau akan kita bahas dengan lebih mendetail pada artikel berikutnya.

Wallahu a’lam bisshawab.


**********


CATATAN KAKI:

[1]Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri, As Sirah An Nabawiyah baina Al Ma’rifah wal Wajib fi Dhau’I Al Quran wa As Sunnah, (Qasim: Dar Ashda’il Mujtama’, 2017), hlm. 59.
[2] Ibid.
[3] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri et al., Al Misbah Al Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, (Riyadh: Darussalam, 2013), hlm. 1500.
[4]Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri, As Sirah An Nabawiyah baina Al Ma’rifah wal Wajib fi Dhau’I Al Quran wa As Sunnah, (Qasim: Dar Ashda’il Mujtama’, 2017), hlm. 59.
[5] Ibid., hlm. 60.
[6] Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, Ar Rahiqul Makhtum, (Riyadh: Dar Ibnil Jauzi, 1435 H), hlm. 84.


-----

|| Seri Artikel Sirah Nabawiyah oleh Ustadz Wira Mandiri Bachrun Al Bankawy حَفِظَهُ اللهُ ||


Artikel Sebelumnya:

#18 | PENJAGAAN ALLAH TERHADAP RASULULLAH SEBELUM MASA KENABIAN #17 | RASULULLAH ﷺ IKUT MEMBANGUN KEMBALI KA’BAH
#16 | PERNIKAHAN DENGAN KHADIJAH RADHIYALLAHU ANHA
#15 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM # 2
#14 MASA REMAJA RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM #1
#13 PEMBELAHAN DADA RASULULLAH ﷺ DAN WAFATNYA SANG IBU
#12 HIDUP DI TENGAH BANI SA’AD
#11 PENYUSUAN RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#10 AYAH DAN IBU RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
#9 NASAB DAN KELUARGA BESAR RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WASALLAM
#8 KELAHIRAN NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM
#7 KISAH PASUKAN GAJAH #2
#6 KISAH PASUKAN GAJAH #1
#5 SEJARAH KOTA MAKKAH
#4 MENGAPA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM DITURUNKAN DI ARAB
#3 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #2)
#2 MENGENAL BANGSA ARAB JAHILIYAH (Bagian #1)
#1 SIRAH NABAWIYAH DAN KEUTAMAAN MEMPELAJARINYA




------------------------------------------------

Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar

adv/http://halaqah.tauhid.or.id/|

Artikel Pilihan

artikel pilihan/carousel

Arsip Artikel Per Bulan



Facebook

fb/https://www.facebook.com/Tauhid.or.id



Kids

Konten khusus anak & download e-book




Course