Para pembaca yang
budiman, pada pertemuan terakhir kita telah paparkan bagaimana kerasnya siksaan
yang dialami oleh kaum muslimin di masa awal Islam. Keras dan kejamnya siksaan
tersebut sampai membuat para sahabat mengeluhkannya kepada Rasulullah.
Disebutkan dalam Shahih
Al Bukhari, dari sahabat Khabbab bin Al Arts radhiyallahu anhu. Beliau
mengatakan,
شَكَوْنَا
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ
بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ فَقُلْنَا أَلَا تَسْتَنْصِرُ لَنَا أَلَا
تَدْعُو لَنَا فَقَالَ قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ
لَهُ فِي الْأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهَا فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى
رَأْسِهِ فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا دُونَ
لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ فَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ وَاللَّهِ لَيَتِمَّنَّ
هَذَا الْأَمْرُ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا
يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ
Kami mengeluh
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau sedang berbaring
berbantalkan kain yang beliau miliki di naungan Ka’bah. Kami katakana kepada beliau, “Tidakkah engkau memohon pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau
mendoakan kami?”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam lalu bersabda,”Sungguh ada di antara orang-orang yang beriman
sebelum kalian yang ditangkap, lalu digalikan tanah dan ditanam disana, kemudian
dibawakan gergaji dan diletakkan di atas kepalanya, lalu orang itu dibelah dua.
Ada juga yang disisir
dengan sisir dari besi sampai kepada daging dan tulang-tulangnya. Itu semua tidak mengeluarkannya
dari agamanya. Demi Allah, agama ini akan sempurna,
sehingga seorang pengendara bisa berjalan dari Shan’a sampai Hadramaut dalam
keadaan tidak takut kecuali kepada Allah dan mengkhawatirkan (serangan) serigala
pada kambingnya, akan tetapi kalian terlalu tergesa-gesa…”
Namun tentunya
Allah ta’ala menaqdirkan terjadinya penyiksaan ini semua tentu karena adanya
hikmah dan pelajaran di baliknya. Di antara hikmah dan pelajaran tersebut:
Pelajaran Pertama:
Kaum muslimin
hendaknya bersyukur ketika mereka diberikan kesempatan untuk menunaikan syariat
Islam dengan aman dan tenang. Harapan terbesar yang diinginkan oleh para
sahabat Rasulullah adalah agar mereka dapat menunaikan syariat Islam dengan
aman dan tenang. Ketika mereka berhijrah ke Habasyah, mereka merasakan
kebahagiaan karena mereka dapat menunaikan ibadah dengan tenang dan tak ada
satu pun yang menghalangi mereka.
Untuk mengetahui
sebuah kenikmatan, ada dua jalan yang bisa kita tempuh:
- Mempelajari sejarah, sehingga bisa membandingkan apa yang telah dihadapi oleh generasi pertama dalam mempertahankan identitas agama mereka dengan keadaan kita sekarang.
- Melihat waqi’ atau realita keadaan kaum muslimin di dunia. Banyak tragedi yang menimpa saudara-saudara kita kaum muslimin di mana sebagian mereka sulit sekali untuk mempraktikkan syiar agama mereka.
Oleh karena itu
ketika negeri kita Indonesia, dilimpahi oleh Allah keamanan dan kebebasan untuk
menjalankan syariat agama, maka hendaknya kita bersyukur dan berusaha menjaga nikmat
keamanan tersebut agar tidak dicabut oleh Allah ta’ala.
Pelajaran Kedua:
Kehidupan di muka
bumi ini bukan sebagai ukuran tentang kedudukan seorang di depan Allah. Ada
saja orang yang disiksa, dihinakan, dipukul, tetapi pada hakikatnya dia adalah
seorang muslim yang shalih dan bertakwa. Maka kedudukan di sisi Allah menjadi
tinggi karena ketaqwaan seseorang, bukan dinilai dari pandangan mata manusia.
Allah berfirman,
إِنَّ
أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa di antara kalian.”
Pelajaran Ketiga:
Bahwa cobaan yang
diberikan kepada seorang muslim akan mengangkat derajat mereka, menambah amal
kebaikan mereka, dan menghapuskan dosa.
Diriwayatkan di
dalam Shahih Al Bukhari dan Muslim, dari sahabat yang mulia Abu Said Al Khudri radhiyallahu’anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا
يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا
أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا
مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kehawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya”
Pelajaran Keempat:
Dari penyiksaan
yang dialami oleh para sahabat kita bisa tahu bagaimana sikap yang benar ketika
menghadapi penyiksaan fisik. Demikian juga ketika hal tersebut terjadi, lalu dia
mengingat bagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabat
mengalaminya, maka akan ringan baginya dalam menghadapi ujian dan cobaan itu.
Kita tidak hanya mencontoh apa yang mereka lakukan di waktu lapang (ketika
sedang tidak diuji), tapi juga mencontoh mereka ketika mengalami ujian.
Pelajaran Kelima:
Penyiksaan yang
dilakukan oleh kaum musyrikin menjadi ujian untuk menyeleksi yang mana yang
imannya kokoh, yang mana yang imannya lemah atau bahkan tidak beriman sama
sekali.
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ
يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ* وَلَقَدْ
فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا
وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.(Al 'Ankabuut Ayat: 2-3)
Itulah sebabnya
kenapa di Makkah, tidak ada seorang pun orang munafik. Lain halnya dengan
Madinah, bentuk siksaan dengan fisik telah tidak ada, yang menyebabkan banyak
manusia masuk Islam karena latar belakang keuntungan dunia.
Pelajaran Keenam:
Banyaknya
penindasan yang menimpa kaum mu’minin menyebabkan munculnya pembelaan bagi
mereka. Hal ini terjadi pada diri Hamzah yang marah ketika mendengar Abu Jahal
mencaci Rasulullah. Maka ketika pulang berburu, dia pun mengincar Abu Jahal
lalu memukul kepala Abu Jahal dengan busur panahnya sambil menyatakan
keislamannya.
Pelajaran Ketujuh:
Di antara para
penyiksa tadi ternyata ada yang Allah berikan hidayah. Seperti Abdullah bin Abi
Umayyah yang kemudian masuk Islam. Bahkan Umar bin Al Khattab radiyallahu ‘anhu
yang juga masuk dalam deretan penyiksa, masuk ke dalam Islam dan Allah berikan
berbagai kemuliaan pada diri beliau. Ini mengajarkan kita supaya tidak pernah
putus asa dari mendakwahi manusia, bagaimanapun besarnya kekafiran, kefasikan,
dan permusuhan seseorang terhadap agama ini. Hidayah sepenuhnya berada di
tangan Allah. Allah berfirman,
لَيْسَ
لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ
فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima tobat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zhalim.. (Ali Imran: 128).
Inilah beberapa
hikmah dan pelajaran penting yang bisa kita dapatkan dari kisah penyiksaan para
sahabat radhiyallahu ‘anhu.
Wallahu a’lam
bisshawab.
REFERENSI:
Fiqih Sirah, Prof.
DR. Zaid bin Abdul Karim Az Zaid, hlm. 182-186.
-----------
Ditulis Oleh Ustadz Wira Bachrun Al Bankawy
-----------
Artikel Sebelumnya: